KERATON Yogyakarta telah melayangkan gugatan kepada PT. Kereta Api Indonesia (KAI) terkait dengan kepemilikan tanah seluas 297.192 meter persegi yang berada di area emplasemen Stasiun Tugu Jogja. Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X menyampaika, nilai ganti rugi yang digugat sebesar Rp 1.000,00.
Dalam siaran pers dari Humas Pemda DIY, Sri Sultan menyebut, gugatan tersebut untuk memperjelas posisi hukum atas tanah Kasultanan yang diklaim oleh PT.KAI sebagai bagian dari aktiva tetap mereka. Tanah Kasultanan atau Sultan Ground adalah aset yang sudah dipisahkan dari negara, tetapi tetap dikelola sebagai aset BUMN, bukan tanah negara. Dalam hal ini, PT.KAI hanya memiliki hak guna bangunan (HGB) atas tanah tersebut, bukan hak kepemilikan.
“Nggak ada masalah, itu kan aset yang dipisahkan dari negara. Sultan Ground itu bukan menjadi aset BUMN (PT.KAI). Jadi, kita sepakat bahwa PT.KAI tidak bisa meghapus kepemilikan tanah itu tanpa putusan pengadilan,” terang Sri Sultan, Jumat (15/11).
Mengenai nilai ganti rugi, Sri Sultan menyebut, angkanya memang kecil. Angka kecil tersebut dipilih untuk menegaskan bahwa fokus gugatan adalah tertib administrasi, kepastian hukum dan pengembalian hak atas tanah Kasultanan di kawasan Stasiun Tugu Yogyakarta. Tertib administrasi menjadi penekanan oleh Sri Sultan.
"Ya harus ada kerugian, kalau enggak ada kerugian, ya gimana? Itu kan aspek hukumnya,” jelas Sultan.
Sebelumnya, pihak Kraton Yogyakarta sudah lama berproses dengan melakukan komunikasi dengan PT.KAI terkait hal tersebut. Tidak hanya kepada PT.KAI saja, namun komunikasi juga sudah lama dilakukan dengan Kejaksaan Tinggi, Mahkamah Agung, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perhubungan. Proses pembatalan kepemilikan oleh PT.KAI memang tidak serta merta bisa dikabulkan begitu saja. Harus melewati gugatan.
Bagi Sri Sultan, berapa luasan tanah Sultan Ground yang dipergunakan oleh PT.KAI tidak terlalu menjadi masalah. Sri Sultan hanya ingin administrasi atas status tanah tersebut jelas. Tidak ada hal yang perlu dirisaukan masyarakat. Karena, tanah Sultan Ground yang digugat tersebut nantinya tetap bisa dimanfaatkan oleh PT.KAI untuk memberikan pelayanan maksimal pada masyarakat.
“Pemanfaatannya tetap di PT.KAI. Hanya status tanahnya saja diubah bukan BUMN. Kalau saya luasnya tidak penting, yang penting administrasi nya saja. Tidak ada perubahan apa-apa,” tegas Sri Sultan.
Seperti diketahui, gugatan resmi ini diajukan oleh GKR Condrokirono melalui kuasa hukum Kraton Yogyakarta, Markus Hadi Tanoto, pada 22 Oktober 2024 lalu di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Dalam tuntutannya, Keraton meminta agar PT.KAI dan Kementerian BUMN mencabut pencatatan atas tanah seluas 297.192 m² yang terletak di area Stasiun Tugu Yogyakarta. Tanah tersebut, menurut Keraton, adalah bagian dari tanah kasultanan yang tidak boleh dicatatkan atas nama pihak lain tanpa persetujuan resmi.
Selain meminta penghapusan pencatatan kepemilikan tanah, penggugat juga mengharapkan agar PT.KAI dan Kementerian BUMN tunduk pada Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan serta Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Kraton Yogyakarta dalam petitumnya meminta agar pencatatan aktiva tetap atas tanah ini dihapuskan dalam waktu 60 hari setelah putusan pengadilan tingkat pertama. (H-2)