Penangkapan Zarof Ricar Pintu Masuk Bongkar Mafia Peradilan

2 weeks ago 3
Penangkapan Zarof Ricar Pintu Masuk Bongkar Mafia Peradilan Mantan pejabat MA, Zarof Ricar (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (25/10) .(Antara Foto/Asprilla Dwi Adha)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) menyoroti penangkapan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR), oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). ZR ditangkap terkait kasus suap putusan kasasi terhadap Ronald Tannur. Penangkapan ini sedianya dapat menjadi pintu masuk untuk membongkar mafia peradilan.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan penangkapan ZR harus dimanfaatkan untuk membongkar praktik mafia peradilan. Dalam penangkapan itu Kejagung menemukan uang hampir Rp 1 triliun dan emas Antam seberat 51 kilogram. Diduga uang itu didapat ZR dari pengurusan perkara yang dilakukannya sejak 2012.

"Penangkapan Zarof Ricar oleh Kejagung harusnya menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk membongkar kotak pandora mafia peradilan di lembaga kekuasaan kehakiman. Terlebih, petunjuk guna menindaklanjutinya sudah terang benderang, yakni, penemuan barang bukti berupa uang ratusan miliar dan puluhan kilogram emas di kediaman Zarof," kata Kurnia dalam keterangannya, Senin (28/10).

Kurnia menuturkan setidaknya ada tiga potensi kejahatan Zarof lainnya yang harus didalami oleh tim penyidik Kejaksaan Agung. Pertama adalah terkait suap-menyuap.

"Suap di sini terjadi bilamana uang atau emas yang ditemukan di kediaman Zarof adalah hasil dari pengurusan suatu perkara di MA atau pengadilan lainnya. Kami pun ingin ingatkan, sekalipun Zarof bukan hakim, namun tetap ada kemungkinan bahwa dirinya adalah broker atau perantara suap kepada oknum internal MA," ujarnya.

Kemudian yang kedua adalh terkait dengan dugaan gratifikasi. Delik ini dapat digunakan untuk penyidik menelusuri asal uang dan emas ZR. Sementara yang terakhir adalah soal dugaan pencucian uang.

Kurnia mengatakan, penangkapan ZR menambah panjang daftar hakim yang terjerat korupsi. Berdasarkan catatan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2023, setidaknya terdapat 26 hakim yang terbukti melakukan korupsi.

"Melihat kondisi lembaga peradilan yang semakin mengkhawatirkan, maka diperlukan langkah luar biasa untuk bersih-bersih mafia peradilan, sekaligus untuk mengembalikan citra lembaga peradilan di mata publik," tuturnya.

Terkait hal tersebut, ICW pun memberikan rekomendasi yang dapat dilakukan, yakni:

  1. Ketua Mahkamah Agung baru, Sunarto, harus menjamin bahwa proses hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tidak akan diintervensi oleh pihak manapun.
  2. Dalam rangka preventif ke depan, Mahkamah Agung harus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain, seperti Komisi Yudisial, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Kepolisian untuk menyusun pemetaan terhadap korupsi di sektor peradilan.
  3. Kewenangan Komisi Yudisial sebagai lembaga otonom penjaga etika kehakiman harus diperkuat. Berkaca pada pedoman perilaku hakim, kewenangan Komisi Yudisial masih terbatas pada pemberian rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung. Tentu kondisi tersebut membuka potensi terjadinya konflik kepentingan. (J-2)
Read Entire Article
Global Food