MENTERI Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan bahwa Indonesia harus mempersiapkan diri untuk pembelajaran pada masa depan yang tidak menentu dengan metode pembelajaran yang bertransformasi dan membuat peserta didik mempunyai kemampuan berpikir kritis.
“Kebijakan pendidikan tinggi menganut peran berarti dan pola pemberdayaan yang memampukan setiap perguruan tinggi berperan secara unik dengan berpikir inovatif untuk berkembang dan berkontribusi pada pembangunan nasional. Hal itu berkaitan dengan harapan Bapak Presiden agar Indonesia menjadi negara yang maju,” ungkapnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, Rabu (6/11).
Setelah itu, Kemendiktisaintek telah membuat suatu telaahan mengenai posisi saat ini, apa yang harus dikerjakan dan target yang harus dicapai ke depan, tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi yang sudah ada saat ini, dan masih terus ada diupayakan untuk bisa lebih cepat tercapai.
“Pertama adalah tingkat pekerjaan lulusan perguruan tinggi yang masih sangat rendah karena tidak relevannya pendidikan tinggi dan juga kita melihat memang lapangan pekerjaan Indonesia itu relatif sangat minim untuk lulusan perguruan tinggi kita,” kata Satryo.
“Kemudian kurangnya perhatian terhadap pengembangan sains dan teknologi kita. Untuk menuju Indonesia emas 2045 diharapkan PDB kita naik signifikan menjadi negara nomor 4 atau 5 dunia dengan tingkat ekonomi yang pertumbuhannya juga cukup tinggi, itu hanya mungkin kalau memang anak-anak kita dibekali dengan kemampuan di bidang sains dan teknologi,” sambungnya.
Satryo menambahkan terdapat hal lain yang perlu diupayakan yaitu efektivitas dan kualitas pemanfaatan dana penelitian, karena pengembangan sains dan teknologi tidak mungkin tanpa melalui kegiatan penelitian.
Selain itu, permasalahan lainnya adalah terputusnya hubungan dari kebutuhan masyarakat. Satryo mengaku banyak dari kalangan pendidik yang melakukan praktik pendidikan hanya menurut apa yang diinginkan, bukan apa yang dibutuhkan masyarakat.
“Memang kalau dilihat dari sejarah pendidikan tinggi, dulu memang belum ada industri dan perguruan tinggi mengembangkan ilmu yang dikuasai atau dipahami oleh para peneliti yang punya passion di bidang itu dan belum ada industri. Kemudian industri Inggris masuk dan sudah terbalik sebetulnya. Dulu perguruan tinggi yang mendorong pembangunan sekarang perguruan tinggi yang mendukung kebutuhan pembangunan. Jadi sekarang ada upaya pembalikan dari supply driven menjadi demand driven,” ujar Satryo.
Dia berharap, perbaikan terhadap masalah ini dapat memperbaiki pendidikan tinggi Indonesia. Satryo juga menyoroti mengenai regulasi atau kebijakan yang berubah terlalu cepat yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pendidikan nasional.
“Jadi ke depan kita minimalkan upaya perubahan yang menghambat pengembangan pendidikan tinggi. Bahkan ke depan kami mengupayakan supaya pendidikan tinggi itu dideregulasi sedemikian rupa dan memberikan ruang gerak yang inovatif kepada para pengampu supaya pendidikan tinggi ke depan bermanfaat untuk pembangunan nasional Indonesia,” tuturnya.
Satryo juga ingin mengaitkan hubungan antara pendidikan tinggi dengan pertumbuhan ekonomi. Pendidikan tinggi adalah sektor yang diharapkan dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
Dari kebijakan yang disampaikan oleh Presiden Prabowo, maka perguruan tinggi diharapkan dapat mempersiapkan warga terampil dan produktif, termasuk kehadiran sains dan teknologi yang mampu meningkatkan perguruan tinggi yang berdampak.
“Hal yang ingin kita lihat adalah dampaknya pada pembangunan nasional dan mengembangkan ekosistem penelitian. Pengembangan melalui akses pendidikan tinggi bermutu, relevan dan berdampak ini bukan hal baru dan terus dikumandangkan. Selama ini meskipun kita belum bisa mencapai sepenuhnya karena berbagai kendala dan hambatan,” jelas Satryo.
“Pengembangan talenta sains dan teknologi juga sangat dibutuhkan karena Indonesia emas 2045 membutuhkan talenta yang mempunyai daya saing global yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8%. Perlu juga penumbuhan dan penguatan budaya ilmiah atau saintifik culture dalam penelitian dan pengembangan,” sambungnya.
Satryo mengilustrasikan, jika melihat Undang-Undang Dasar India, ada pasal yang menyatakan bahwa masyarakat harus mempunyai scientific temple atau kekuatan untuk berpikir ilmiah.
Hal itu menyebabkan India sangat maju dalam hal saintifik karena mereka mempunyai kepercayaan dan Indonesia diharapkan ke depan memiliki mindset atau attitude yang mengarah kepada ilmiah.
“Terakhir ada sedikit pergeseran paradigma. Kita ingin mentransformasi agar kita maju ke depan sesuai dengan tantangan zaman. Sehingga kalau kita lihat investasi pendidikan tinggi itu diupayakan untuk mengangkat pendidikan tinggi yang transformatif, di mana di pendidikan tinggi akan dikembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan kemampuan sains dan teknologi,” urai Satryo.
“Dari situ akan diaplikasikan kepada pembangunan berkelanjutan, pembangunan sosial ekologis dan ekonomi. Hal itu akan menjadi umpan balik pada investasi pendidikan tinggi. Kalau ekonominya maju dan pendidikan tinggi maju juga dan akan maju juga pertumbuhannya. Jadi kita bisa melihat ada siklus di situ supaya mencapai harapan target yang disampaikan oleh Bapak Presiden,” tandasnya. (H-2)