KEKACAUAN politik membayang-bayangi Jepang setelah partai yang berkuasa di Jepang pada hari Minggu (27/10) kehilangan mayoritas di parlemen untuk pertama kalinya dalam 15 tahun. Ini merupakan hasil terburuk pemilihan dalam lebih dari satu dekade.
Partai Demokrat Liberal (LDP) dan mitra koalisi yang jauh lebih kecil, Komeito, hanya mampu meraih 215 kursi alias gagal memperoleh mayoritas absolut dalam pemilihan majelis rendah. Jumlah tersebut kurang dari 233 kursi yang dipersyaratkan untuk memerintah.
Hal itu mengancam masa depan Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan menandai awal dari periode kekacauan politik bagi sekutu utama Amerika Serikat (AS) di Asia. Shigeru Ishiba baru menjabat pada 1 Oktober menggantikan Fumio Kishida yang mengundurkan diri September lalu.
Kepercayaan terhadap LDP yang konservatif dan kepemimpinan Jepang berada pada titik terendah menyusul serangkaian skandal korupsi yang melibatkan puluhan anggota partai. PM Shigeru Ishiba berjanji memulihkan kepercayaan publik.
Tugas pertamanya adalah menyerukan pemilihan majelis rendah setahun lebih awal dari yang seharusnya, sehingga ia dapat menggunakan momentum pemilihannya untuk menggalang mandat publik bagi partainya dan kendali partainya terhadap pemerintahan.
Namun masa jabatannya bermasalah sejak awal, karena ia membalikkan usulan kebijakannya yang paling khas dan berjuang untuk meyakinkan masyarakat bahwa ia akan mewakili perubahan politik yang sebenarnya.
“Masyarakat mengharapkan dia untuk memperbaiki LDP, namun lambat laun mereka menjadi kecewa dengan kenyataan bahwa dia menjadi lebih mirip LDP,” kata pakar pemerintahan Jepang Izuru Makihara di Universitas Tokyo.
Ketidakstabilan politik merupakan hal yang tidak biasa terjadi di Jepang, Pasalnya, LDP telah memperkuat kekuasaannya selama hampir tujuh dekade.
Pemilihan umum legislatif sering kali berfungsi untuk menegaskan kembali dominasi partai tersebut, yang membuat keunggulan LDP praktis tidak dapat diatasi oleh partai-partai oposisi yang secara historis lemah.
Terakhir kali pemerintahan koalisi LDP-Komeito kehilangan mayoritas adalah pada 2009, ketika Partai Demokrat Jepang mengambil alih kekuasaan. Setelah masa jabatan yang mengecewakan, LDP memperoleh kembali mayoritas pada 2012 dan bertahan hingga pemilu hari Minggu.
Kekalahan LDP akan menimbulkan ketidakpastian yang lebih besar terhadap kepemimpinan negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia ini di tengah meningkatnya harga-harga di dalam negeri dan meningkatnya ketegangan di kawasan Asia-Pasifik.
Kishida telah mengubah peran Jepang dalam komunitas internasional, dan Ishiba diharapkan juga memperkuat hubungan keamanan negaranya dengan Washington untuk melawan Tiongkok.
Pakar politik Jepang yang menjalankan firma penasihat risiko politik Japan Foresight, Tobias Harris, mengatakan ketidakstabilan politik dapat menyebabkan pergeseran tertentu dalam kebijakan luar negeri Jepang.
"Mungkin akan sulit bagi presiden AS berikutnya atau negara-negara tetangga Jepang di Asia untuk membangun hubungan diplomatik yang serius dengan Ishiba atau penggantinya sampai masalah selesai di Tokyo," tulis Harris dalam analisis pascapemilu.
LDP memperoleh 191 kursi dalam pemilu hari Minggu, turun dari mayoritas 247 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, yang memiliki 465 anggota.
Mitra koalisinya, Komeito, memenangkan 24 kursi, turun dari 32 kursi, berdasarkan hasil pemilu. Pemerintahan koalisi LDP-Komeito memenangkan total 215 kursi, kurang dari 233 kursi yang dibutuhkan untuk memenangkan mayoritas absolut.
“Kami berada dalam situasi yang sangat sulit. Kami sadar bahwa kami sedang dihakimi dengan sangat kejam. Kami harus menerimanya dengan kerendahan hati dan kesungguhan," kata Ishiba pada saat hasil penghitungan suara direkap. (Thewashintongpost/Fer/P-3)