PLT. Kepala Perpustakaan Nasional, Prof. E Aminuddin Aziz mengatakan bahwa Perpustakaan Nasional menurut UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perpustakaan itu memiliki 6 fungsi yang merupakan gabungan dari berbagai jenis perpustakaan yang biasa dikenali.
“Karena perpustakaan ini adalah perpustakaan negara yang paling besar, maka Perpustakaan Nasional ini diberi fungsi untuk segala macam fungsi perpustakaan. Karena ada perpustakaan yang fungsinya hanya sebagai deposit. Misalnya kami mengetahui perpustakaan ada di beberapa negara mitra, kalau mereka sebagai perpustakaan deposit jarang sekali mereka berfungsi untuk penelitian dan pelestarian. Itu jarang sekali. Jadi mereka akan terpisah-pisah,” ungkapnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, Rabu (6/11).
Berikut enam fungsi Perpusnas berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
-
Perpustakaan Pembina
Lebih lanjut, menurut UU Perpustakaan, Perpustakaan Nasional berfungsi sebagai Perpustakaan Pembina artinya Perpusnas melaksanakan berbagai jenis perpustakaan yang ada di seluruh Indonesia ini. Apapun status perpustakaan itu baik itu ada di daerah di bawah pemerintah daerah, di bawah kementerian/lembaga, termasuk perpustakaan-perpustakaan masyarakat.
-
Perpustakaan Rujukan
Selanjutnya fungsi sebagai Perpustakaan Rujukan, artinya Perpusnas menyimpan koleksi yang akan dijadikan rujukan untuk bidang ilmu pengetahuan. Jadi jurnal, buku teks dan referensi yang berbentuk lain itu harus tersedia di Perpusnas.
-
Perpustakaan Penelitian
Ketiga, Perpusnas memiliki fungsi sebagai Perpustakaan Penelitian, artinya apabila ada pemustaka ingin melakukan penelitian, itu harus difasilitasi oleh Perpusnas. Baik itu penelitian terkait masa lalu yang ada dalam manuskrip, atau pun isu kekinian.
-
Perpustakaan Deposit
“Kemudian yang keempat, Perpusnas juga memiliki fungsi sebagai Perpustakaan Deposit, artinya dia menghimpun karya cetak dan karya rekam. Itu sudah ada regulasinya dan Perpusnas diberi tugas untuk menjadi perpustakaan deposit sehingga setiap penertiban, baik itu penerbitan cetak maupun elektronik itu semua menurut regulasi harus disimpan koleksinya di Perpusnas,” ujar Aminuddin.
“Jadi kalau penerbit mengajukan ISBN, ISSN, atau yang elektronik maupun cetak, hasilnya mau tidak mau harus ada yang diserahkan kepada Perpusnas. Sehingga kalau berkunjung ke Perpusnas akan terlihat menumpuknya terbitan baru dari percetakan yang disampaikan kepada kami,” sambungnya.
-
Pusat Jejaring Perpustakaan
Fungsi yang kelima sebagai Pusat Jejaring Perpustakaan yang artinya menjadi pusat jejaring perpustakaan dalam mengembangkan repositori pengetahuan nasional. Respositori dari berbagai kementerian/lembaga juga disimpan di Perpusnas.
-
Perpustakaan Pelestarian
“Terakhir sebagai Perpustakaan Pelestarian ini sepertinya kita berbagi dengan Arsip Nasional padahal berbeda. Kalau Arsip Nasional biasanya menyimpan koleksi yang sudah dinyatakan sebagai arsip statis, sementara yang ada di Perpusnas itu menjadi masih aktif terus dipakai, termasuk kalau misalnya koleksi masa lalu tetap disimpan di perpustakaan sebagai koleksi yang bisa dijadikan sumber penelitian,” jelas Aminuddin.
Kalau dilihat dari anggaran, sampai saat ini Perpusnas dikatakan belum besar anggarannya atau hanya mencapai Rp725,8 miliar dan secara realisasi anggaran baru sekitar 89% dan masih ada sekitar 11% yang belum direalisasikan dalam satu setengah bulan terakhir di 2024 ini.
Untuk rencana 5 tahun ke depan, Perpusnas mengacu pada RPJPN yang sudah ada di mana Perpusnas diberi mandat atau tugas mengampu dua indeks yaitu nilai kegemaran membaca masyarakat yang kedua indeks pembangunan literasi masyarakat.
“Dua hal ini kemudian kami wujudkan menjadi program prioritas yaitu pengarusutamaan naskah nusantara, peningkatan budaya baca dan literasi, standardisasi perpustakaan dan akreditasi, dan dukungan jejaring kemitraan,” tuturnya.
Empat program itu kemudian di dalam rancangan RPJMN 2025-2029 yang didiskusikan dengan Bappenas mewujud pada nomenklatur program yang ada dalam RPJMN 2025-2029. Pertama untuk kegiatan pembangunan satu, peningkatan kualitas layanan perpustakaan, kegiatan pembangunan dua peningkatan budaya kegemaran membaca, kemudian pelindungan dan pelestarian budaya yang kemudian diturunkan menjadi program yang lebih operasional. Di sana Perpusnas sudah memetakan program apa saja yang akan diampu selama 2025-2029.
“Hasil kegiatan membaca anak-anak Indonesia memang masih rendah. Oleh karena itu mulai 2024 atau awal tahun ini kami menggagas program yang kami sebut sebagai penyediaan lokus baca di tingkat desa/kelurahan di 10 lokasi,” urai Aminuddin.
“Itu tidak selalu harus ada bangunan perpustakaannya tetapi yang kami pentingkan adalah lokus baca yang mungkin akan terjadi di balai desa, mungkin akan ada juga di kantor PKK misalnya, mungkin juga akan ada yang di aula. Ini bergantung kreativitas dari daerah sendiri dan itu kami dukung di masing-masing tempat dengan 1.000 judul buku. Ini semua adalah buku yang dikhususkan untuk anak-anak sekolah dasar dan PAUD. Jadi ini adalah buku bacaan, bukan buku teks dan buku pengetahuan yang rumit-rumit,” lanjutnya.
Penyediaan 1.000 buku bacaan ini sendiri dilakukan juga dengan menyediakan fasilitas pada anak-anak kita supaya mereka bisa mengakses buku itu dengan mudah dan cepat di desa masing-masing. Untuk pemanfaatannya, Perpusnas bekerja sama dengan Kementerian Desa yang akan memberikan dukungan untuk penyediaan tenaga pengelolanya.
“Jadi biaya operasional untuk tenaga pengelola tidak dari Perpusnas, melainkan dialokasikan dari Dana Desa. Ini sudah berjalan mereka diberikan pelatihan bagaimana memanfaatkan buru,” kata dia.
Perpusnas juga memiliki program penyediaan buku dalam konteks program yang disebut transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial (TPBIS). Dalam program ini bukan penyediaan buku untuk anak-anak tapi buku yang mendorong pemberdayaan masyarakat sekitar wilayah itu sesuai potensi yang ada.
Masyarakat diberikan akses yang terbuka dan mereka boleh mengusulkan kepada Perpusnas keterampilan apa yang ingin mereka kembangkan dan ingin mendapatkan bukunya.
“Program lain yang menjadi fokus kami terkait dengan revitalisasi manuskrip. Ini menjadi hal yang cukup serius karena dari data Perpusnas, manuskrip di Indonesia ada sekitar 120 ribu. Tetapi yang sudah tersimpan di Perpusnas baru sekitar 12 ribuan saja atau sekitar 10%. Lalu yang sudah didigitalisasi jumlahnya juga baru sekitar 6 ribuan atau 50%. Sisanya ada yg dimiliki masyarakat, lembaga, organisasi masyarakat, dan masyarakat adat,” ujar Aminuddin.
Menurut Aminuddin, manuskrip ini sangat rentan untuk rusak karena ringkih dan mudah diperdagangkan di luar. Oleh karena itu pihaknya sangat membutuhkan dukungan anggaran untuk membantu para pemilik manuskrip ini supaya untuk tetap lestari. Dia percaya bahwa manuskrip ini aset yang sangat berharga.
“Di situ tersimpan nilai-nilai pengetahuan yang sangat luhur dan banyak yang belum dilakukan penelitiannya. Sehingga kami ingin manuskrip milik nusantara ini betul-betul bisa dilindungi, jangan sampai rusak atau sampai berpindah tangan dan tidak ada lagi di tanah air ini,” pungkasnya. (H-2)