PARTAI Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menemukan 386 kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara dan Kepala Desa (Kades) di Jawa Tengah pada Pilkada 2024. Pelanggaran ini dilakukan secara masif dan struktur untuk memenangkan salah satu pasangan calon.
“Trend tidak berhenti hanya di pilpres, tapi juga cawe-cawe Jokowi ini perannya sangat terlihat di Pilkada. Misalnya di Jawa Tengah kami menemukan 386 kasus pelanggaran netralitas ASN dan kepala desa yang dikerahkan untuk mendukung paslon tertentu,” jelasnya di Jakarta pada Rabu (6/11).
Dari temuan tersebut, setidaknya ada lima Kepala Desa di Kabupaten Boyolali yang telah dilaporkan kepada Bawaslu. Salah satu pola yang dilakukan untuk mempengaruhi pemilih adalah dengan melakukan melalui aparat penegak hukum kepada kepala desa.
“Di Kabupaten Boyolali, kami sudah melaporkan itu yang terindikasi tidak netral. Pola cawe-cawe ini tidak terjadi secara parsial, tapi kami melihat ini sistem komando dari tingkatan polda, polres dan polsek lalu camat hingga kepada kepala desa,” imbuhnya.
Ronny memaparkan teman-temuan kecurangan tersebut telah dilaporkan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) pusat, namun hingga saat ini belum belum ada tindak lanjut ataupun pemberlakuan sanksi.
“Ada rekomendasi kepada BKN untuk menjatuhkan sanksi, tetapi oleh BKN Jawa Tengah dan Yogyakarta, yang wilayahnya di Yogyakarta, itu menyerahkan kepada, mengirimkan kepada BKN Pusat. Yang sampai saat ini, sanksi dari BKN Pusat itu tidak diturunkan kepada lima camat yang terbukti telah melakukan pelanggaran terkait dengan netralitas,” tuturnya.
Atas dasar itu, untuk mengantisipasi melebarnya praktik cawe-cawe Jokowi dalam Pilkada, PDIP saat ini telah membuka 10 ribu posko pengaduan di Jawa Tengah.
“Maka hal-hal yang kami lakukan di Jawa Tengah, kami membentuk posko hukum 10.000 posko. Itu adalah adanya di rumah-rumah masyarakat yang ikut mengawasi kecurangan-kecurangan atau intimidasi-intimidasi yang terjadi,” katanya.
Ronny berharap dengan adanya pengawasan ini, masyarakat dapat memilih pasangan calon berdasarkan hati nurani. Tanpa adanya intervensi yang dari pihak luar.
“Dan kami percaya bahwa, PDI Perjuangan percaya bahwa masyarakat bisa memilih dengan apa yang menjadi pilihan mereka, dan mereka harus bebas dari intervensi. Mereka bisa memilih dengan hati nurani mereka,” imbuhnya.
Tak hanya pengerahan massa, praktik pork barrel politics atau politik gentong babi pada periode elektoral dengan tujuan merebut suara dan dukungan pemilih pada Pilkada 2024 berpotensi kembali terjadi.
Ronny menjelaskan bahwa pemerintah secara sistematis tengah menggelontorkan bantuan sosial di berbagai daerah. Khusus di wilayah Jawa Tengah, pihaknya telah mencatat ada sekitar Rp71,9 Miliar bantuan sosial yang akan digelontorkan di Semarang dalam waktu dekat.
Selain Jawa Tengah, lanjut Ronny, pola kekurangan serupa juga terjadi di beberapa wilayah seperti Jawa Timur, Banten, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, hingga Maluku dan Papua.
“Di Sulawesi Utara ada pemanggilan kepolisian dan kepala desa secara serentak untuk mendukung paslon tertentu. Pemanggilan ini sistemik dan tidak berdiri sendiri, jika tidak ditindak akan merusak iklim demokrasi,” tegasnya.
Ronny berharap, Presiden Prabowo Subianto bisa menunjukkan integritasnya dengan tidak mengintervensi proses Pilkada. Ia juga mendesak agar segera memanggil Kapolri untuk segera mengevaluasi dan mencopot kepala polda yang memberikan dukung di Pilkada berbagai daerah.
“Ini merupakan harapan dari masyarakat agar demokrasi yang rusak pasca pilpres yang kemarin itu tidak kembali terjadi. Diharapkan proses demokrasi ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan, tapi faktanya anggota kepolisian banyak tidak tunduk terhadap instruksi presiden,” katanya (P-5)