
BANYAK pasien program kehamilan dengan fertilisasi in vitro (IVF) atau bayi tabung memilih menunda prosedur mereka selama bulan Ramadan karena khawatir hasilnya tidak maksimal. Namun, menurut Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Mohammad Haekal, kekhawatiran tersebut tidak berdasar.
Dalam sesi Live Instagram Fertility Talk @rsabhk, Rabu (5/3), Haekal menegaskan bahwa puasa justru memiliki manfaat kesehatan yang dapat mendukung keberhasilan program IVF.
Ia menjelaskan bahwa tubuh mengalami perubahan metabolisme saat puasa, yang menyebabkan proses "sel hunger", di mana sel-sel tubuh menghilangkan sel yang kurang baik. Proses ini mendukung regenerasi sel dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.
Pasien IVF umumnya mengkhawatirkan beberapa hal, salah satunya adalah anggapan bahwa puasa dapat menurunkan efektivitas program bayi tabung. Selain itu, ada juga kekhawatiran mengenai tingkat stres dan depresi yang dapat memengaruhi keberhasilan program.
Namun, menurut Haekal, penelitian membuktikan bahwa puasa justru menurunkan tingkat kecemasan. Ia menegaskan bahwa berdasarkan studi, total skor kegugupan atau anxiety menurun saat seseorang berpuasa.
Secara psikologis, pasien yang berpuasa juga cenderung lebih siap menghadapi hasil program IVF, baik positif maupun negatif.
Terkait asupan makanan dan minuman yang berkurang selama puasa, dr. Haekal memastikan bahwa hal tersebut tidak berdampak negatif pada keberhasilan IVF. Ia menjelaskan bahwa defisit kalori justru dapat meningkatkan efektivitas "sel hunger" yang membantu tubuh menyingkirkan sel-sel yang kurang baik. Menurut penelitian, pasien yang berpuasa hanya membutuhkan sedikit penyesuaian dosis hormon stimulasi, dengan durasi stimulasi yang sedikit lebih panjang. Namun, hasil akhirnya tetap sama.
Sementara itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara pasien yang berpuasa dan yang tidak dalam hal kualitas telur dan embrio.
Bahkan, angka keberhasilan kehamilan hingga kelahiran (live birth rate) cenderung lebih tinggi pada pasien yang menjalani puasa. Meski secara statistik tidak terlalu signifikan, hal ini menandakan bahwa puasa tidak memengaruhi keberhasilan IVF secara negatif.
Pertanyaan lain yang sering muncul adalah apakah prosedur IVF seperti penyuntikan hormon atau pengambilan telur (ovum pick-up) dapat membatalkan puasa. Menanggapi hal ini, dr. Haekal menegaskan bahwa prosedur tersebut tidak membatalkan puasa karena tidak melibatkan saluran cerna.
Penyuntikan hormon dilakukan di perut, kulit, atau otot, sehingga tidak berpengaruh terhadap status puasa. Selain itu, pengambilan telur umumnya dilakukan di pagi hari, sehingga pasien disarankan untuk mengonsumsi cairan yang cukup saat sahur agar terhindar dari dehidrasi.
Penelitian terbaru tahun 2024 menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan kualitas sel telur dan embrio, terutama pada wanita yang memiliki cadangan sel telur rendah atau mengalami penuaan sel telur. Puasa dapat menekan proses penuaan dan oksidasi dalam sel telur, sehingga kualitasnya tetap terjaga. Fungsi mitokondria juga meningkat, yang berarti produksi energi seluler lebih optimal.
Bagi pasien yang ingin tetap menjalani program hamil selama Ramadan, dr. Haekal menyarankan untuk menjaga hidrasi tubuh dengan memastikan asupan cairan cukup saat sahur dan berbuka. Selain itu, penting untuk mengonsumsi makanan bergizi, seperti makanan berkuah, rendah minyak, tinggi protein, serta karbohidrat kompleks agar kenyang lebih lama.
Makanan yang dapat memicu lonjakan gula darah sebaiknya dihindari, seperti gorengan, makanan manis berlebihan, dan santan. Kurma, dengan indeks glikemik stabil, dapat menjadi pilihan yang lebih baik.
Dengan pemahaman yang tepat, pasien IVF tidak perlu khawatir menjalani program bayi tabung saat Ramadan. Dengan pola makan yang baik dan hidrasi yang cukup, program hamil tetap dapat berjalan optimal tanpa perlu ditunda hingga setelah bulan puasa. (Z-10)