
KETUA Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur mengungkapkan Indonesia berpotensi turut terkena dampak dari tarif impor oleh Amerika Serikat (AS). Pernyataan tersebut diperoleh setelah Sobur bertanya langsung kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso. Sobur menjelaskan Indonesia tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas (free Trade Agreement/FTA) dengan AS dan kini menjadi anggota blok ekonomi yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan atau BRICS.
"Saya tanya langsung ke Mendag, katanya belum ada sampai saat ini (soal tarif impor). Tapi, (kata Mendag) nada-nadanya sih Indonesia bisa dikenakan tarif. Kita kan tidak punya FTA dengan AS, ini rawan sekali," ujar Sobur dalam Penutupan IFEX 2025 di JIEXpo, Minggu (9/3).
Pengusaha mebel pun mengaku ketar-ketir mengenai peluang Indonesia dikenakan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump. "Ketika misalnya Trump membuat semacam balasan, 'You kan Indonesia sudah masuk BRICS, kalau gitu kita berikan (tarif impor)', mati lah kita pak," kata Sobur.
Menurut Ketua Himki itu, pengenaan tarif impor AS diberlakukan secara merata bagi semua mitra dagang yang dianggap mengancam kepentingan politik maupun ekonomi Negara Paman Sam. Ini terlihat dari keputusan Trump pada Selasa (4/3), yang menaikkan tarif impor pada barang dari Tiongkok menjadi sebesar 20%. Pengenaan tarif juga diterapkan pada barang-barang impor dari Kanada dan Meksiko sebesar 25%.
"Kebijakan AS ini seperti memberikan ekualitas kepada siapapun mitra dagangnya. Meksiko, Kanada sudah dibantai, Tiongkok juga dihantam," ucap Sobur.
Sementara, Co-Founder & Design Director Djalin Furniture, Sita Fitriana mengaku menaruh perhatian mengenai potensi dampak perang dagang AS dengan mitra lainnya. Pasalnya, secara komposisi penjualan produk furnitur rotan Djalin lebih besar ke pasar ekspor dengan Asia, Eropa dan AS menjadi pangsa utama.
"Kita sebetulnya agak concern (perhatian) dengan isu ini. Buyers kita banyak dari AS, Eropa dan Asia," ucapnya.
Kendati di tengah ketidakpastian global dan pelemahan daya beli masyarakat, Sita berharap permintaan ekspor furnitur dari Indonesia masih terus melaju.
"Harapannya supaya market global furnitur tidak terlalu terdampak besar. Kita masih optimistis industri ini masih berkembang baik ke depannya," ucapnya.
IFEX merupakan salah satu pameran furnitur dan kerajinan internasional terbesar. Pameran tahun ini menghubungkan lebih dari 12.000 buyers atau pembeli dari dalam negeri maupun mancanegara. Himki mencatat selama empat hari pergelaran IFEX 2025 dari Kamis-Minggu, 6-9 Maret 2025, tercatat transaksi on the spot mencapai US$350 juta atau setara Rp5,7 triliun (kurs Rp16.294). Angka ini lebih tinggi dari capaian tahun lalu yang sebesar US$300 juta. (Ins)
Caption:
Dok: Insi
Images