TUMOR hipofisis memiliki dampak terhadap kesehatan bisa sangat serius. Kelenjar kecil ini terletak di dasar otak dan berfungsi sebagai pusat pengatur utama hormon, mengendalikan segala hal mulai dari pertumbuhan, reproduksi, hingga metabolisme.
Ketika terjadi gangguan di kelenjar ini, tubuh akan mengalami ketidakseimbangan hormon yang bisa berdampak pada berbagai fungsi tubuh. Gejala tumor hipofisis bisa sulit dikenali pada awalnya, seperti sakit kepala ringan atau perubahan penglihatan.
Banyak orang tidak menyadari faktor risiko yang mungkin membuat lebih rentan terhadap tumor ini . Dengan memahami faktor risiko dan gejala awal, kita dapat mengetahui lebih cepat dan melakukan pengobatan tepat waktu untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Mengenal Tumor Hipofisis dan Empat Jenis-nya
Tumor hipofisis atau Tumor Pituitari adalah kondisi ketika terbentuknya massa berlebih karena adanya pertumbuhan sel abnormal pada kelenjar bernama Pituitari. Kelenjar ini terletak di dasar otak (tepatnya belakang hidung bagian atas), berfungsi sebagai "pengatur utama" berbagai hormon tubuh, termasuk hormon pertumbuhan dan hormon reproduksi.
Tumor yang terbentuk di kelenjar ini biasanya bersifat jinak atau nonkanker. Oleh karena itu tumor ini biasanya tidak menyebar atau bermetastasis ke bagian tubuh lain.
Data dari American Cancer Society menunjukkan bahwa tumor hipofisis menyumbang sekitar 10-15% dari semua tumor otak yang terdiagnosis, dengan prevalensi lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.
Pada tahap awal, tumor hipofisis sering kali tidak menunjukkan gejala, yang membuatnya sulit dideteksi. Banyak pasien baru menyadari adanya masalah ketika gejala-gejala mulai muncul, sehingga penting untuk memahami tanda-tanda awal dan faktor risiko yang ada. Menyadari hal ini, individu dengan gejala atau riwayat keluarga terkait diharapkan bisa segera mendapatkan diagnosis dan pengobatan dini.
Sebelum mengenal lebih jauh gejala dan faktor risikonya, mari kita ketahui empat jenis tumor Hipofisis yang paling umum terjadi. Berikut penjelasan dari empat jenis tumor hipofisis yang paling banyak ditemui pada pasien:
- Nonfunctional adenoma (null cell adenoma)
Ini merupakan jenis tumor hipofisis yang paling banyak ditemukan. Tumor ini tidak menyebabkan peningkatan produksi hormon tertentu, sehingga sering tidak menunjukkan gejala spesifik, terutama jika ukurannya masih kecil.
Namun, jika sudah membesar dan menekan area otak di sekitarnya, tumor ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan serta sakit kepala.
- Prolactin-producing tumor (prolactinoma)
Tumor ini menyebabkan kelenjar pituitari memproduksi hormon prolaktin secara berlebihan. Pada wanita, kondisi ini bisa mengganggu siklus menstruasi dan menyebabkan produksi ASI berlebihan, meskipun mereka tidak sedang hamil atau menyusui.
- ACTH-producing tumor (corticotroph adenoma)
Dikenal juga sebagai adenoma kortikotrof, tumor ini memicu peningkatan produksi hormon ACTH (adrenokortikotropik). Kondisi ini dapat menyebabkan sindrom Cushing, yang ditandai dengan penumpukan lemak di area wajah, leher, punggung, perut, dan dada.
- Growth hormone-producing tumor (somatotroph adenoma)
Tumor jenis ini merangsang produksi hormon pertumbuhan secara berlebihan. Pada anak-anak, hal ini bisa menyebabkan gigantisme, yaitu pertumbuhan tulang yang berlebihan sehingga anak menjadi sangat tinggi dan besar. Pada orang dewasa, hormon pertumbuhan yang berlebihan dapat menyebabkan akromegali, dengan pembesaran pada jaringan lunak dan tulang secara tidak normal.
Faktor Risiko Tumor Hipofisis
Beberapa faktor risiko yang berpotensi meningkatkan peluang seseorang dalam mengidap tumor hipofisis:
1. Riwayat genetik memiliki peran penting. Individu dengan anggota keluarga yang memiliki tumor hipofisis atau sindrom genetik seperti Multiple Endocrine Neoplasia Type 1 (MEN1) cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa
2. Tumor hipofisis lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Meski penyebab pastinya belum jelas, hormon reproduksi kemungkinan berkontribusi terhadap perkembangan tumor.
3. Tumor hipofisis biasanya terjadi pada orang dewasa antara 30 hingga 50 tahun, dengan insidensi yang meningkat seiring bertambahnya usia. Puncaknya umumnya berada pada dekade ketiga hingga keenam kehidupan.
Selain itu, ada beberapa kondisi medis keturunan yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan tumor hipofisis, antara lain:
- Multiple endocrine neoplasia tipe 1 (MEN 1)
- Multiple endocrine neoplasia tipe 4 (MEN 4)
- Carney complex
- Sindrom McCune-Albright
Namun, sebagian besar perubahan genetik yang menjadi dasar pembentukan tumor pituitari bukanlah faktor turunan, melainkan diakibatkan oleh paparan zat penyebab kanker seperti radiasi atau bahan kimia tertentu.
Gejala Tumor Hipofisis Berdasarkan Ukuran dan Fungsi
Tidak semua pasien dengan tumor hipofisis mengalami gejala, dan sering kali keberadaan tumor baru terdeteksi saat menjalani pemeriksaan untuk kondisi medis lain. Namun, saat gejala muncul, mereka bisa sangat bervariasi, tergantung pada ukuran tumor serta jenis hormon yang terdampak.
Jika tumor berukuran besar (makroadenoma) dan mulai menekan jaringan sekitarnya, termasuk saraf dan otak, beberapa gejala yang dapat muncul adalah sakit kepala, gangguan penglihatan seperti penglihatan kabur atau ganda, dan kehilangan penglihatan perifer. Pasien juga mungkin mengalami rasa kebas atau nyeri pada wajah, pusing, kejang, pingsan, mual, serta muntah.
Apabila tumor memengaruhi produksi hormon tertentu, gejala akan bergantung pada jenis hormon yang diproduksi berlebih atau kekurangan. Jika kadar hormon terlalu rendah, pasien mungkin merasa lelah, mengalami disfungsi seksual, perubahan siklus menstruasi, mual, kedinginan, penurunan atau peningkatan berat badan tanpa sebab jelas, tekanan darah rendah, rambut rontok, pembesaran payudara pada pria, atau mengalami diabetes insipidus.
Sementara itu, kadar hormon yang berlebihan juga memiliki dampak spesifik. Kelebihan hormon ACTH, misalnya, dapat memicu sindrom Cushing yang ditandai dengan penumpukan lemak di beberapa area tubuh, wajah yang membengkak, depresi, mudah memar, perubahan siklus menstruasi, dan peningkatan kadar gula darah. Kelebihan hormon pertumbuhan pada anak-anak menyebabkan gigantisme, sementara pada orang dewasa bisa mengakibatkan akromegali yang mencakup perubahan wajah, pembesaran tangan dan kaki, serta nyeri sendi.
Produksi berlebihan hormon LH dan FSH dapat mengakibatkan gangguan fertilitas pada wanita dan pembesaran testis pada pria. Pada wanita, kelebihan hormon prolaktin menyebabkan gangguan menstruasi dan keluarnya ASI tanpa menyusui, sedangkan pada pria, dapat menyebabkan pembesaran payudara, disfungsi ereksi, dan osteoporosis. Jika hormon TSH berlebih, pasien bisa mengalami gejala hipertiroidisme, seperti penurunan berat badan, detak jantung tidak teratur, mudah berkeringat, dan gangguan tidur.
Selain menghasilkan hormon berlebih, tumor hipofisis juga dapat mengganggu produksi normal hormon kelenjar hipofisis. Gejala dari penurunan hormon ini bisa meliputi kelelahan ekstrem, penurunan berat badan, tekanan darah rendah, kehilangan rambut tubuh, serta perubahan menstruasi pada wanita dan disfungsi seksual pada pria. Kondisi ini dapat memperburuk kualitas hidup pasien, sehingga diagnosis dan perawatan dini sangat disarankan.
Nah, dengan mengenali faktor risiko dan gejala awal tumor hipofisis, masyarakat bisa lebih waspada dan mencari bantuan medis lebih cepat. Tumor hipofisis mungkin sulit dideteksi pada awalnya, tetapi memahami risiko dan gejala dapat mempercepat penanganan yang tepat dan mencegah komplikasi serius. (Cancer,org/Alodokter/SiloamHospital/P-5)