
Bupati Karo Antonius Ginting berencana mendaftarkan kuliner khas daerahnya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Langkah ini bertujuan melestarikan kekayaan budaya Karo sekaligus memperkenalkan kuliner tradisional kepada masyarakat luas.
"Kita akan menggali kekayaan budaya Karo, khususnya di sektor kuliner khas Karo yang nantinya akan didaftarkan menjadi warisan tak benda, dipatenkan ke pemerintah pusat," ujar Antonius, Minggu (9/3).
Dia belum menyebutkan kandidat kuliner khas Karo yang akan didaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Namun, sejumlah hidangan tradisional Karo dinilai layak untuk mendapat pengakuan tersebut.
Saat ini, belum ada kuliner khas Karo yang tercatat sebagai WBTB Indonesia. Namun tokoh masyarakat Karo, John Modal Pencawan, menuturkan bahwa kuliner tradisional Karo memiliki nilai budaya yang kuat dan masih populer hingga kini. "Banyak makanan khas Karo yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dan patut diakui sebagai warisan budaya," ujarnya.
Salah satu kuliner yang disebutnya adalah pagit-pagit, masakan berbahan dasar isi perut sapi atau kerbau yang dimasak dengan rempah-rempah, santan, takokak, dan daun singkong. Hidangan ini memiliki cita rasa khas yang kuat dan menjadi favorit dalam berbagai kesempatan.
Kemudian tasak telu, yang dalam bahasa Karo berarti masakan tiga jenis. Hidangan ini dibuat dari ayam kampung yang dicampur dengan darah atau hati ayam, daun ubi jalar, dan kelapa parut.
Rasa khasnya berasal dari perpaduan andaliman, bunga asam, serai dan cabai rawit. Tasak Telu dulu hanya disajikan dalam acara adat tertentu, tetapi sekarang bisa dinikmati di rumah makan khas Karo di Kabanjahe, Berastagi, hingga Kota Medan serta di berbagai daerah lain di Tanah Air.
Kuliner lain yang berpotensi masuk daftar WBTB adalah cipera, makanan berbahan dasar tepung jagung yang biasa disajikan dalam ritual adat. Selain bernilai historis, cipera juga menyimbolkan kebersamaan dan penghormatan terhadap tamu.
Lalu ada cimpa, kue tradisional khas Karo yang terbuat dari beras ketan yang dikukus. Kue ini berisi inti berupa campuran kelapa parut dan gula merah dan dibungkus dengan daun singkut atau daun pisang.
Di Sumatra Utara, tercatat sudah ada beberapa makanan yang diakui sebagai WBTB Indonesia. Di antaranya holat, hidangan khas Padang Bolak berbahan pakkat (tunas rotan) dengan bumbu dari kulit dalam tanaman balakka.
Lalu toge panyabungan, makanan manis khas Kota Panyabungan yang sering muncul saat Ramadan. Ada juga babae dari Nias Selatan, yakni makanan berbahan kacang kedelai atau kacang hijau.
Selain itu, ada halua langkat, manisan khas Langkat yang dibuat dari buah dan sayur yang diawetkan dengan gula. Kemudian itak poul-poul, kue khas Mandailing yang sering disajikan saat Natal, juga telah terdaftar sebagai WBTB Indonesia.(E-2)