
SEBAGAI pengelola dana haji, BPKH memegang teguh amanah umat dengan menjalankan prinsip aman, transparan, akuntabel, dan sesuai syariah. Dengan strategi investasi yang hati-hati dan inovasi berkelanjutan, BPKH mengubah titipan suci ini menjadi mesin kebaikan yang berkontribusi pada pembangunan nasional dan kesejahteraan umat.
Tantangan besar BPKH adalah beroperasi tanpa modal awal, saham, ekuitas, atau cadangan kerugian dari laba bersih sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014. Hal itu berbeda dengan aturan pada perseroan terbatas yang wajib menyisihkan 20% laba untuk cadangan.
Anggota Badan Pelaksana Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas BPKH Indra Gunawan mengungkapkan revisi undang-undang diperlukan agar BPKH dapat mengalokasikan “dana cadangan” misalnya dari Dana Abadi Umat, yang kini dana kelolaannya telah mencapai Rp3.86 triliun.
Selain itu, BPKH juga berinovasi dengan rekening virtual yang menjadi berkah bagi jemaah yang masih menunggu pemberangkatan haji. Sebagai bentuk keadilan bagi 5,5 juta calon jemaah yang masih dalam antrean, BPKH menghadirkan inovasi rekening virtual. Sejak 2018, total penyaluran dana bagi jemaah yang masih menunggu mulai Rp800 miliar di 2018, kini sudah terakumulasi hingga Rp18,3 triliun pada 2025.
“Saldo setoran awal jemaah yang semula Rp25 juta kini tumbuh menjadi sekitar Rp28 juta, membuktikan bahwa BPKH terus berupaya menghadirkan manfaat bagi seluruh calon haji, baik yang sudah berangkat maupun yang masih menunggu,” jelas Indra Gunawan.
Keuangan Syariah sebagai Solusi Bangsa
Dengan tingkat pengembalian investasi dari 5,45% pada tahun 2018 menjadi 6,9% diakhir tahun 2024 BPKH telah memberikan kontribusi signifikan terhadap jemaah berangkat dan jemaah haji tunggu.
Selain itu, Dana Abadi Umat (DAU) senilai Rp3.86 triliun yang bisa dijadikan modal/ekuitas/saham yang dikelola BPKH dan hasil pengelolaannya digunakan untuk program kemaslahatan, seperti bantuan bencana, pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa pengelolaan keuangan syariah dapat memberikan manfaat luas bagi umat dan negara.
Dalam menghadapi kenaikan biaya haji akibat inflasi dan fluktuasi kurs, BPKH terus berkontribusi meringankan beban jemaah. Pada 2022, BPKH menanggung 59% Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), setara dengan Rp57,7 juta per jemaah. Pada 2024, kontribusi ini mencapai 40% (Rp37,3 juta) dari total BPIH sebesar Rp93,4 juta, dan pada 2025, BPKH masih menanggung 38% (Rp33,8 juta) dari total BPIH Rp89,4 juta.
Sedang pada kesempatan terpisah, Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah menyatakan agar dapat terus menjaga keberlanjutan manfaat bagi umat, dukungan terhadap revisi Undang-Undang Keuangan Haji sangat krusial.
“Dengan penguatan regulasi, BPKH dapat memastikan pengelolaan dana haji yang lebih aman, adil, dan berkelanjutan bagi seluruh umat Islam di Indonesia,” ujar Fadlul. (M-3)