Dinilai Diskriminatif, Batasan Usia CPNS Digugat ke Mahkamah Konstitusi

3 hours ago 1
Dinilai Diskriminatif, Batasan Usia CPNS Digugat ke Mahkamah Konstitusi Peserta seleksi kompetensi dasar (SKD) calon pegawai negeri sipil (CPNS) Tahun 2024 Pemerintah Kabupaten Seluma(ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.)

Dinilai Diskriminasi, Batasan Usia CPNS Digugat ke Mahkamah Konstitusi

BATAS usia  menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) lulusan S-1 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Aturan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) itu dinilai diskriminatif.

Pemohon gugatan, Erwin Febriansyah mengatakan perbedaan batas usia untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) antara lulusan S-1 dan SMA/SMK serta Orang Asli Papua (OAP) dan Orang Bukan Asli Papua, menimbulkan ketidakadilan.

“Pendidikan S1 memakan waktu dengan normal 3,5 sampai 4 tahun. Dengan waktu pendidikan yang lama, batas usia CPNS S1 Umum semestinya dinaikkan menjadi 37 atau 38 tahun,” ujar Erwin dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK pada Senin (10/3). 

Erwin juga mempersoalkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Nomor 320 Tahun 2024 tentang Mekanisme Seleksi Pengadaan Pegawai Negeri Sipil Tahun Anggaran 2024, dan Keputusan Menpan-RB Nomor 350 Tahun 2024 tentang Mekanisme Seleksi Pengadaan Pegawai Negeri Sipil di Wilayah Papua Tahun 2024. 

Menurut dia, tidak adil batas usia CPNS lulusan S1 disamakan dengan CPNS lulusan SMA/SMK yaitu 35 tahun. Selain itu, perbedaan batas usia CPNS OAP mencapai 48 tahun juga tidak adil bagi Orang Bukan Asli Papua. 

Pemohon dalam petitumnya memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan UU ASN, Keputusan Menpan-RB Nomor 320 Tahun 2024, serta Keputusan Menpan-RB Nomor 350 Tahun 2024 bertentangan dengan Pasal 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis serta bertentangan dengan Pasal 29I UUD 1945.

Menanggapi gugatan tersebut, Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam nasihatnya mengatakan permohonan tersebut belum sesuai sistematika permohonan yang ditentukan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021). 

Arsul menyarankan Pemohon untuk menjadikan perkara yang diputus kabul oleh Mahkamah sebagai referensi untuk menyusun permohonan.

Apalagi, kata Arsul, Pemohon tidak menyebutkan pasal tertentu dalam UU ASN yang diuji terkait dengan permasalahan yang disebutkannya dalam persidangan. Pemohon juga justru lebih menjelaskan terkait Keputusan Menpan-RB yang dipersoalkannya.

“Berarti Bapak harus perginya (mengujinya) ke Mahkamah Agung bukan ke Mahkamah Konstitusi,” kata Arsul seraya menegur posisi duduk Pemohon yang terlihat dari layar.

Sebelum menutup persidangan, Saldi mengatakan Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan permohonan paling lambat harus diterima Mahkamah pada Senin, 24 Maret 2025. (H-4)

Read Entire Article
Global Food