
Industri jasa keuangan global tengah berada di ambang transformasi besar dalam sektor post-trade. Perubahan ini bukan sekadar teknis, melainkan menyentuh aspek fundamental, mulai dari percepatan penyelesaian transaksi, otomatisasi proses, adopsi aset digital, hingga pemanfaatan kecerdasan buatan generatif (GenAI). Semua inisiatif ini diarahkan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih efisien, tangguh, dan adaptif menghadapi tantangan baru.
Head of Investor Services Citi, Chris Cox, menilai industri kini berada pada titik balik penting. “Mulai dari percepatan settlement hingga otomatisasi layanan aset, arah kolektif pelaku pasar global menuju tema yang sama, yaitu efisiensi dan inovasi. Fokus kini ada pada T+1, eksplorasi aset digital, dan uji coba GenAI dalam operasional. Di Citi, kami aktif mendampingi klien memanfaatkan peluang ini melalui solusi digital dan data yang strategis,” ujarnya.
Transformasi global ini juga membawa dampak signifikan ke Indonesia. CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi, menekankan bahwa percepatan pembayaran, adopsi aset digital, dan penggunaan AI akan membuka peluang baru bagi industri keuangan nasional serta memperkuat fondasi ekonomi digital. “Dengan jaringan global dan solusi digital komprehensif, Citi Indonesia berkomitmen mendukung klien institusional menghadapi perubahan besar ini,” katanya.
Whitepaper tahunan Citi edisi kelima, Securities Services Evolution, menegaskan arah perubahan tersebut. Melibatkan 537 pemimpin industri, jumlah partisipasi terbesar hingga kini, laporan ini untuk pertama kalinya menyoroti peran GenAI dalam ekosistem post-trade. Responden berasal dari beragam latar, mulai dari lembaga infrastruktur pasar keuangan (FMI), kustodian, bank, broker-dealer, manajer aset, hingga investor institusional.
Beberapa sorotan utama transformasi yang terungkap antara lain:
- Stablecoin terbitan bank sebagai katalis. Diproyeksikan 10% perputaran pasar akan melibatkan aset digital dan tokenisasi sekuritas pada 2030, dengan stablecoin berperan penting mendukung efisiensi dan tokenisasi dana maupun sekuritas nonpublik.
- Beban kerja percepatan T+1. Sebanyak 76% perusahaan akan aktif menggarap inisiatif T+1 pada 2025, dengan 48% di antaranya masih fokus pada proyek Amerika Utara untuk mengoptimalkan sistem internal.
- Otomatisasi di Eropa dan Inggris. Modernisasi teknologi lama, perbaikan proses internal, dan perpanjangan jam operasional menjadi syarat mutlak untuk mendukung implementasi T+1 di kawasan tersebut.
- Uji coba GenAI di post-trade. Sebanyak 86% responden sedang menguji GenAI, dan 57% di antaranya fokus pada rekonsiliasi, pelaporan, serta settlement. Investor institusional menjadi pionir dalam pemanfaatan teknologi ini.
- Asia Pasifik memimpin adopsi aset digital. Tingginya penggunaan kripto ritel dan dukungan regulasi menjadikan kawasan ini pionir dalam proyek aset digital.
Head of Custody Citi, Amit Agarwal, menambahkan bahwa transformasi menuju aset digital dan GenAI adalah sinyal kesiapan klien dalam mengubah model bisnis mereka.
“Kustodian akan memainkan peran utama dalam tokenisasi sekuritas pada 2030. Citi pun terus membangun solusi inovatif untuk menjawab kebutuhan kustodian aset digital di tengah konvergensi aset tradisional dan digital,” jelasnya.
Transformasi ini menegaskan bahwa industri post-trade bukan lagi sekadar urusan back office. Ia telah menjadi medan utama inovasi, tempat teknologi digital dan kecerdasan buatan membuka jalan menuju masa depan sistem keuangan yang lebih cepat, tangguh, dan inklusif. (E-3)