Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Senin (7/4/2025)( ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU)
OPERASI gabungan Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Bea Cukai-Direktorat Jenderal Pajak) dan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara Polri mengungkap dugaan pelanggaran ekspor CPO oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dalam hal ini, barang diberitahukan sebagai fatty matter, yakni kategori yang tidak dikenakan bea keluar dan tidak termasuk larangan dan pembatasan (lartas) ekspor.
Namun hasil uji laboratorium Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) dan IPB University menunjukkan produk merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO. Karena itu ia berpotensi terkena bea keluar dan kewajiban ekspor.
Adapun total barang adalah 87 kontainer yang diberitahukan dalam tujuh pemberitahuan ekspor barang (PEB) dengan total berat bersih 1.802 ton senilai Rp28,7 milliar.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyebut penyelidikan dilakukan setelah ada kejanggalan peningkatan ekspor fatty matter yang signifikan.
"Beberapa waktu yang lalu telah dilakukan kegiatan pendalaman dengan sistem mirroring analisis Satgasus terhadap PT MMS terkait dengan adanya lonjakan yang luar biasa dari ekspor komoditas fatty matter dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, naik hampir 278%. Ini tentunya menjadi hal yang anomali dan dilakukan pendalaman oleh tim," ujar Kapolri dalam konferensi pers di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (6/11).
Sepanjang 2025, terdapat 25 wajib pajak (termasuk PT MMS) yang melaporkan ekspor fatty matter dengan total nilai PEB Rp2,08 triliun.
Berdasarkan analisis DJP, ditemukan potensi kerugian pendapatan negara akibat perbedaan harga signifikan antara dokumen tertulis (fatty matter) dan barang sesungguhnya (underinvoicing).
Dari hasil analisis awal, DJP menemukan adanya potensi kehilangan penerimaan negara sekitar Rp140 miliar akibat selisih harga (underinvoicing) antara nilai yang tercantum dalam dokumen ekspor dan harga barang sebenarnya.
Kapolri menyebut pihaknya akan melakukan pendalaman terhadap beberapa perusahaan lain. "Nanti apabila memang kita perlukan untuk melakukan proses penegakan hukum dan juga pengembalian kerugian terhadap negara, tentunya ini akan kita lakukan," tegasnya.
Terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya, yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN, DJP sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Hal ini guna memastikan kebenaran data, kesesuaian nilai transaksi, serta kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dari hasil kajian dan kegiatan lapangan ini, ditemukan pula berbagai indikasi pelanggaran antara lain manipulasi dokumen ekspor dan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, praktik underinvoice dan transfer pricing melalui perusahaan afiliasi luar negeri, pengajuan restitusi PPN fiktif menggunakan dokumen ekspor tidak sah, serta penghindaran kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) untuk produk CPO.
Sebagai informasi, pemerintah memperkuat tata kelola dan regulasi ekspor CPO dan turunannya melalui Permendag Nomor 26 Tahun 2024 sebagaimana diubah dengan Permendag Nomor 2 Tahun 2025, serta Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 32 Tahun 2024. Peraturan itu menetapkan 122 jenis produk turunan kelapa sawit beserta spesifikasi teknisnya, yang memiliki kompleksitas perbedaan teknis antarproduk, seperti kadar asam lemak dan tingkat pemurnian.
Hal itu dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan tarif bea keluar, kewajiban domestic narket obligation (DMO) atau pungutan ekspor. (H-4)

4 hours ago
1
















































