
Arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar pemenuhan impor bahan bakar minyak (BBM) untuk stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta dilakukan oleh PT Pertamina berpotensi mengarah pada praktik monopoli. Ini disampaikan praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo.
Menurutnya, SPBU swasta hadir di Indonesia dalam konteks investasi. Apalagi, regulasi yang berlaku menganut sistem terbuka yang memungkinkan pemain asing masuk ke sektor ritel, termasuk SPBU. Karena itu, kebijakan tersebut dinilai justru menghambat kemajuan.
“Ini bisa mengarah ke praktik monopoli dan menjadi kebijakan mundur. Kita butuh banyak investor dari luar untuk bisnis sektor hulu dan hilir migas,” ujar Hadi kepada Media Indonesia, Senin (15/8).
Ia menambahkan, perubahan aturan yang terlalu sering akan menimbulkan ketidakpastian iklim investasi di Indonesia. Dalam jangka pendek, kebijakan ini mungkin menguntungkan Pertamina. Namun, dalam jangka panjang, investor asing bisa berpikir dua kali untuk menanamkan modal karena regulasi yang dianggap tidak konsisten.
"Padahal, investasi di sektor hulu dan hilir, termasuk pembangunan infrastruktur migas, membutuhkan modal besar," tegas Hadi.
Pertamina pun sejatinya memerlukan sinergi dengan investor global. Hadi menjelaskan, kasus kelangkaan stok BBM di SPBU swasta meski terlihat sederhana, bisa menjadi test case atau skenario uji yang mencerminkan buruknya iklim investasi migas di Indonesia.
Hadi memperingatkan, apabila investasi migas global menurun karena iklim investasi dinilai tidak kondusif, maka investor akan mengalihkan modalnya ke negara lain. Dampaknya, tanpa investasi besar, lapangan kerja juga tidak akan tercipta dalam jumlah yang memadai.
"Jika investasi migas global di Indonesia turun, dan dinilai iklim investasi tidak kondusif, mereka akan mengalihkan investasi di tempat atau negara lain," ujarnya.
Dihubungi terpisah,Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo meminta pemerintah tidak menutup ruang pilihan masyarakat dalam mengakses BBM. Menurutnya, keberagaman pilihan merupakan prinsip penting agar konsumen bisa menentukan produk sesuai kebutuhan, kualitas, maupun harga yang kompetitif. Jika ruang tersebut ditutup, justru akan merugikan konsumen.
YLKI juga mengingatkan pemerintah agar tidak merumuskan kebijakan yang berpotensi menimbulkan praktik usaha tidak sehat. Dominasi satu perusahaan saja dalam penyediaan BBM, atau munculnya sistem single corporate dapat memunculkan monopoli pasar.
"YLKI mengingatkan pemerintah agar berhati hati terhadap praktik usaha yang tidak sehat dan dampak nya bisa merugikan konsumen jika akhirnya nanti hanya ada single corporate," terangnya.
YLKI mendorong pemerintah segera menyelesaikan persoalan tata kelola bbm dengan swasta sehingga terjamin ketersediaan alternatif pilihan bbm dimasyarakat. ketersediaan alternatif BBM dipasar memberi pesan ke publik bahwa negara hadir dalam memenuhi hak konsumen untuk memilih produk barang/jasa.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menyatakan pihaknya tengah melakukan kajian mendalam atas kelangkaan BBM nonsubisidi sejak awal tahun dan mempertebal intensitas pengawasan pada bulan ini menyusul laporan kekosongan pasokan di sejumlah SPBU swasta.
Untuk itu KPPU telah mulai mengundang berbagai pihak terkait, dan segera menyampaikan hasil kajiannya kepada publik dalam waktu dekat.
"Tindakan ini sejalan dengan prioritas KPPU di sektor energi dalam menjaga agar sektor tersebut tidak diwarnai oleh berbagai praktik monopoli yang merugikan masyarakat," tuturnya dalam keterangan resmi dikutip Senin (15/9).
Sejumlah SPBU swasta seperti Shell dan BP AKR dikatakan mengalami kelangkaan stok BBM lebih dari satu pekan. Berbagai penyebab sempat diurai, seperti perizinan impor dan tingginya konsumsi akibat peralihan ke BBM nonsubsidi menjadi sorotan. Hal ini mengundang perhatian KPPU untuk masuk ke persoalan tersebut, sejalan dengan kajian yang telah dilakukan sejak awal tahun.
Kajian tersebut berfokus pada ketersediaan, mekanisme penetapan harga, struktur pasar, serta perilaku pelaku usaha guna memastikan persaingan yang sehat dan pasokan yang andal bagi masyarakat.
Sebagai bagian dari kajian atau penelusuran tersebut, KPPU akan terus berkoordinasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pertamina, serta badan-badan usaha swasta yang menyalurkan BBM nonsubsidi.
"Kami mengajak ESDM, Pertamina, dan operator swasta untuk proaktif memenuhi undangan KPPU dan membuka data-data yang dibutuhkan. Ini bukan semata kepatuhan hukum, melainkan komitmen publik untuk menjaga keadilan pasar dan kepastian layanan bagi konsumen," tegas Fanshurullah.