Santri, Pesantren, dan Penjaga Moral Bangsa

3 hours ago 1
MI/Seno MI/Seno(Dok. Pribadi)

TANGGAL 22 Oktober 2025, yang bertepatan dengan 30 Rabiulakhir 1447 H, umat muslim di seluruh Indonesia kembali memperingati Hari Santri Nasional. Momen itu bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan sebuah penghormatan terhadap jasa para santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan serta menjaga moralitas bangsa.

Sejarah mencatat bahwa para santri tidak hanya berjuang melalui doa dan pengajaran, tetapi juga mengangkat senjata melawan penjajahan, dipandu semangat jihad fi sabilillah yang berpadu dengan cinta Tanah Air.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang memiliki peran besar dalam membentuk jati diri bangsa. Ia lahir jauh sebelum sistem pendidikan modern diperkenalkan. Dalam catatan sejarah pendidikan Nusantara, pesantren telah eksis sejak abad ke-18, menjadi pusat pengembangan ilmu agama sekaligus ruang pembinaan moral dan sosial.

Studi Dhofier (2015) menyebut pesantren sebagai sistem pendidikan berbasis nilai dan spiritualitas yang menumbuhkan kemandirian, kesederhanaan, serta tanggung jawab sosial. Nilai-nilai itu menjadikan pesantren tidak sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga benteng kebudayaan yang mengakar dalam kehidupan masyarakat.

Di ruang-ruang sederhana pesantren, para santri belajar membaca kitab, memahami tafsir, dan menghafal hadis, tapi lebih dari itu, mereka membangun karakter. Mereka ditempa dalam suasana penuh disiplin, kesabaran, dan kerja keras. Hidup mereka diwarnai dengan keseharian yang sederhana, tapi penuh makna.

Studi Masyhuri (2021) mencatat bahwa sistem pendidikan pesantren menyatukan dimensi kognitif, afektif, dan moral. Hubungan antara kiai dan santri tidak bersifat transaksional, tetapi spiritual. Penghormatan santri kepada guru bukan formalitas, melainkan bentuk pengabdian untuk memperoleh keberkahan ilmu.

Pesantren mengajarkan keseimbangan antara ilmu dan adab. Temuan Nata (2012) menegaskan bahwa pendidikan Islam sejati berorientasi pada tazkiyah al-nafs atau penyucian jiwa agar ilmu membawa manfaat sosial. Kiai menjadi teladan hidup yang mengajarkan kejujuran, kesederhanaan, dan kasih sayang. Tradisi takzim kepada guru melahirkan etika sosial yang memperkuat hubungan antarmanusia. Dari tradisi inilah, tumbuh generasi santri yang berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan sekaligus pembangunan moral bangsa.

PERAN MONUMENTAL SANTRI

Peran santri dalam sejarah bangsa tidak dapat dipisahkan dari peristiwa besar Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. Fatwa Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa mempertahankan tanah air ialah bagian dari iman. Resolusi itu memantik semangat perjuangan rakyat untuk melawan penjajahan dan menjadi dasar bagi pengakuan terhadap peran pesantren dalam sejarah nasional (Zuhdi, 2017). Karena itulah, pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, bentuk penghargaan terhadap kontribusi moral dan spiritual pesantren bagi Indonesia.

Pesantren bukan hanya tempat mempelajari agama, melainkan juga pusat penguatan moral publik. Studi Hasan (2020) mencatat bahwa pesantren menjadi ruang sosial yang menanamkan nilai tanggung jawab, kejujuran, dan kepedulian. Hidup bersama dalam asrama menumbuhkan solidaritas dan rasa kebersamaan. Para santri terbiasa berbagi, saling menghargai, dan membantu sesama. Nilai-nilai inilah yang menjadi dasar bagi terbentuknya masyarakat berperadaban dan toleran.

Di era kontemporer, pesantren menghadapi tantangan baru. Kemajuan teknologi digital membawa perubahan pada pola pikir dan perilaku masyarakat. Akses informasi yang luas memberi dampak positif, tetapi juga berpotensi menggeser batas moralitas. Dalam situasi ini, banyak pesantren melakukan inovasi agar tetap relevan.

Rahmawati (2023) mencatat dalam Jurnal Transformasi Pendidikan Islam bahwa sejumlah pesantren telah mengembangkan literasi digital, pelatihan kewirausahaan santri, serta program penguatan ekonomi berbasis syariah. Adaptasi ini menunjukkan bahwa pesantren mampu bertransformasi tanpa kehilangan akar tradisinya.

Lebih jauh, pesantren juga berperan dalam penguatan moderasi beragama. Hasil kajian Kementerian Agama RI (2022) menegaskan bahwa pesantren merupakan pilar penting pengembang Islam rahmatan lil ‘alamin, yaitu Islam yang damai, inklusif, dan berkeadilan. Melalui dakwah dan pendidikan, pesantren menjadi ruang dialog lintas budaya dan agama, menumbuhkan sikap toleran di tengah masyarakat majemuk. Nilai-nilai kebangsaan, keindonesiaan, dan kemanusiaan terus dipelihara melalui tradisi keilmuan yang berlandaskan etika spiritual.

PENJAGA MORALITAS BANGSA

Santri masa kini menghadapi tantangan berbeda daripada generasi pendahulu mereka. Mereka hidup di tengah arus globalisasi yang menuntut kompetensi tinggi sekaligus keteguhan moral. Zaini (2021) dalam Jurnal Pendidikan Islam dan Kebangsaan menyebut santri modern sebagai agen perubahan sosial yang berperan menanamkan nilai integritas di tengah masyarakat digital. Mereka diharapkan mampu memadukan ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern untuk menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan jati diri keislaman.

Krisis moral yang melanda sebagian generasi muda menegaskan pentingnya eksistensi pesantren. Ketika banyak anak muda kehilangan arah akibat arus materialisme, pesantren tetap berdiri sebagai benteng nilai-nilai luhur. Santri belajar bahwa kemajuan tanpa moral hanyalah kehampaan. Mereka diajarkan menjadi insan yang seimbang antara iman dan ilmu, spiritualitas dan rasionalitas. Dalam hal ini, pesantren menjalankan fungsi ganda: menjaga warisan spiritual dan membangun peradaban modern yang berakar pada nilai keislaman.

Pesantren bukan sekadar lembaga tradisional, melainkan juga institusi kebudayaan bangsa yang membentuk wajah Islam Indonesia: santun, moderat, dan penuh kasih. Ia menjadi wadah bagi lahirnya pemimpin berintegritas, cendekiawan berakhlak, dan masyarakat berjiwa sosial tinggi. Dalam setiap perubahan zaman, pesantren selalu menemukan cara untuk tetap berdiri kokoh sebagai penjaga nurani bangsa.

Seperti yang pernah dikatakan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur, 2009), pesantren adalah 'penjaga moralitas bangsa'--empat di mana akal dan hati dipertemukan untuk melahirkan kebijaksanaan. Pesantren bukan sekadar kenangan masa lalu, melainkan juga sumber inspirasi masa depan. Dari rahim pesantren, lahir generasi yang menuntun negeri, menegakkan nilai kemanusiaan, dan menjaga cahaya iman di tengah gelapnya zaman. Semoga semangat Hari Santri Nasional 2025 mengingatkan kita bahwa perjuangan menjaga moral bangsa belum berakhir.

Read Entire Article
Global Food