Proyek Gaza Riviera Jadi Motif Ekonomi Trump di Balik Perdamaian

8 hours ago 1
Proyek Gaza Riviera Jadi Motif Ekonomi Trump di Balik Perdamaian Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di suasana ruang konferensi di International Congress Centre, Sharm El-Sheikh, Mesir, pada Senin, 13 Oktober 2025.(Dok. BPMI Setpres/Muchlis Jr)

SEJUMLAH pemimpin dunia telah menandatangani kesepakatan perdamaian terkait Gaza. Namun, kesepakatan tersebut dinilai tidak sepenuhnya mencerminkan penyelesaian konflik yang adil, melainkan sarat dengan kepentingan negara-negara kuat, terutama blok Barat.

Pakar hubungan internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Suzie Sudarman menilai proses perdamaian itu lebih menggambarkan upaya kekuatan besar dunia untuk mengamankan keuntungan ekonomi dan geopolitik.

“Saya lebih melihat upaya ini berkenaan dengan bagaimana kekuatan Barat memperoleh keuntungan atau memaksakan perdamaian antara dua aktor utama yang posisinya lebih lemah,” kata Suzie kepada Media Indonesia, Rabu (15/10).

Suzie menyoroti adanya agenda rekonstruksi Gaza pascaperang yang dikemas dalam wacana pembangunan kawasan strategis bernama Gaza Riviera.

“Ada isu Gaza Riviera yang harus kita jabarkan dulu untuk bisa memahami,” ujarnya.

Menurut Suzie, rencana tersebut sudah disusun jauh sebelum kesepakatan damai diumumkan. Pada Februari lalu, The Washington Post melaporkan adanya rancangan detail yang mencakup relokasi sukarela terhadap sekitar dua juta warga Palestina.

“Sudah direncanakan proses rekonstitusi, akselerasi, dan transformasi Gaza. Gaza akan berada di bawah Amerika Serikat sebagai wali atau pemelihara dari upaya penerimaan dan keterlibatan investor internasional,” jelasnya.

Dalam skema tersebut, diperkirakan tersedia dana publik sebesar US$70-100 miliar, yang akan memicu investasi swasta senilai US$35-65 miliar. Proyek ini mencakup pembangunan real estat, resor wisata, lokasi liburan, hingga pusat data.

“Dalam sepuluh tahun diproyeksikan keuntungan sebesar US$385 miliar, dengan penghasilan dari trust fund lebih dari US$4,5 miliar,” tambahnya.

Keuntungan Strategis dan Tuduhan Neo-Kolonialisme

Selain keuntungan ekonomi, Suzie menilai Amerika Serikat juga akan meraih keunggulan strategis yang signifikan.

“Keuntungan strategis AS akan wujud dari keuntungan keuangan masif, kehadiran luas di kawasan Timur Mediterrania, akses ke US$1,3 triliun sumber daya alam tanah jarang di Kawasan Teluk, serta akselerasi program koridor ekonomi India-Timur Tengah-Eropa (IMEC),” paparnya.

Namun, rencana itu memicu kritik keras dari berbagai pihak yang menilai penghancuran Gaza merupakan bagian dari proyek neo-kolonialisme modern.

Pakar hukum internasional juga memperingatkan potensi gugatan hukum terhadap keterlibatan investor dalam dugaan perampasan tanah dan genosida.

Suzie mengungkapkan bahwa cetak biru proyek Gaza Riviera disusun oleh Boston Consulting Group (BCG) dan Tony Blair Institute (TBI), sebagaimana diberitakan Financial Times.

“Tony Blair bahkan disebut akan duduk di Board of Peace, meski rencana ini ditolak Hamas,” ungkap Suzie.

Sekutu Presiden AS Donald Trump

Blair disebut berkoordinasi dengan Jared Kushner dan Steve Witkoff, keduanya merupakan sekutu Presiden AS Donald Trump.

Sejak 2021, TBI juga disebut menerima dukungan dana dari Larry Ellison, tokoh bisnis pro-Zionis dan sekutu Trump. Blair tercatat hadir dalam Konferensi Gaza di Mesir pada 13 Oktober, bersama Presiden Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.

Meskipun Presiden AS Donald Trump menyatakan perang Israel-Palestina telah berakhir, Suzie mengingatkan publik agar tetap waspada terhadap klaim perdamaian tersebut.

“Kita harus melangkah sambil berpikir dulu, karena upaya negara-negara kuat untuk memprofit situasi di Gaza juga tidak selalu kentara atau diakui dalam diskursus dunia,” pungkasnya. (Fer/I-1)

Read Entire Article
Global Food