Perlu Kolaborasi untuk Lindungi Satwa Liar dan Hewan Peliharaan

4 hours ago 2
Perlu Kolaborasi untuk Lindungi Satwa Liar dan Hewan Peliharaan Savana Sadengan habitat satwa liar merak hijau.(Dok. Antara)

PERLINDUNGAN dan pelestarian satwa liar dan hewan peliharaan dinilai perlu dilakukan secara komprehensif, baik melalui penguatan kebijakan, penegakan hukum, maupun peningkatan kesadaran masyarakat.

Dewan Pengawas Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia, Danny Gunalen, menekankan pentingnya peran kebun binatang dalam menjaga keberlanjutan satwa endemik yang terancam punah.

Satwa liar merupakan aset Indonesia, bukan hanya sebagai daya tarik ekowisata, tetapi juga bagian dari keberlanjutan yang harus dijaga. Kebun binatang berperan menjaga satwa ini dari kepunahan di alam sebagai konservasi ex-situ apabila populasi di alam menurun,” ujar Danny dalam acara Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (15/10).

Ia mencontohkan upaya penangkaran sejumlah satwa endemik yang tengah dilakukan, seperti kura-kura leher panjang dari Pulau Rote yang akan dilepaskan kembali ke alam. “Tugas kebun binatang di Indonesia adalah merepopulasi satwa yang terancam punah,” tambahnya.

Danny juga menilai, Indonesia telah menunjukkan kemajuan dalam aspek regulasi melalui penerbitan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Menurutnya, aturan baru tersebut memperkuat penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar ilegal serta meningkatkan standar kesejahteraan hewan.

“Dalam UU 32/2024, penegakan hukum ditingkatkan. Hukuman bagi pelaku perdagangan satwa liar ilegal naik dari lima tahun menjadi sepuluh tahun, dan dendanya dari ratusan juta menjadi miliaran,” jelasnya.

Meski demikian, Danny menilai penegakan hukum perlu diimbangi dengan peningkatan kesadaran masyarakat. “Tinggal kesadaran kita dan law enforcement-nya yang perlu diperkuat,” katanya.

Sementara itu, pemerhati hewan Shanti Shamdasani menilai pendekatan terhadap hewan tidak seharusnya semata-mata berorientasi pada nilai ekonomi. “Kami tidak melihat hewan sebagai aset, kami melihat hewan sebagai nyawa, ciptaan Tuhan. Kalau aset, kategorinya barang. Tapi nyawa itu makhluk hidup yang tidak bisa diperlakukan semena-mena,” ujarnya.

Menurut Shanti, hewan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, baik di hutan maupun di perkotaan. “Kalau hewan mati, ekosistem terganggu. Sama seperti di kota, misalnya tikus yang memakan serangga. Kalau dibunuh semua, rantai ekosistem terganggu,” katanya.

Ia mendorong agar DPR segera memperkuat undang-undang perlindungan hewan dengan memasukkan ketentuan yang menjamin hak-hak dasar hewan. “Hewan harus punya akses terhadap air bersih, makanan bergizi, tempat yang layak, obat-obatan saat sakit, dan tidak diperlakukan dengan kasar,” ucap Shanti.

Selain itu, ia juga mengusulkan pembentukan animal police di Indonesia, seperti yang diterapkan di India. “Masyarakat bisa dilatih menjadi animal police untuk melaporkan kekerasan terhadap hewan. Ini bentuk kolaborasi masyarakat dengan aparat,” ujarnya.

Shanti juga menyoroti praktik breeder atau penangkaran komersial yang memperbanyak jual beli hewan. “Banyak negara sudah melarang breeder karena banyak hewan terlantar di shelter. Harusnya dorong adopsi, bukan beli,” tegasnya.

Menurutnya, kebijakan pinalti terhadap pembuangan hewan peliharaan juga penting diterapkan untuk menumbuhkan tanggung jawab pemilik. “Membuang hewan berarti melepas tanggung jawab. Pinalti ini bisa jadi masukan bagi pemerintah sekaligus menambah pemasukan negara,” tambahnya. (H-3)

Read Entire Article
Global Food