
SEJAK kali pertama diluncurkan ke tengah masyarakat sebagai kontrasepsi pilihan kaum pria, vasektomi belum menggapai kata manis. Mitos atau rumor yang mengitarinya menyebabkan kontrasepsi ini hanya dilirik, enggan diminati. Padahal, vasektomi adalah kontrasepsi mantap yang benar-benar mantap. Angka kegagalannya boleh dikata nol, aman, dan bisa dipulihkan kembali melalui cara rekanalisasi walau berbiaya mahal.
Data hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2024 yang diselenggarakan Kementerian kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN menunjukkan kesertaan pria dalam ber-KB sangat rendah, hanya sekitar 2,45% pengguna kondom dan 0,16% ber-KB vasektomi.
Di balik manfaat, vasektomi juga menjadi penanda pembagian peran reproduksi antar pasangan suami dan istri. Selama ini dikesankan program Keluarga Berencana (KB) hanya menjadi tanggung jawab kaum hawa, istri. Semestinya tidak demikian. KB seharusnya melibatkan juga kau adam, suami. Kehadiran vasektomi menjadi bagian dalam menjaga kesimbangan peran tersebut.
Berkat kemajuan teknologi di bidang kedokteran, kini telah dikembangkan satu metode Vasektomi Tanpa Pisau (VTP). Vasektomi sendiri merupakan tindakan pengikatan dan pemotongan pada saluran vas deferens. Dengan pengertian lain mengikat atau memotong saluran yang akan mengalirkan sperma keluar melalui penis.
Awal vasektomi dikenalkan kepada masyarakat, dokter melakukan sayatan atau operasi kecil dengan menggunakan pisau. Namun kini tidak lagi. Angka kesakitannya pun semakin mengecil. Bahkan ada akseptor vasektomi mengatakan lebih terasa sakit disunat.
Memang saat ini tindakan vasektomi belum menjadi standar kompetensi dokter umum di Indonesia. Karenanya, pelatihan yang diselenggarakan oleh Kemendukbangga/BKKBN ini sangat penting untuk meningkatkan kompetensi dokter umum di Indonesia. "Yang menjadi standar baru teorinya. Untuk pelaksanaanya belum, sehingga sangat diperlukan pelatihan," tutur dr. Dimas S. Wibisono SpU, Subs. And. (K), FICS.
Untuk itu, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Tahun 2025. Pelatihan ini berlangsung di Kota Semarang, Jawa Tengah, pertengahan Oktober 2025. Pelatihan ini sekaligus bentuk komitmen Kemendukbangga/BKKBN bersama UNFPA, Kementerian Kesehatan, Ikatan Ahli Urologi Indonesia, dan Balai Pelatihan Kesehatan Semarang untuk mendekatkan pelayanan KB pria kepada masyarakat, termasuk memastikan setiap orang memperoleh hak yang sama atas pelayanan KB yang berkualitas.
"Saya harap masyarakat bisa mempercayai bahwa dokter-dokter yang sudah melewati pelatihan ini insya Allah akan bisa melakukan pelayanan secara profesional," ujar dr. Dimas yang bertindak sebagai salah satu tutor dalam pelatihan tersebut. Dimas yang bertindak sebagai salah satu tutor dari Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) merupakan dokter spesialis urologi konsultan Andrologi yang bekerja sebagai staf di sub bagian Urologi, Bagian Bedah FK UNDIP/RS Nasional Diponegoro Semarang.
Kegagalan Vasektomi sangat Rendah
Setengah bertanya penyebabnya, dr. Dimas mengatakan kesertaan pria pada program KB ini sangat rendah. Padahal angka kegagalannya rendah. Sementara teknik KB lain, selain vasektomi, memiliki angka kegagalan yang sangat tinggi, namun ada peminatnya. Ia menyebut kondom.
"Orang berpikiran bahwa kondom itu 100% aman. Padahal angka keberhasilan vasektomi sangat tinggi, hingga 100%. Sedangkan KB pria yang lain memiliki angka kegagalan lebih tinggi. Contohnya kondom, memiliki angka kegagalan 2%-3% atau sering masyarakat bilang kondom bocor," jelasnya.
Mengulik mitos seputar vasektomi, diakui dr. Dimas bahwa mitos-mitos yang salah itu banyak beredar di tengah masyarakat. Bahwa vasektomi itu akan membuat hasrat pria turun. "Justru sebaliknya. Vasektomi tidak ada hubungannya dengan libido. Karena faktor psikologis, merasa istri tidak mungkin hamil, malah akan meningkatkan tingkat kepercayaan diri akseptor sehingga dia jadi lebih pede, durasinya lebih lama. Malah lebih prima, lebih hot," papar dr. Dimas.
Ia juga menepis anggapan vasektomi memicu munculnya kanker prostat. "Ini termasuk mitos juga. Insya Allah aman, tidak usah khawatir karena sperma yang diproduksi akan diserap kembali oleh tubuh. Dan sebetulnya cairan yang mengandung sperma hanya sekitar setengah cc. Sangat sedikit. Bahkan akseptor vasektomi tidak bisa membedakan rasa ejakulasi saat sebelum atau setelah mereka vasektomi," kata dr. Dimas.
Diketahui, diperlukan 15-20 kali hubungan atau rentang waktu tiga bulan sebelum akseptor benar-benar bisa kembali melakukan hubungan seksual seperti biasa. Ini karena dimungkinkan masih terdapat sperma di saluran vas deferens. Untuk itu, mereka diharuskan menggunakan kondom saat berhubungan.
Usai operasi, akseptor diharuskan istirahat selama 3-5 hari. Selama satu bulan mereka dilarang melakukan aktivitas berat, termasuk olahraga dan angkat berat. Hubungan seksual boleh dilakukan sekali seminggu.
"Jangan karena lukanya kecil (hasil operasi), bahkan dijahit pun tidak, hanya diplester pakai tensoplas. Pasien biasanya overconfident," ujar dr. Dimas mengingatkan. Tindakan operasi vasektomi yang dikerjakan hanya membutukan waktu 15-30 menit.
Bagi pengidap HIV atau penderita AIDS, jangan khawatir. Mereka juga bisa ber-KB dengan vasektomi. Dr. Dimas memberikan jaminan. Ini karena tenaga medis sudah disiapkan untuk memberikan pelayanan tersebut, dengan mengategorikan sebagai tindakan operasi infeksius. Demikian pula untuk pasien dengan penyakit diabetes ataupun hipertensi hingga jantung dan lainnya. Mereka tetap bisa vasektomi di bawah pengawasan langsung dokter.
Pertanyaan yang kerap mendengung di tengah masyarakat: vasektomi sama dengan kebiri. Benarkah? Dokter Dimas memberi jawab. "Itu tidak benar. Kebiri itu testisnya diangkat. Dengan kata lain, bukan hanya tidak bisa punya anak, laki-laki itu tidak bisa ereksi lagi. Sedangkan vasektomi hanya memotong atau mengikat salurannya saja. Hormon tidak terganggu."
Di akhir penjelasannya, dr. Dimas berharap biaya pelayanan vasektomi ditanggung pemerintah melalui Kemendukbangga/BKKBN atau BPJS. Skemanya bagaimana? "Mungkin lebih jelasnya bisa ditanyakan ke pihak terkait," ujar dr. Dimas menutup penjelasannya.
Tatalaksana vasektomi tanpa pisau juga mendapat dukungan dari Kolegium Dokter, sebagaimana disuarakan dr. Rosa Maria Carli, MPH (OH). "Kolegium sangat mendukung program prioritas negara, salah satunya adalah pelaksanaan tatalaksana vasektomi ini. Sertifikasi kompetensi tambahan ini diberikan sebagai komitmen untuk ikut berkontribusi dan secara legalitas pelaksanaan oleh dokter umum ini dapat terlindungi," ujarnya.
Dokter Carli bahkan berharap Kemendukbangga/BKKBN lebih massif lagi menyosialisasikan vasektomi kepada masyarakat, khususnya calon pengantin, sebagai pilihan sukarela calon akseptor atas kontrasepsi yang akan digunakan saat dibutuhkan nanti. (RO/I-2)