
BANGSA yang besar selalu berdiri di atas fondasi pendidikan yang kokoh. Pendidikan bukan sekadar urusan mencetak tenaga kerja, melainkan juga membangun manusia Indonesia seutuhnya yang beriman, berilmu, berkarakter, dan berdaya saing global. Pendidikan merupakan salah satu instrumen utama dalam membangun kualitas SDM. Namun, hingga kini kualitas pendidikan Indonesia masih menghadapi tantangan serius.
TANTANGAN
Dalam konteks Indonesia, tantangan kualitas pendidikan masih signifikan. Salah satu penyebab yang kerap muncul terkait dengan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan.
Menurut data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, terdapat 1,18 juta ruang kelas SD di Indonesia pada tahun ajaran 2024/2025. Sebanyak 60,3% ruang kelas tersebut dalam kondisi rusak dengan rincian 27,22% rusak ringan, 22,27% rusak sedang, dan 10,81% rusak berat.
Kondisi bangunan yang rapuh, atap bocor, lantai retak, hingga sanitasi buruk masih menjadi wajah nyata banyak sekolah di pelosok negeri. Hal ini tentu mengganggu kenyamanan belajar, bahkan membahayakan keselamatan siswa.
Selain itu, angka putus sekolah masih relatif tinggi, khususnya di jenjang SMP dan SMA/SMK, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) beberapa tahun terakhir menunjukkan skor literasi, numerasi, dan sains Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara OECD.
Kondisi itu menegaskan bahwa revitalisasi sekolah bukan lagi sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak. Revitalisasi bangunan sekolah yang sedang digenjot pemerintah menjadi salah satu pilar utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan menuju visi Indonesia emas 2045, yaitu momen 100 tahun kemerdekaan yang ditargetkan membawa Indonesia masuk ke jajaran negara maju.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menginisiasi program revitalisasi sekolah. Program ini difokuskan pada perbaikan ruang kelas rusak, pembangunan laboratorium dan perpustakaan, penguatan fasilitas sanitasi, hingga penyediaan perangkat digital. Pada 2025, revitalisasi ditargetkan mencakup 10.440 satuan pendidikan dengan dukungan anggaran sebesar Rp17,1 triliun.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah meluncurkan program revitalisasi bangunan sekolah dengan tujuan besar. Pertama, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan belajar. Gedung sekolah yang kokoh, ramah anak, dan dilengkapi fasilitas dasar yang layak menjadi prasyarat bagi proses pembelajaran yang optimal.
Kedua, mengurangi disparitas mutu pendidikan antarwilayah. Revitalisasi diharapkan mampu menjembatani kesenjangan fasilitas antara sekolah perkotaan dan sekolah di daerah terpencil.
Ketiga, meningkatkan mutu hasil belajar. Lingkungan belajar yang layak berpengaruh langsung pada motivasi, konsentrasi, dan capaian akademik siswa. Keempat, menyiapkan generasi masa depan. Revitalisasi sekolah sejalan dengan pembangunan SDM unggul yang menjadi prasyarat pencapaian Indonesia emas 2045.
PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN
Kemudian, pertanyaannya ialah sejauh mana program revitalisasi ini akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan nasional?
Revitalisasi sekolah pada dasarnya merupakan strategi input-based, yakni memperbaiki faktor pendukung proses belajar. Kualitas pendidikan dapat dianalisis melalui beberapa indikator. Indikator pertama ialah lingkungan belajar yang kondusif. Ruang kelas yang layak secara fisik menciptakan kenyamanan belajar bagi siswa dan meningkatkan motivasi guru dalam mengajar.
Indikator kedua ialah ketersediaan sarana pendukung. Perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas teknologi informasi menjadi faktor penting untuk mengembangkan keterampilan abad 21.
Indikator ketiga ialah kesehatan dan keselamatan peserta didik. Sanitasi yang baik dan ruang kelas yang aman berkontribusi pada peningkatan kehadiran siswa. Dengan memperbaiki indikator-indikator ini, revitalisasi diharapkan mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih efektif.
Dalam jangka pendek, revitalisasi sekolah memberikan sejumlah efek yang relatif mudah diamati. Pertama, program ini akan meningkatkan kenyamanan dan keamanan. Gedung yang baik mengurangi risiko kecelakaan akibat infrastruktur rusak sekaligus menciptakan suasana belajar yang lebih tenang.
Dampak kedua ialah produktivitas guru meningkat. Guru dapat memanfaatkan waktu untuk mengajar alih-alih mengatasi hambatan teknis akibat kerusakan fasilitas.
Dampak ketiga ialah meningkatkan partisipasi siswa. Fasilitas sekolah yang lebih baik mendorong siswa lebih rajin hadir sehingga menekan angka ketidakhadiran dan putus sekolah. Efek ini berhubungan langsung dengan efisiensi proses belajar mengajar yang merupakan syarat dasar peningkatan kualitas pendidikan.
Dampak menengah revitalisasi sekolah terlihat pada aspek peningkatan kualitas pembelajaran. Dampak pertama ialah akan meningkatkan literasi dan numerasi. Fasilitas perpustakaan dan digital memungkinkan siswa mengakses lebih banyak sumber belajar.
Kedua, akan meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis sains dan teknologi. Kehadiran laboratorium dan perangkat TIK memberi peluang bagi penerapan metode eksperimen serta pembelajaran berbasis proyek.
Ketiga, akan mampu meningkatkan variasi metode pengajaran. Guru terdorong menggunakan pendekatan pedagogi yang lebih modern, bukan hanya metode ceramah tradisional.
Dalam perspektif analitis, revitalisasi dapat dipandang sebagai pembuka jalan bagi transformasi kurikulum karena ketersediaan sarana memungkinkan implementasi kurikulum yang menekankan kompetensi.
Dampak utama revitalisasi sekolah sesungguhnya baru terasa dalam jangka panjang, ketika lulusan sekolah yang direvitalisasi memasuki dunia kerja. Pertama, kualitas SDM meningkat. Lulusan yang terbiasa dengan lingkungan belajar berkualitas akan lebih kompetitif di pasar tenaga kerja.
Kedua, kesempatan yang lebih merata. Revitalisasi di daerah terpencil mengurangi kesenjangan pendidikan sehingga anak-anak desa memiliki peluang bersaing dengan anak-anak kota.
Dampak terakhir akan meningkatkan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Studi Bank Dunia menunjukkan bahwa setiap tambahan satu tahun rata-rata lama sekolah dapat meningkatkan pendapatan individu hingga 10%. Dengan demikian, revitalisasi sekolah berpotensi menciptakan efek pengganda terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Program ini dengan demikian tidak hanya berdampak pada pendidikan, tetapi juga berkontribusi pada agenda besar pembangunan SDM menuju Indonesia emas 2045.
Keberhasilan program revitalisasi bangunan sekolah dapat diukur melalui beberapa indikator. Setidaknya terdapat lima indikator dalam mengukur keberhasilan program tersebut, yaitu penurunan jumlah ruang kelas rusak secara signifikan di seluruh wilayah. Kemudian tingkat kehadiran siswa yang lebih tinggi serta penurunan angka putus sekolah.
Selanjutnya ialah peningkatan capaian akademik siswa, baik pada asesmen nasional maupun survei internasional. Indikator keempat ialah peningkatan partisipasi masyarakat dalam mendukung sekolah, baik dalam bentuk gotong royong maupun kolaborasi dengan dunia usaha. Kelima, peningkatan kepuasan siswa dan guru terhadap lingkungan belajar mereka.
Meskipun program revitalisasi sekolah menjanjikan, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi. Tantangan pertama ialah ketimpangan distribusi. Revitalisasi berisiko lebih banyak dinikmati sekolah di wilayah perkotaan, sementara daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) justru lebih membutuhkan.
Tantangan kedua ialah kualitas pembangunan. Proyek infrastruktur pendidikan sering menghadapi masalah kualitas pekerjaan yang rendah akibat lemahnya pengawasan. Tantangan ketiga ialah pemeliharaan berkelanjutan. Revitalisasi tanpa strategi perawatan hanya akan menghasilkan bangunan yang kembali rusak dalam waktu singkat.
Tantangan keempat ialah integrasi dengan peningkatan kapasitas guru. Infrastruktur baru akan optimal jika guru memiliki kompetensi pedagogi dan literasi digital memadai. Tantangan kelima ialah transparansi anggaran. Dana besar membuka peluang penyalahgunaan sehingga diperlukan sistem akuntabilitas yang ketat. Tanpa penyelesaian tantangan itu, revitalisasi sekolah berpotensi berhenti pada tahap 'fisik semata' tanpa dampak signifikan pada mutu pendidikan.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan strategi mitigasi. Pertama, penguatan transparansi dan akuntabilitas. Penggunaan teknologi informasi untuk memantau proyek revitalisasi dapat mengurangi potensi penyelewengan.
Kedua, kolaborasi multipihak. Pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dan masyarakat perlu bahu-membahu mendukung revitalisasi. Ketiga, pendekatan kontekstual. Desain bangunan sekolah harus menyesuaikan dengan kondisi geografis dan budaya lokal.
Keempat, program pemeliharaan berkelanjutan. Setelah revitalisasi, sekolah perlu memiliki dana rutin untuk perawatan gedung. Kelima, integrasi dengan peningkatan kualitas guru. Revitalisasi fisik harus seiring dengan penguatan SDM pendidik.
Revitalisasi sekolah seharusnya dipandang sebagai bagian dari kebijakan komprehensif dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Infrastruktur hanyalah satu komponen. Kualitas guru, kurikulum yang adaptif, sistem evaluasi yang relevan, serta partisipasi masyarakat merupakan komponen lain yang harus berjalan bersamaan.
Revitalisasi bangunan sekolah tidak berdiri sendiri, tapi saling terkait dengan program pendidikan lainnya, seperti peningkatan kualitas dalam kurikulum nasional. Revitalisasi bangunan sekolah memberi ruang bagi pembelajaran kreatif dan kolaboratif.
Kemudian revitalisasi juga akan terkait dengan program digitalisasi sekolah. Infrastruktur internet dan perangkat TIK yang masuk dalam program revitalisasi akan mendukung transformasi digital pendidikan. Selanjutnya, program ini harus pula dikaitkan dengan penguatan karakter dan budaya sekolah. Lingkungan fisik yang baik menjadi fondasi bagi tumbuhnya budaya belajar yang sehat.
SINERGI
Hal yang tak kalah penting ialah program tersebut harus sinergi dengan program peningkatan kompetensi guru. Guru yang kompeten membutuhkan sarana memadai untuk menerapkan metode pembelajaran inovatif.
Dengan kata lain, revitalisasi merupakan syarat perlu (necessary condition), tetapi bukan syarat cukup (sufficient condition). Revitalisasi harus diintegrasikan dalam kerangka kebijakan pendidikan yang lebih luas agar benar-benar berpengaruh pada mutu pendidikan nasional.
Program revitalisasi sekolah ialah salah satu bentuk investasi negara dalam mempersiapkan masa depan. Dampaknya dapat ditakar pada tiga level yaitu jangka pendek (kenyamanan belajar), jangka menengah (peningkatan kualitas pembelajaran), dan jangka panjang (penciptaan SDM unggul).
Indonesia menargetkan menjadi negara maju pada 2045. Untuk itu, kualitas SDM menjadi kunci utama. Revitalisasi bangunan sekolah berkontribusi signifikan terhadap misi ini. Revitalisasi bangunan sekolah adalah bagian dari investasi jangka panjang menuju Indonesia emas 2045.
Jika dijalankan dengan konsisten dan terintegrasi, revitalisasi sekolah berpotensi menjadi fondasi penting peningkatan kualitas pendidikan nasional serta instrumen strategis dalam menyongsong visi Indonesia emas 2045.
Revitalisasi bangunan sekolah bukan sekadar proyek fisik, melainkan bagian dari strategi besar membangun kualitas pendidikan nasional. Dengan target sebanyak 10.440 sekolah direvitalisasi pada 2025 dengan anggaran sebesar Rp17,1 triliun, Indonesia sedang menanam investasi penting untuk masa depan.
Keberhasilan program itu akan berkontribusi langsung pada terciptanya generasi muda yang sehat, cerdas, berkarakter, dan kompetitif yaitu modal utama menuju Indonesia emas 2045. Namun, tanpa tata kelola yang baik, risiko program hanya akan menjadi proyek sesaat yang tidak berdampak nyata.
Pendidikan ialah warisan terbesar yang bisa kita tinggalkan bagi anak cucu. Pun revitalisasi sekolah ualah langkah awal untuk memastikan bahwa warisan itu kokoh, bermakna, dan menjadi bekal menuju bangsa yang besar.