
Olahraga kini tak melulu soal keringat yang mengucur deras. Sebuah tren dari Jepang, Japanese walking, mulai menarik perhatian karena menawarkan manfaat kardiovaskular tanpa harus berlari kencang. Aktivitas ini dilakukan dengan cara bergantian antara berjalan cepat dan lambat setiap tiga menit selama sekitar setengah jam.
Meskipun intensitasnya lebih ringan daripada lari, Japanese walking tetap memberikan efek positif bagi jantung. Direktur Program Master of Science in Nutrition Education di American University, Dara Ford menjelaskan bahwa baik berjalan maupun berlari sama-sama mampu menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke, menstabilkan tekanan darah, menekan risiko diabetes tipe 2, membantu menjaga berat badan, serta meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan.
Namun, karena lari melibatkan latihan kardiovaskular yang lebih intens, manfaatnya untuk jantung bisa sedikit lebih besar. Meski begitu, Ford dan ahli penyakit metabolik dari George Mason University, Martin Binks mengingatkan bahwa olahraga berlebihan justru dapat menimbulkan risiko, terutama bagi individu yang memiliki masalah jantung atau jarang beraktivitas.
“Setiap aktivitas yang mampu meningkatkan detak jantung sudah memberikan manfaat bagi jantung,” Yang terpenting adalah menemukan bentuk olahraga yang bisa dilakukan secara konsisten dan sesuai dengan kondisi tubuh," ujar binks dikutip dari laman Verywell Health.
Dalam hal pembakaran kalori, lari memang lebih unggul. Dengan intensitas yang tinggi, berlari selama 30 menit akan membakar lebih banyak kalori dibandingkan interval walking dengan durasi sama. Namun, jalan cepat ala Jepang bisa dilakukan lebih lama dan lebih ringan bagi tubuh.
Ford menambahkan, pembakaran kalori bukan satu-satunya tujuan olahraga. Jika seseorang lebih menikmati berjalan dan mampu melakukannya secara rutin, maka itu tetap merupakan pilihan terbaik.
Dari segi kemudahan, Ford menyebut berjalan kaki sebagai langkah awal yang paling mudah untuk memulai gaya hidup aktif. Jika ingin meningkatkan intensitas tanpa menambah risiko cedera, Japanese walking bisa menjadi pilihan ideal.
“Jika tidak ada kekhawatiran soal cedera dan ingin mencoba berlari, lakukan secara bertahap,” ujarnya.
Selain itu, Binks juga menekankan pentingnya menyesuaikan jenis olahraga dengan usia dan kondisi tubuh.
“Seiring bertambahnya usia, risiko cedera meningkat dan pemulihan menjadi lebih lambat. Karena itu, olahraga dengan benturan tinggi seperti lari bisa lebih berat bagi tubuh,” ujar Binks.
Ia menyarankan agar siapa pun yang ingin memulai rutinitas olahraga untuk berkonsultasi dengan dokter, memilih alas kaki yang tepat, serta menyesuaikan rute dan intensitas latihan dengan kemampuan tubuh.
Pada akhirnya, baik Japanese walking maupun lari memiliki manfaat masing-masing. Japanese walking lebih ramah bagi sendi dan cocok untuk semua usia, sementara lari cocok bagi mereka yang ingin membakar kalori lebih banyak dalam waktu singkat. (Verywell Health/Z-10)