LKBH FHUI Ajukan Uji Materiil UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi

11 hours ago 1
LKBH FHUI Ajukan Uji Materiil UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi LKBH FHUI resmi mengajukan permohonan pengujian Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta perubahannya ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.(MI/HO)

LEMBAGA Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) yang diwakili Aristo Pangaribuan dan para advokat lainnya, selaku kuasa hukum mahasiswa dan masyarakat, resmi mengajukan permohonan pengujian Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta perubahannya ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Permohonan tersebut telah terdaftar dengan Nomor Perkara 184/PUU- X XIII/2025 pada Rabu, 8 Oktober 2025 dan pada hari ini menjalani sidang pemeriksaan pendahululan (20/10) di Mahkamah Konstitusi.

Menurut Aristo, langkah tersebut merupakan bentuk komitmen LKBH FHUI untuk menegakkan prinsip keadilan sosial, perlindungan lingkungan hidup, dan penguasaan negara atas sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945.

“Sebagai akademisi dan praktisi hukum, kami memandang permohonan tersebut sebagai kontribusi akademik FHUI dalam mendorong reformasi hukum dan kebijakan sumber daya alam yang lebih berkeadilan. Realitasnya, masih banyak rakyat Indonesia hidup dalam  kemiskinan dan menghadapi kerentanan ekologis akibat eksploitasi yang disebabkan oleh desain normatif Undang -Undang Minerba. Itu menjadi motivasi utama kami mengambil langkah hukum ini,” ujar Aristo.

Lebih lanjut, Aristo menjelaskan bahwa persoalan mendasar dalam sektor minerba terletak pada minimnya peran negara dalam pengelolaan sumber daya alam.

“Selama ini, negara hanya memperoleh royalti dan PNBP dalam jumlah kecil, sementara keuntungan besar dinikmati segelintir pihak. Kami ingin negara kembali pada fungsinya sebagai pengelola aktif dan bukan sekadar pemberi izin atau pemungut pajak,” tegasnya.

Menurut Aristo, UU Minerba secara substantif membuka ruang monopoli yang luas bagi swasta dan mendorong privatisasi sumber daya alam, sehingga negara kehilangan fungsi penguasaan aktif yang menjadi esensi Pasal 33 UUD 1945.

Hilangnya fungsi tersebut menimbulkan ketimpangan sosial, kesenjangan ekonomi, dan kerusakan lingkungan,  yang pada gilirannya berimplikasi pada pelanggaran hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 27, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28G, Pasal 28H, dan Pasal 28I UUD 1945,  yakni hak atas pekerjaan yang layak, kepastian hukum, lingkungan hidup yang baik, dan kesetaraan di hadapan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam.

Aristo membandingkan dengan sektor minyak dan gas bumi yang menggunakan sistem production sharing contract (PSC), ketika negara memperoleh porsi lebih adil.

“Kondisi di sektor minerba sangat berbeda. Kami berharap Mahkamah menegaskan kembali prinsip bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan oleh negara untuk kemakmuran seluruh rakyat,” tambahnya.

Dalam permohonan tersebut, LKBH FHUI menilai sejumlah ketentuan dalam UU Minerba melemahkan prinsip penguasaan negara dan tanggung jawab perlindungan lingkungan. 

Beberapa pasal yang diuji berkaitan dengan mekanisme perizinan, kerja sama antara BUMN dan swasta, serta status kepemilikan hasil tambang.

“Apabila sistem seperti sekarang terus dibiarkan, kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945 a kan sangat sulit tercapai,” tegas Aristo.

Langkah ini merupakan bagian dari kontribusi akademik FHUI dalam mendorong reformasi hukum dan kebijakan lingkungan yang berkeadilan antargenerasi.

Melalui uji materiil ini, LKBH FHUI berharap Mahkamah Konstitusi menegaskan kembali bahwa sumber daya alam adalah milik rakyat dan harus dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan menjamin perlindungan lingkungan hidup dan tata kelola pertambangan yang berkeadilan. (Z-1)

Read Entire Article
Global Food