
PERJUDIAN daring telah menjelma menjadi ancaman nyata bagi perekonomian nasional, kestabilan sosial, hingga masa depan generasi muda. Oleh karenanya dibutuhkan kerja sama lintas sektor untuk menanganinya.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat, nilai deposit judi online pada semester pertama 2025 sudah mencapai Rp17 triliun. Hingga 2025, Komdigi telah melakukan penanganan terhadap lebih dari 7,2 juta konten perjudian daring, namun fenomena ini terus berevolusi dengan cepat.
“Kami sudah memblokir jutaan konten, tapi yang tumbuh juga tak kalah cepat. Ini tantangan global yang menuntut kerja bersama,” ujar Direktur Pengendalian Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Safriansyah Yanwar Rosyadi, saat memberikan sambutan dalam forum group discussion (FGD) bertema 'Membangun Kolaborasi Digital Bebas Perjudian Daring' pada Selasa (21/10), di Jakarta. Safriansyah hadir mewakili Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar..
Acara ini merupakan bentuk kolaborasi antara sebuah kanal online dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Acara ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan mulai dari regulator, aparat penegak hukum, industri keuangan, hingga perwakilan asosiasi internet.
Ia menambahkan, kerugian akibat praktik judi daring tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga sosial. “Praktik ini merambah berbagai lapisan masyarakat, menghancurkan ekonomi keluarga, dan merusak masa depan generasi muda”.
Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp927 triliun selama periode 2017 hingga kuartal I 2025. Angka ini menunjukkan bahwa praktik ilegal tersebut tidak lagi berskala kecil, melainkan sudah menjadi fenomena sistemik yang menembus berbagai lapisan masyarakat.
KOLABORASI DARI HULU KE HILIR
Pada kesempatan yang sama, Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Muchtarul Huda menjelaskan, upaya pemerintah berlandaskan kerangka hukum yang kuat seperti UU ITE, UU PDP, hingga PP 71/2019. Namun, imbuhnya, regulasi saja tidak cukup. “Kita butuh AI-based detection system, integrasi database lintas instansi, serta kerja sama internasional dalam mengurangi masifnya perjudian daring di Indonesia,” ungkapnya.
Dalam konteks pemberantasan judi daring, Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) kerap kali dijadikan kambing hitam atas maraknya praktik transaksi perjudian daring. Padahal, dalam ekosistem tersebut, layanan keuangan tidak berada di hulu, melainkan di tahap akhir yang kerap disalahgunakan oleh pelaku untuk memanfaatkan netralitas sistem pembayaran digital.
PJP, menurut Huda, menjadi mitra penting bagi pemerintah dalam menutup celah transaksi yang digunakan jaringan judi daring. Untuk itu, perlu kolaborasi ideal antara Komdigi, industri pembayaran, PPATK, dan Polri yang mencakup pemblokiran rekening mencurigakan, sistem deteksi transaksi ilegal, serta kampanye literasi keuangan yang masif.
Menurut Kabid Perlindungan Data pada Asisten Deputi Koordinasi Pelindungan Data dan Transaksi Elektronik, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Erika, persoalan judi daring kini juga terkait keamanan nasional. “Rantai operasinya kompleks, dari pendaftaran domain massal hingga transaksi lintas negara menggunakan e-wallet, QRIS, bahkan kripto,” jelasnya.
Ia menambahkan, 70% pemain judi daring berpenghasilan di bawah Rp5 juta, dan sebagian adalah penerima bansos. “Juli 2025, sebanyak 603 ribu penerima bantuan sosial diketahui terlibat dalam aktivitas judi daring, dan bantuan mereka dihentikan,” ujarnya.
Kemenko Polkam kini mendorong grand strategy pemberantasan judi daring dari tiga lapis. Yakni pemutusan domain dan hosting di hulu, patroli siber kolaboratif di tengah, hingga interdiksi finansial di hilir. Erika juga mengapresiasi salah satu perusahan dompet digital, DANA, yang secara konsisten berperan aktif dalam memerangi praktik perjudian daring serta aktif berkolaborasi dengan pemerintah untuk memperkuat upaya pemberantasan praktik perjudian daring.
Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Danang Tri Hartono menanggapi, judi daring sebagai silent killer ekonomi nasional. Menurutnya, uang yang berputar dalam praktik ini tidak menciptakan nilai tambah di dalam negeri. “Uangnya lari ke luar negeri, ekonomi kita kehilangan sirkulasi. Karena itu, diplomasi multilateral antarnegara sangat penting,” tandasnya.
Sementara itu, AKBP Alvie Granito Pandhita dari Dittipidsiber Polri menyoroti aspek kemanusiaan di balik praktik ini. Polri mencatat, sepanjang 2024–2025 telah dilakukan penyitaan aset senilai hampir Rp925 miliar dari jaringan perjudian daring.
Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas, Fransiska Oei menimpali, industri keuangan juga berada di garis depan pencegahan. Pihaknya telah memperkuat lapisan deteksi terhadap rekening dan transaksi ilegal.
Pada kesempatan yang sama, Syarif Lumintarjo, Ketua Bidang Koordinator Infrastruktur dan IDNIC APJII menilai, pertumbuhan internet dan digitalisasi pasti membawa sisi lain yang saling bertolak belakang.
Kolaborasi lintas sektor inilah yang menjadi fondasi bagi Indonesia menuju ekonomi digital yang sehat, beretika, dan berdaulat, di mana teknologi tidak lagi menjadi alat eksploitasi, melainkan sarana pemberdayaan bagi seluruh warganya. (H-1)