Kewenangan Jaksa Berlebihan, Pakar Hukum di Sumut Kritisi RUU KUHAP

7 hours ago 2
Kewenangan Jaksa Berlebihan, Pakar Hukum di Sumut Kritisi RUU KUHAP Suasana FGD KUHAP di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), di Medan, Sabtu (22/2/2025)(MI/YOSEP PENCAWAN)

PARA ahli hukum di  Sumut mengeritisi sejumlah beleid dalam RUU KUHAP yang terkait dengan proses penyidikan. Salah satunya mengenai kewenangan jaksa yang dinilai terlalu luas.

Beberapa ahli hukum di Sumut mengeritisi Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP melalui forum Focus Group Discussion (FGD) di Aula Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), di Kota Medan, Sabtu (22/2).

FGD bertemakan "Politik Hukum Kewenangan Penyidikan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana" itu lebih menyorot kewenangan jaksa dalam proses penyidikan.

"Kewenangan jaksa yang meluas ke ranah penyidikan bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan," tegas Pakar Hukum Pidana UISU Dr. Indra Gunawan Purba, SH, MH.

Pernyataan Indra merujuk kepada setidaknya tiga beleid dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur kewenangan jaksa dalam proses penyidikan. Salah satunya adalah Pasal 28, jaksa diberi kewenangan untuk meminta dilakukannya penyidikan, penangkapan, hingga penahanan terhadap tersangka.

Kemudian Pasal 30 yang mengatur bahwa penghentian penyidikan oleh penyidik memerlukan persetujuan tertulis dari jaksa. Serta Pasal 111 Ayat (2), jaksa diberi kewenangan untuk memertanyakan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik.

Menurut Dekan Fakultas Hukum UISU, Danielsyah, perubahan sistem KUHAP adalah upaya reformasi penegakan hukum. Dan revisi ini diharapkan bisa menyelesaikan berbagai masalah dalam penegakan hukum di Indonesia.

"Namun dalam upaya pembaruan ini muncul beberapa persoalan. Aturan baru ini berpotensi menimbulkan kewenangan berlebih pada jaksa," terangnya.

Dalam FGD, Indra Gunawan juga mempersoalkan dihilangkannya proses penyelidikan dalam menentukan sebuah perkara tindak pidana.

"Kalau proses penyelidikan dihilangkan dalam menentukan sebuah tidak pidana ini kan bisa berbahaya," ujarnya.

Pakar Hukum Tatanegara Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Dr. Eka NAM Sihombing, SH, MHum menilai terdapat beberapa hal yang masih harus diperhatikan dalam RUU KUHAP. Di antaranya adalah penataan landasan konstitusional, penegasan penyidik dan penegasan diferensiasi fungsional.

"Politik hukum acara pidana ke depan bagaimana menata kembali kewenangan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum agar sesuai harapan penegakan hukum," kata Eka.

Seperti diketahui, pada 18 Februari 2025, DPR menyetujui RUU KUHAP yang lahir dari inisiatifnya. RUU itu diproyeksikan menggantikan KUHAP saat ini yang telah berlaku sejak 1981.

Selain nama-nama di atas, FGD tersebut juga melibatkan beberapa pakar hukum yang lain, seperti Rina Melati Sitompul dari Universitas Dharmawangsa Medan, serta M Faisal dan Panca Sarjana Putra dari UISU. Dalam FGD yang dihadiri para peserta dari kalangan akademisi, advokat dan mahasiswa itu juga disinggung mengenai keterlibatan langsung militer dalam penegakan hukum pidana.

Penindakan hukum yang melibatkan langsung personel TNI muncul belakangan ini di berbagai daerah, seperti di Sumbar dan Sumut. Terkait dengan itu, ditegaskan Indra Gunawan bahwa fungsi penyidikan pidana berada di tangan Polri dan Kejaksaan, atau Kementerian/Lembaga melalui PPNS

Read Entire Article
Global Food