
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Christiano Pangarapenta Pangindahen Tarigan dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp12 juta subsidair enam bulan kurungan. Tuntutan tersebut adalah terkait kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Argo Ericko Achfandi di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Sleman. Tuntutan itu dibacakan dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Sleman, Selasa (21/10).
JPU Rahajeng Dinar menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia. Perbuatan itu diatur dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Christiano Pangarapenta Pangindahen Tarigan dengan pidana penjara selama dua tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani, dan denda Rp12 juta subsidair enam bulan kurungan,” ujar Rahajeng di hadapan majelis hakim yang diketuai Irma Wahyuningsih.
Jaksa juga memerintahkan agar Christiano Tarigan tetap berada dalam tahanan. Dalam pertimbangannya, Rahajeng menyebut perbuatan terdakwa mengakibatkan korban meninggal dunia, sehingga menjadi faktor yang memberatkan tuntutan. Namun, jaksa menilai terdapat sejumlah hal yang meringankan, di antaranya, kecelakaan terjadi karena kelalaian kedua belah pihak; keluarga korban telah memaafkan terdakwa di persidangan, terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki diri, serta terdakwa menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Kuasa hukum terdakwa, Achiel Suyanto juga menilai bahwa faktor kelalaian tidak hanya berada di pihak terdakwa, melainkan juga di pihak Argo (korban). Berdasarkan posisi kendaraan saat kejadian, korban yang mengendarai sepeda motor disebut berada di garis tengah jalan dan berbalik arah tanpa memberi aba-aba.
“Argo berbalik arah tanpa melihat ke belakang dulu, padahal dari arah utara ada mobil yang sedang berjalan. Jadi ada peran kelalaian dari kedua belah pihak,” ujar Achiel seusai sidang.
Menurutnya, tuntutan jaksa berlebihan, dan belum sepenuhnya mempertimbangkan fakta-fakta yang muncul di persidangan. Ia juga mempersoalkan tidak adanya bukti medis yang secara pasti menjelaskan penyebab kematian Argo.
“Sampai saat ini belum pernah ditemukan penyebab kematian Argo itu apa, karena tidak dilakukan autopsi. Syarat untuk mengetahui penyebab kematian itu adanya autopsi, tapi sama sekali tidak dilakukan dalam kasus ini,” katanya.
Meskipun demikian, Achiel selaku kuasa hukum terdakwa menghormati tuntutan yang disampaikan jaksa di persidangan. Ia menambahkan, dari bukti rekaman kamera CCTV dan keterangan para saksi, terdapat kendaraan jenis SUV yang diduga memicu manuver kendaraan terdakwa sebelum kecelakaan terjadi. Namun, kendaraan tersebut tidak pernah diungkap lebih lanjut oleh penyidik.
“Dari foto atau CCTV yang ada, kendaraan itu jelas terlihat. Tapi tidak pernah diungkap siapa pemiliknya dan ke mana mobil itu pergi setelah kejadian,” ujarnya.
Dalam nota pembelaan atau pledoi yang akan disampaikan pada sidang berikutnya, Achiel berencana menegaskan kembali bahwa kecelakaan tersebut merupakan akibat dari kelalaian bersama. “Tinggal bagaimana hakim menilai bentuk kelalaian masing-masing pihak,” tandas Achiel. (E-3)