Jangan sekadar Bagikan Sembako saat Banjir, Gubernur Riau Didesak Perbaiki Tata Ruang

2 days ago 3

JARINGAN Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Gubernur Riau Abdul Wahid menghentikan budaya bagi-bagi sembako yang dilakukan gubernur sebelumnya untuk korban banjir di Riau.

“Cukup dinas terkait yang turun menyalurkan bantuan sembako untuk korban banjir. Gubernur mestinya mengkaji tata ruang dan mengevaluasi izin korporasi HTI dan perusahaan sawit penyebab deforestasi yang mengakibatkan banjir,” kata Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo, Rabu (5/3).

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD Damkar) Riau, sepanjang 1 Januari hingga 4 Maret 2025 sudah terjadi 43 kejadian banjir di lima kabupaten, yakni Kampar, Rokan Hulu, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, dan Pelalawan.

Banjir tersebar di 18 kecamatan dan 39 desa atau empat kelurahan dengan total 7.000 kepala keluarga (KK) yang terdampak.

“Ada juga 4 fasilitas kesehatan (faskes), 5 fasilitas pendidikan (fasdik), 2 fasilitas kantor (fastor), 19 fasilitas umum (fasum), jalan 7,8 km, kebun 8.355 hektare, dan ternak 615 ekor yang juga terdampak," kata Kepala BPBD Damkar Provinsi Riau M Edy Afrizal.

Sebelumnya, merespons banjir yang terjadi pada Senin (3/3), Gubernur Riau Abdul Wahid langsung berkunjung ke Desa Sendayan, Kecamatan Kampar Utara, Kabupaten Kampar. Ia memberikan bantuan sembako kepada warga dan berjanji akan mencari solusi untuk menangani banjir seperti membangun bendungan.

Hal itupun dikiritisi Jikalahari. Abdul Wahid seharusnya melihat persoalan banjir dari hulu hingga ke hilir. Pembukaan pintu PLTA Koto Panjang bukanlah jadi satu-satunya penyebab banjir.

“Saat ini banjir juga terjadi di Rohul, Inhu dan Kuansing, yang jelas tidak semua berhubungannya dengan Sungai Kampar,” kata Okto.

Dari hasil analisis Jikalahari, selain curah hujan, banjir yang terjadi di Riau juga disebabkan pembukaan hutan alam di sepanjang sungai-sungai besar di Riau (Sungai Kampar, Rokan, dan Indragiri).

Hutan alam di sepanjang sungai ini berubah menjadi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI).

“Jika Abdul Wahid ingin menyelesaikan persoalan banjir, ia harus berani merekomendasikan agar perusahaan sawit dan HTI di sepanjang sungai ini dievaluasi bahkan dicabut izinnya jika tidak miliki sistem pengelolaan lahan yang aman bagi lingkungan,” kata Okto.

“Nukan hanya bagi-bagi sembako dan sarankan pembangunan bendungan baru," imbuhnya.

Misalnya, di Rokan Hulu ada 20 desa yang terdampak banjir. Salah satunya menyebabkan Jembatan Horas, akses penghubung antara Jalan Poros Kelurahan Kota Lama menjadi terputus. Sedangkan di Kampar, terdapat 18 desa terdampak banjir. Dari total 38 desa tersebut, Jikalahari mendapati 27 perusahaan perkebunan sawit dan 2 perusahaan HTI berada di sekitar lokasi banjir.

Nerdasarkan data deforestasi sejak 2000 hingga 2024 di areal sekitar banjir, sekitar 81% atau seluas 28.176 ha hutan alam yang berada di 29 perusahaan di kawasan banjir itu mengalami deforestasi.

Untuk itu, Jikalahari merekomendasikan kepada Gubernur Riau Abdul Wahid untuk melakukan kajian ulang terhadap izin PBPH HTI dan sawit yang berada di sepanjang Sungai Kampar, Rokan, dan Indragiri serta melakukan pemulihan di areal tersebut.

“Ini seharusnya menjadi perhatian Abdul Wahid dalam penanggulangan banjir di Riau,” pungkas Okto. (RK/E-4)

Read Entire Article
Global Food