
PEMERINTAH Indonesia dan Pemerintah Inggris resmi menandatangani Practical Arrangement terkait pemindahan dua narapidana berkewarganegaraan Inggris (Transfer of Sentenced Persons/TSP) pada Selasa (21/10). Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra dan Secretary of State for Foreign, Commonwealth and Development Affairs of the United Kingdom, Yvette Cooper.
Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut kerja sama hukum antara kedua negara yang berlandaskan semangat kemanusiaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya bagi narapidana asing dengan kondisi kesehatan memburuk dan membutuhkan perawatan lebih memadai di negara asalnya.
Dua narapidana yang dimaksud adalah Lindsay June Sandiford (68 tahun) dan Shahab Shahabadi (35 tahun), keduanya terlibat dalam kasus narkotika dan telah menjalani masa pidana selama belasan tahun di Indonesia.
Lindsay June Sandiford menjalani hukuman sejak 25 Mei 2012 di Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan dengan vonis pidana mati. Ia diketahui menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi, serta mengalami penurunan kondisi kesehatan.
Sementara itu, Shahab Shahabadi menjalani hukuman seumur hidup sejak 26 Juni 2014 di Lapas Kelas IIA Kembangkuning, Nusa Kambangan. Ia diketahui mengalami penyakit kulit pada jaringan subkutan serta gangguan kejiwaan.
Yusril menyampaikan bahwa pemindahan kedua narapidana tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan kemanusiaan, sejalan dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia yang dijunjung tinggi oleh Pemerintah Indonesia.
“Indonesia memandang penting kerja sama internasional yang mengedepankan kemanusiaan, terutama bagi warga negara asing yang menghadapi kondisi kesehatan berat selama menjalani masa pidana. Proses hukum selanjutnya terhadap kedua narapidana ini akan dilimpahkan kepada Pemerintah Inggris,” ujar Yusril, melalui keterangannya, Selasa (21/10).
Lebih lanjut, Yusril menjelaskan bahwa penyusunan Practical Arrangement antara Indonesia dan Inggris dilakukan dengan mekanisme yang telah diterapkan sebelumnya bersama sejumlah negara lain, seperti Filipina, Prancis, dan Australia. Mekanisme ini mencakup pertukaran dokumen resmi, verifikasi kondisi hukum dan kesehatan narapidana, serta penandatanganan kesepakatan antarpemerintah sebelum pemindahan dilakukan secara resmi.
Proses pemindahan ini diawali dengan pertemuan antara Yusril dan Wakil Menteri Urusan Luar Negeri Inggris pada Januari 2025 untuk membahas kemungkinan repatriasi kedua narapidana. Pembahasan berlanjut pada April 2025 dalam pertemuan dengan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, di mana kedua pihak menegaskan komitmen kemanusiaan dalam kerangka kerja sama hukum bilateral.
Selanjutnya, pada 29 April 2025, Kemenko Kumham Imipas menerima surat resmi dari Lord Chancellor and Secretary of State for Justice yang menyampaikan permohonan repatriasi kedua narapidana tersebut. Menindaklanjuti surat itu, dilakukan serangkaian pertemuan teknis antara Deputi Bidang Koordinasi Keimigrasian dan Pemasyarakatan Kemenko Kumham Imipas dengan Wakil Duta Besar Inggris untuk membahas aspek hukum, administratif, dan logistik pemindahan.
Melalui penandatanganan Practical Arrangement ini, kedua negara menegaskan komitmen untuk memperkuat kerja sama di bidang hukum dan penegakan keadilan, serta menunjukkan bahwa diplomasi kemanusiaan dapat berjalan berdampingan dengan kepastian hukum. (M-3)