Halim Kalla Cs Segera Dipanggil Sebagai Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar

11 hours ago 4
Halim Kalla Cs Segera Dipanggil Sebagai Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar Ilustrasi.(MI)

KORPS Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri segera memanggil empat tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) Tahun 2008-2018. Salah satunya, adik kandung Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), Halim Kalla selaku Presiden Direktur PT BRN.

Sementara tiga tersangka lainnya yaitu Direktur Utama (Dirut) PLN periode 2008-2009 Fahmi Mochtar (FM), Dirut PT BRN, RR dan HYL selaku Dirut PT Praba. Kini, polisi masih terus memeriksa sejumlah saksi terkait perkaa rasuah itu.

"Kita masih memperkuat dari keterangan saksi dokumen data dan sebagainya, nantinya kita akan memanggil tersangka. Kemudian apabila dibutuhkan bisa saja kita lakukan tindakan penahanan," kata Wadir Penindakan Kortas Tipikor Polri Kombes Bhakti Eri Nurmansyah kepada wartawan, Rabu (22/10).

Bhakti menyebut hingga kini pihaknya telah memeriksa 65 saksi. Penyidik, kata dia, masih terus berupaya mengumpulkan sejumlah alat bukti.

"Saat ini update penyidikan kita masih terus ya mengembangkan penyidikan untuk memperkuat alat-alat bukti. Sampai saat ini kita sudah memeriksa 65 orang saksi," ujar perwira menengah (pamen) Polri itu.

Lebih lanjut, Bhakti menyebut pihaknya membagi berkas perkara menjadi empat sesuai masing-masing tersangka. Sementara terkait penelusuran asetnya, masih terus dilakukan. Penyidik nantinya akan menyita aset untuk memperkuat alat bukti atas perbuatan korupsi para tersangka.

"Jadi, pasti itu kita akan terus lakukan aset tracing, kemudian ini bertujuan untuk pada nantinya memperkuat alat bukti," pungkas Bhakti.

Tindak pidana korupsi ini berawal pada 2008, PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan PLTU 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2x50 MW di kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Dalam proses lelang, tersangkaa FM selaku Dirut PLN periode 2008-2009 telah bermufakat untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan lelang diketahui bahwa Panitia Pengadaan atas arahan FM telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN Alton UGSC, meskipun tidak memiliki syarat teknis maupun administrasi. Selain itu, diduga kuat bahwa perusahaan Alton UGSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN.

Kemudian, pada 2009 sebelum dilaksanakan penandatanganan kontrak KSO BRN telah mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada, dengan Dirut inisial HYL. Dalam kesepakatan itu, ada pemberian imbalan fee kepada PT BRN. Selanjutnya, tersangka HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.

Diketahui bahwa PT Praba tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalimantan Barat. Kemudian, pada 11 Juni 2009 dilakukan panandatanganan kontrak oleh tersangka FM, dengan tersangka RR dengan nilai kontrak 80.848.341 USD dan Rp507.424.168.000 atau total kurs saat itu Rp1,254 triliun.

Dengan tanggal efektif kontrak 28 Desember 2009 dan masa penyelesaian sampai 28 Februari 2012. Namun, pada akhir kontrak KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 pekerjaan. Kemudian telah dilakukan 10 kali amandemen terakhir pada 31 Desember 2018.

Ternyata, pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan baru selesai 85,56 persen. Sehingga, PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta USD setara Rp1,350 triliun. Angka itu merupakan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan berdasarkan analisa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Keempat tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Yon/P-3)

Read Entire Article
Global Food