FAO: Laju Deforestasi Dunia Melambat, tapi Tekanan pada Hutan Masih Tinggi

3 hours ago 1
 Laju Deforestasi Dunia Melambat, tapi Tekanan pada Hutan Masih Tinggi Foto udara kondisi Kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk, Jakarta Utara(ANTARA FOTO.Fakhri Hermansyah)

LAPORAN Global Forest Resources Assessment 2025 (FRA 2025) yang dirilis oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mengungkapkan kabar baik bagi keberlanjutan lingkungan global. Laju deforestasi di dunia tercatat melambat dalam satu dekade terakhir.

Laporan lima tahunan tersebut diluncurkan dalam acara Global Forest Observations Initiative (GFOI) Plenary yang digelar di Bali, Indonesia. FRA 2025 menegaskan bahwa meski deforestasi masih terjadi, kecepatan kehilangan hutan global menurun secara signifikan dibandingkan periode sebelumnya.

Data terbaru menunjukkan bahwa hutan masih menutupi 4,14 miliar hektar atau sekitar sepertiga dari total daratan dunia, setara dengan 0,5 hektar per orang. Hampir setengah dari seluruh hutan dunia berada di wilayah tropis.

"Lebih dari separuh kawasan hutan kini telah memiliki rencana pengelolaan jangka panjang, sementara sekitar 20 persen di antaranya berada dalam kawasan lindung yang ditetapkan secara hukum. Kondisi ini menjadi sinyal positif atas upaya global menjaga keberlanjutan hutan," kata Direktur Jenderal FAO, QU Dongyu, Selasa (21/10).

Namun demikian, menurut Dongyu, tantangan masih besar. FAO mencatat, laju deforestasi masih mencapai 10,9 juta hektar per tahun, angka yang tergolong tinggi dan berpotensi mengancam keseimbangan ekosistem.

Diketahui, hutan berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan, mata pencaharian masyarakat lokal, serta penyediaan bahan baku dan energi terbarukan. Tak hanya itu, hutan juga menjadi rumah bagi sebagian besar keanekaragaman hayati dunia dan berfungsi sebagai pengatur siklus karbon serta hidrologi global.

Peran penting lainnya, hutan mampu mengurangi risiko bencana alam seperti kekeringan, erosi tanah, longsor, dan banjir, menjadikannya komponen vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem bumi.

Dongyu menyebut laporan ini sebagai panduan penting bagi kebijakan dan aksi global di bidang kehutanan.

"FRA adalah evaluasi global yang paling komprehensif dan transparan tentang sumber daya hutan beserta kondisi, pengelolaan, dan pemanfaatannya, yang mencakup semua elemen tematik pengelolaan hutan lestari. Data yang dihasilkan memiliki beragam tujuan, mulai dari menginformasikan komunitas global tentang status hutan dan perubahannya, hingga mendukung keputusan, kebijakan, dan investasi terkait hutan dan jasa ekosistem yang disediakannya," ujarnya.

Berikut beberapa temuan utama FRA 2025:

  1. Luas hutan: tutupan hutan dunia mencapai 4,14 miliar hektar (32 persen daratan global).
  2. Laju kehilangan hutan menurun: rata-rata kehilangan hutan bersih turun dari 10,7 juta hektar per tahun (1990-an) menjadi 4,12 juta hektar (2015–2025).
  3. Deforestasi dan perluasan hutan. Deforestasi menurun dari 17,6 juta hektar per tahun (1990–2000) menjadi 10,9 juta hektar (2015–2025), meski laju perluasan hutan baru juga ikut melambat.
  4. Regenerasi alami. Hutan yang beregenerasi secara alami mencakup 92 persen dari total luas hutan dunia (3,83 miliar hektar).
  5. Hutan primer: menutupi 1,18 miliar hektar, sekitar sepertiga dari total hutan dunia, dengan laju kehilangan yang kini hanya setengah dari awal tahun 2000-an.
  6. Hutan tanaman, mencakup 8 persen atau 312 juta hektar dari total luas hutan global, meningkat di semua wilayah meski pertumbuhannya melambat.
  7. Stok biomassa dan karbon. Volume kayu dunia mencapai 630 miliar meter kubik, sementara stok karbon hutan meningkat hingga 714 gigaton.
  8. Kawasan lindung, sekitar 813 juta hektar (20 persen) hutan kini berada dalam kawasan lindung yang diakui secara hukum.
  9. Rencana pengelolaan, 2,13 miliar hektar (55 persen) hutan dikelola dalam rencana jangka panjang, meningkat 365 juta hektar sejak 1990.
  10. Gangguan hutan. Setiap tahun, rata-rata 261 juta hektar lahan terdampak kebakaran, separuhnya merupakan kawasan hutan. Selain itu, 41 juta hektar hutan mengalami kerusakan akibat serangga, penyakit, atau cuaca ekstrem.
  11. Kepemilikan hutan, 71 persen hutan dimiliki publik, 24 persen milik swasta, dan sisanya di bawah kategori kepemilikan lain.
  12. Tujuan pengelolaan: Sekitar 1,2 miliar hektar hutan dikelola untuk produksi, sementara sebagian lainnya untuk konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan tanah dan air, serta layanan sosial.

Dongyu menegaskan bahwa FRA 2025 merupakan hasil kolaborasi besar yang melibatkan 236 negara dan wilayah. Penilaian dilakukan melalui proses nasional dengan dukungan koresponden resmi dari 197 negara dan lebih dari 700 pakar kehutanan di seluruh dunia.

FRA 2025 juga disusun bersama berbagai organisasi mitra internasional untuk memastikan efisiensi, konsistensi, dan keterpaduan data.

"Informasi dalam laporan ini menjadi landasan penting untuk memantau dan menilai kemajuan berbagai komitmen global, termasuk Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, Persetujuan Paris tentang Perubahan Iklim, Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming–Montreal, serta Rencana Strategis PBB untuk Kehutanan 2017–2030," tuturnya. (Fik/M-3)

Read Entire Article
Global Food