
MENINGKATNYA peredaran barang palsu dan pelanggaran kekayaan intelektual (KI) di platform perdagangan daring menjadi tantangan serius bagi pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Transformasi digital yang mempercepat arus perdagangan lintas negara telah membuka peluang besar bagi inovasi, namun di sisi lain juga menciptakan celah bagi penyalahgunaan dan pelanggaran KI.
Menyikapi kondisi tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum bersama European Union Intellectual Property Office (EUIPO) melalui program SCOPE IPR menggelar workshop bertajuk “Challenges in IPR Enforcement in Physical and Online Marketplaces” di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (22/10).
Direktur Penegakan Hukum DJKI Brigjen Pol. Arie Ardian Rishadi menegaskan bahwa penegakan hukum KI kini berada pada titik krusial. Menurutnya, masyarakat dunia kini tidak lagi menghadapi pelanggaran yang bersifat lokal dan sporadis, tetapi jaringan pelanggaran yang terorganisir dan lintas yurisdiksi.
“Karena itu, pendekatan penegakan hukum harus bertransformasi menjadi lebih adaptif, berbasis intelijen digital, dan melibatkan sinergi kuat antara aparat penegak hukum, pelaku industri, serta platform digital,” ujarnya.
Brigjen Arie menjelaskan bahwa perkembangan teknologi informasi dan kecerdasan buatan telah mengubah pola pelanggaran KI menjadi lebih kompleks, mulai dari penggunaan identitas anonim, penggandaan digital, hingga penyebaran konten pelanggaran berskala besar. Untuk menjawab tantangan tersebut, DJKI kini tengah membentuk Satuan Tugas Pengawasan Perdagangan dan Penanggulangan Pelanggaran KI.
“Satuan tugas ini akan menjadi katalis koordinasi nasional antara DJKI, Bea dan Cukai, Kepolisian, serta pelaku industri dan platform digital untuk menekan peredaran barang tiruan di pasar fisik maupun daring,” jelasnya.
Sementara itu, Carsten Sorensen, Head of Trade, European Union Delegation to Indonesia, menyoroti pentingnya penegakan hukum KI sebagai fondasi iklim investasi yang sehat. Menurutnya komitmen akan jalannya hukum yang pasti menjadi fundamental dalam menjaga iklim investasi dan perdagangan yan baik.
“Kita perlu berkomitmen agar perdagangan dan investasi berjalan di bawah hukum yang pasti, menciptakan lingkungan yang stabil termasuk dalam penegakan kekayaan intelektual,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa kepastian hukum tidak cukup di atas kertas, melainkan harus diwujudkan melalui implementasi nyata. Penegakan hukum sangat penting pula untuk membangun kepercayaan masyarakat dalam perdagangan.
Oleh karena itu, dia menyatakan program dan inisiatif seperti SCOPE IPR (EU-ASEAN Sustainable Connectivity Package - Intellectual Property Rights) menjadi wujud nyata kerja sama dan komitmen otoritas publik antarnegara yang akan memastikan aturan internasional diterapkan untuk mewujudkan sistem KI yang lebih baik.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Kantor Kekayaan Intelektual Denmark, ASEAN Secretariat, pelaku e-commerce, aparat penegak hukum, dan pemilik KI dari berbagai negara anggota ASEAN. Diskusi berfokus pada praktik terbaik dalam pengawasan perdagangan lintas batas, forensik digital, serta mekanisme pelaporan pelanggaran di platform daring.
Melalui workshop ini, DJKI menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat sistem penegakan hukum yang tidak hanya melindungi pemilik hak, tetapi juga menjaga kepercayaan konsumen dan memastikan ekosistem perdagangan yang sehat dan berintegritas. Masyarakat dan pelaku usaha diimbau untuk aktif mendaftarkan, melaporkan, dan melindungi kekayaan intelektualnya. Pendaftaran KI adalah langkah awal pelindungan hukum yang memberi kepastian dan perlindungan penuh terhadap inovasi, baik di tingkat nasional maupun internasional.