IMUNISASI merupakan salah satu langkah penting dalam menjaga kesehatan anak. Meski begitu masih banyak informasi yang beredar di masyarakat yang membuat sebagian orangtua merasa khawatir.
Kekhawatiran tentang efek samping yang berbahaya atau anggapan bahwa imunisasi tidak diperlukan sering kali menghalangi orangtua dalam mengambil keputusan untuk melindungi anak mereka dari penyakit serius. Padahal, manfaat imunisasi jauh lebih besar dibandingkan risikonya, dan vaksin yang tepat dapat memberikan perlindungan jangka panjang.
Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, UNICEF telah mengidentifikasi 7 pernyataan yang sering beredar di masyarakat terkait imunisasi. Mari cek mitos dan faktanya!
1. Bayi atau anak selalu mengalami demam setelah diimunisasi (Mitos)
Tergantung pada kondisi tubuh, anak mungkin mengalami demam ringan, yang menunjukkan bahwa tubuhnya merespons vaksin dengan baik. Hal ini menandakan bahwa vaksin bekerja sesuai harapan.
2. Vaksin menyebabkan autisme (Mitos)
Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi nasional telah mendapat persetujuan dari National Immunisation Technical Advisory Group (NITAG), lolos prakualifikasi dari WHO, dan telah diuji oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Hingga saat ini, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung adanya hubungan antara jenis vaksin apa pun dengan autisme.
3. Kandungan vaksin membahayakan kesehatan (Mitos)
Komponen utama dalam vaksin adalah antigen, yang berfungsi merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan respons perlindungan.
Antigen yang biasanya digunakan adalah kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan membangun antibodi. Antibodi menghasilkan sel-sel yang akan mengingat cara melawan suatu penyakit, sehingga tubuh pun terlindung dari penyakit itu di kemudian hari.
4. ASI bisa menggantikan vaksin (Mitos)
ASI dan vaksin memiliki peran yang saling melengkapi dalam membangun kekebalan tubuh bayi dan anak. ASI eksklusif, didukung nutrisi yang cukup dan seimbang, memberikan perlindungan umum terhadap berbagai penyakit.
Sementara itu, vaksinasi memberikan perlindungan spesifik terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga dengan kombinasi keduanya, anak mendapat perlindungan kekebalan yang optimal.
5. Imunitas alami kekebalan tubuh yang didapatkan dari penyakit itu sendiri adalah lebih baik dibandingkan kekebalan yang dibangun oleh vaksin (Mitos)
Infeksi alami dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan berpotensi fatal, terutama pada penyakit yang sering dianggap ringan, seperti campak.
Selain itu, tidak semua infeksi alami memberikan kekebalan jangka panjang. Misalnya, infeksi pertusis (batuk rejan) tidak selalu menghasilkan kekebalan yang bertahan lama, sehingga masih mungkin terjangkit kembali.
6. Suntikan ganda aman bagi bayi dan anak (Fakta)
Tenaga kesehatan sering menyarankan anak untuk menerima lebih dari satu kali suntikan vaksin, karena vaksin terbukti aman, efektif, dan tidak menimbulkan gangguan dengan vaksin lain atau meningkatkan risiko sakit pada anak.
Penyedia layanan imunisasi selalu mengikuti prinsip pemberian suntikan yang aman, menjaga vaksin sesuai prosedur penyimpanan yang tepat, dan memperhatikan kontraindikasi imunisasi dengan baik.
7. Kekebalan kelompok dapat dicapai melalui vaksinasi (Fakta)
Program imunisasi menerapkan konsep "kekebalan kelompok," yang hanya dapat tercapai jika cakupan imunisasi di masyarakat cukup tinggi dan merata.
Pemahaman bahwa kekebalan kelompok terbentuk hanya melalui paparan langsung individu yang sehat terhadap penyakit adalah salah.
Kekebalan kelompok tercapai ketika proporsi populasi yang cukup tinggi menerima imunisasi, sehingga orang lain, termasuk mereka yang tidak dapat divaksinasi karena alasan medis, turut terlindungi secara tidak langsung. Hal ini terjadi karena vaksinasi dapat mengurangi penyebaran penyakit di masyarakat. (Z-1)