
PENYIDIK Balai Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan (Balai Gakkum Kehutanan) Wilayah Sumatera secara resmi menyerahkan tersangka AS (45) beserta barang bukti kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) pada 26 Februari 2025.
Proses pelimpahan tersangka dan barang bukti dilakukan pada 4 Maret 2025, menandai langkah lanjutan dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan perdagangan satwa dilindungi.
Barang bukti yang diserahkan dalam kasus ini meliputi 9 kardus berisi 322 kilogram sisik trenggiling (Manis javanica), 1 unit mobil Daihatsu Sigra, 3 unit ponsel, 2 flashdisk berisi hasil digital forensic, serta print out analisis dan data extraction digital forensic.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatra Hari Novianto menyatakan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait dugaan aktivitas penyimpanan dan rencana perdagangan sisik trenggiling di Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara pada 11 November 2024.
Berdasarkan laporan tersebut, Tim Gabungan Gakkum Kehutanan bersama POMDAM I/Bukit Barisan dan Polda Sumatera Utara melakukan operasi di Jl. Jenderal Ahmad Yani, Kisaran, dan berhasil menangkap AS (45), seorang warga sipil, bersama tiga oknum aparat, yaitu MYH (48), RS (35), dan AHS (39), yang diduga akan mengirimkan 9 kardus berisi 322 kilogram sisik trenggiling menggunakan bus PT. R.
"Penyelidikan lebih lanjut mengarah pada penggeledahan rumah MYH di Kelurahan Siumbut Umbut, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, yang mengungkap 21 karung berisi 858 kilogram sisik trenggiling. Dengan demikian, total barang bukti dalam kasus ini mencapai 1,2 ton sisik trenggiling, menjadikannya salah satu kasus perdagangan satwa liar terbesar di Sumatra Utara," kata Hari, Jumat (7/3).
Dalam proses penanganan perkara, AS (45) beserta barang bukti 322 kilogram sisik trenggiling, dilakukan penyidikan oleh Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, sedangkan MYH (48) dan RS (35) yang terkait dengan 858 kilogram sisik trenggiling ditangani oleh POMDAM I/Bukit Barisan.
AHS (39), yang diduga turut terlibat, saat ini sedang menjalani proses hukum terkait pelanggaran kode etik di Polres Asahan. Penyidik Balai Gakkum Kehutanan masih terus mendalami dugaan keterlibatan para pelaku tersebut dalam jaringan tindak pidana perdagangan satwa liar.
Penyidik Gakkum Kehutanan menjerat AS (45) dengan Pasal 40A ayat (1) huruf f jo. Pasal 21 ayat (2) huruf c UU No. 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta sejumlah peraturan turunannya, dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp 5 miliar.
Hari mengatakan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama lintas sektor yang solid dalam upaya pemberantasan perdagangan ilegal satwa dilindungi.
"Kami mengapresiasi dukungan penuh dari POMDAM I/Bukit Barisan, Oditurat Militer I-02 Medan, Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Kepolisian Resor Asahan, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dan BBKSDA Sumatera Utara dalam penanganan kasus ini. Sinergi antarinstansi menjadi kunci utama dalam mengungkap dan menindak jaringan perdagangan satwa liar yang mengancam kelestarian biodiversitas Indonesia," ujar Hari.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan Dwi Januanto Nugroho menegaskan bahwa kejahatan perdagangan satwa liar merupakan ancaman serius bagi kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem serta berpotensi menjadi bagian dari jaringan kejahatan terorganisir lintas negara.
"Kasus ini membuktikan bahwa perdagangan ilegal satwa liar masih menjadi ancaman nyata terhadap keanekaragaman hayati kita. Sisik trenggiling merupakan salah satu komoditas ilegal lintas negara yang paling banyak diperdagangkan, dan kami tidak akan membiarkan Indonesia menjadi jalur utama perdagangannya," kata Januarto.
Pihaknya berkomitmen untuk terus memperkuat penegakan hukum, membongkar jaringan kejahatan, serta berkoordinasi dengan otoritas internasional untuk menindak perdagangan ilegal satwa liar yang melibatkan aktor lintas negara.
Lebih lanjut, Januanto menegaskan bahwa penindakan terhadap kejahatan ini tidak akan berhenti pada para pelaku di lapangan, tetapi akan terus dikembangkan hingga ke jaringan yang lebih besar, termasuk penadah dan pembeli di dalam maupun luar negeri.
"Kasus ini membuktikan bahwa negara hadir dan bertindak tegas dalam melindungi keanekaragaman hayati Indonesia dari ancaman eksploitasi dan perdagangan ilegal. Kejahatan terhadap satwa dilindungi bukan hanya merugikan ekosistem, tetapi juga mencederai kedaulatan sumber daya alam kita. Melalui penegakan hukum yang konsisten dan kolaborasi lintas sektor, pemerintah memastikan bahwa keanekaragaman hayati tetap terjaga dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan masa depan," pungkasnya. (Ata/M-3)