Arah Baru Pembangunan Manusia di Era Prabowo-Gibran

6 hours ago 2
Arah Baru Pembangunan Manusia di Era Prabowo-Gibran Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji.(Dok. Kemendukbangga/BKKBN)

SATU tahun pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi satu momentum penting bagi arah baru kebijakan pembangunan manusia di Indonesia. Perubahan besar terjadi ketika Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bertransformasi menjadi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) pada 2024.

Transformasi ini menjadikan Kemendukbangga sebagai kementerian baru yang berfokus pada dua urusan besar, yakni pengendalian penduduk dan pembangunan keluarga.

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji menyebut bahwa perubahan ini adalah perintah langsung Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia.

Ia menjelaskan, tugas Kemendukbangga bukan hanya meneruskan program BKKBN sebelumnya, melainkan membangun fondasi kebijakan baru yang menempatkan keluarga sebagai inti pembangunan nasional.

"Dua hal besar yang kami urus adalah kependudukan dan pembangunan keluarga. Penduduk harus terkendali, dan keluarga harus dibangun dari hulu ke hilir," Kata Wihaji saat di wawancarai Media Indonesia, Selasa (14/10).

Asta Cita keempat

Pembangunan Kemendukbangga tak semata fisik namun lebih pada pembangunan sumber daya manusia. Hal tersebut pun juga sejalan dengan Astacita Presiden Prabowo-Gibran, terutama cita keempat tentang pengembangan sumber daya manusia unggul, dan cita keenam mengenai pengentasan kemiskinan.

"Kami melaksanakan Asta Cita keempat, pengembangan SDM, dan keenam, pengentasan kemiskinan. Semua itu bermuara pada keluarga," ujarnya.

Bagi Wihaji, keluarga adalah satuan terkecil bangsa yang menentukan kualitas negara. Banyak persoalan nasional seperti kemiskinan, gizi buruk, dan kekerasan sosial berakar dari keluarga yang tidak tertata.

Kemendukbangga membangun Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) yang bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kemendukbangga dan Kemendagri pun sepakat menetapkan 30 indikator kependudukan dan pembangunan keluarga.

"Sebagai mantan kepala daerah, saya paham betul bahwa daerah itu butuh motivasi, bukan hanya perintah. Karena itu kita buat indikator kinerja dan insentif. Kalau pemerintah daerah melaksanakan indikator ini dengan baik, mereka akan mendapat insentif Rp5 miliar sampai Rp15 miliar," tuturnya.

Percepatan Penurunan Stunting

Selain kebijakan makro, Kemendukbangga juga menyiapkan Dana Alokasi Khusus (DAK) nonfisik untuk membantu daerah menjalankan program percepatan penurunan stunting. "Hari ini prevalensi stunting nasional 19,8 persen. Target tahun ini 18,8 persen dan pada 2029 kita kejar 14 persen," ujarnya.

Kemendukbangga juga menginisiasi GENTING (Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting), melibatkan masyarakat, korporasi, dan BUMN secara sukarela.

Sementara itu, Program Tamasya (Taman Asuh Sayang Anak)  memberi ruang bagi pekerja perempuan agar tetap bisa berkarier tanpa meninggalkan peran pengasuhan."Kami kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Setiap perusahaan yang ingin dapat PROPER wajib punya Tamasya. Anak-anak pekerja harus diasuh dengan baik," jelasnya.

Setelah menyentuh keluarga dan anak, Kemendukbangga pun juga menaruh perhatian besar pada remaja Indonesia. Data UNICEF menunjukkan 20,9 persen anak kehilangan sosok ayah dalam pengasuhan. Fenomena itu, menurut Wihaji, sangat berpengaruh pada kesehatan mental generasi muda.

Untuk menjawab hal ini, Kemendukbangga meluncurkan Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) guna mendorong kehadiran ayah dalam kehidupan anak.

Proses Panjang

Kemendukbangga juga memperluas perhatian hingga tahap lanjut usia melalui program Lansia Berdaya, yang terdiri atas Sekolah Lansia, Lansia Entrepreneur, dan Kartu Lansia. Menurut data, 11,7 persen lansia di Indonesia mengalami kesepian.

"Dengan adanya program Lansia Berdaya ini, kita memfasilitasi dengan hadirnya sekolah lansia untuk tempat mereka bahagia. Ada nyanyi, olahraga, doa bersama," tuturnya.

Wihaji pun mengingatkan bahwa pembangunan keluarga adalah proses panjang yang perlu disiplin dan presisi.  Wihaji juga mengajak masyarakat untuk optimistis menghadapi masa depan. Ia juga mengajak para keluarga di Indonesia untuk terus produktif agar menjadi keluarga yang lebih kuat. "Kalau keluarga Indonesia sehat, produktif, dan bahagia, bonus demografi bukan lagi tantangan, tapi kekuatan,” pungkasnya. (Fik/H-2)

Read Entire Article
Global Food