Anggaran Kemenlu Harus Utamakan Prioritas Nasional

5 hours ago 3
Anggaran Kemenlu Harus Utamakan Prioritas Nasional Presiden Prabowo Subianto (kanan) didampingi Menteri Luar Negeri Sugiono (tengah), Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya (kedua kiri), Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM Rosan Roeslani (kanan), dan Menteri HAM Natalius Pigai mengikuti jalannya Konferens(Antara/Fathur Rochman)

KEMENTERIAN Luar Negeri (Kemenlu) mengajukan anggaran sebesar Rp9,89 triliun untuk 2025, termasuk tambahan Rp4 triliun guna mendukung berbagai program diplomasi, perlindungan WNI, dan penguatan kelembagaan. Untuk 2026, kementerian kembali mengusulkan Rp7,93 triliun dengan tambahan anggaran sebesar Rp4 triliun.

Tambahan dana tersebut disebut akan dialokasikan ke sejumlah sektor, antara lain diplomasi dan kerja sama internasional, kepemimpinan multilateral, penegakan kedaulatan serta hukum internasional, perlindungan WNI di luar negeri dan dukungan manajemen. Namun, proporsionalitas anggaran ini menuai pertanyaan publik, terutama jika dikaitkan dengan capaian diplomasi Indonesia dalam menjaga perdamaian global, termasuk isu Palestina.

Pakar Hubungan Internasional Universitas Indonesia Prof Suzie Sudarman menyoroti dinamika politik global yang ikut menyeret posisi Indonesia. Ia menyinggung apresiasi Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Presiden Prabowo Subianto dalam dua forum internasional, yakni Sidang Umum PBB di New York dan KTT Perdamaian Gaza di Doha.

"Presiden Trump menilai pendekatan Indonesia dalam isu Gaza dan Indo-Pasifik sebagai model kepemimpinan yang menyeimbangkan kekuatan dan empati," kata Prof Suzie dihubungi Media Indonesia, Rabu (15/10). Namun Suzie mengingatkan bahwa penggunaan anggaran harus tetap berpijak pada prioritas nasional, bukan pada apresiasi negara lain. 

"Andaikata peningkatan anggaran Kemenlu itu dimaksudkan untuk mendukung cita-cita Presiden Trump, sangatlah ironis, karena kita seyogianya menggunakan anggaran negara untuk menyejahterakan rakyat Indonesia," sebutnya.

Soal relevansi kenaikan dana untuk memperkuat diplomasi terhadap isu Palestina dan solusi dua negara, Suzie menilai perlu kehati-hatian dalam pengelolaan dana publik. Ia menyarankan ada upaya memperoleh advis dari bidang ilmu sosial seperti antropologi dan sosiologi agar aparatur negara sungguh-sunguh mampu mendukung kebijakan Presiden.

Mengenai keseimbangan antara kepentingan bilateral-ekonomi dan amanat konstitusi menjaga ketertiban dunia, Suzie menilai diplomasi bisa tetap efektif tanpa pemborosan. "Andaikata amanat konstitusi diberi prioritas dan dana negara dimanfaatkan untuk melakukan kerja diplomatik yang meningkatkan posisi tawar pemerintah, peningkatan anggaran bisa agak dipangkas," katanya.

Ia menekankan pentingnya diplomasi akar rumput. "Upaya diplomasi di arena grass roots jauh lebih rendah ongkosnya dibandingkan dengan upaya memberikan konsesi dalam bentuk pembelian-pembelian produk negara yang dibidik, pasti hal ini akan memboroskan anggaran negara," paparnya.

Menurutnya, model ini telah lama dipraktikkan negara-negara besar. "Diplomasi di tingkat grass roots tentu bisa mencontoh upaya yang lazim dilakukan untuk mempenetrasi masyarakat Indonesia oleh negara-negara kuat," lanjutnya.

Pakar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, berharap terkait evaluasi anggaran dan kinerja Kemenlu dalam isu perdamaian global, penilaian dilakukan secara objektif. "Diharapkan DPR mampu mengevaluasi Kementerian Luar Negeri secara sangat profesional, karena Kementerian ini sejak lama telah berkinerja secara sangat baik dan menunjukkan bukti-bukti keberhasilan secara di atas harapan publik," paparnya saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (16/10).

Ia mengingatkan agar penilaian tidak semata didasarkan pada kepentingan politik. "Para anggota DPR hendaknya mengedepankan sisi-sisi kenegarawanan mereka dan bukan terjebak dalam hal-hal administratif dalam penilaian mereka, sehingga cenderung mengandalkan aspirasi parpol masing-masing yang seringkali berpikiran politis dan pragmatis," lanjutnya. (Fer/I-2)

Read Entire Article
Global Food