468 Ribu Biawak Diekspor, Guru Besar IPB: Ingat Aspek Konservasi Demi Keamanan Eksosistem

8 hours ago 6
 Ingat Aspek Konservasi Demi Keamanan Eksosistem Ilustrasi(ANTARA)

GURU Besar IPB Unuversity menyoroti perihal tingginya ekspor biawak.

Untuk diketahui, Indonesia menjadi salah satu eksportir kulit biawak terbesar di dunia dengan kuota ratusan ribu ekor per tahun. 

Melihat kenyataan itu, Prof Mirza Dikari Kusrini, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University mengingatkan aspek konservasi

Dia menegaskan perlunya tata kelola berbasis sains agar perdagangan ini tetap aman tanpa merusak ekosistem.

Berdasarkan buku kuota Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024, total 476.000 ekor biawak dapat diperdagangkan. Sebanyak 468.560 ekor di antaranya khusus untuk kebutuhan ekspor kulit. Kuota tersebut tersebar di 18 provinsi, dengan Sumatera Utara sebagai penerima kuota terbesar. Selain untuk ekspor, biawak juga diburu di tingkat lokal. 

Prof Mirza yang juga dosen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) IPB University ini menuturkan, penelitian mahasiswa IPB University menunjukkan biawak dimanfaatkan untuk konsumsi daging dan obat tradisional. Hewan ini juga kerap dianggap sebagai hama di beberapa daerah.

“Di Jawa Barat, ada kelompok pemburu biawak yang menggunakan anjing untuk menangkapnya, baik untuk dijual maupun dikonsumsi,” ungkap Prof Mirza melalui siaran pers yang diterima Sabtu (18/10) siang. 

Masih menurutnya, biawak (Varanus spp.), khususnya biawak air (Varanus salvator), merupakan predator oportunistik sekaligus pemakan bangkai. 

“Biawak sangat berperan dalam rantai makanan, mulai dari memangsa ikan, reptil kecil, burung, hingga mamalia kecil. Mereka juga membantu sebagai pengendali populasi dan berfungsi sebagai pembersih lingkungan alami,” jelasnya.

Namun, ia menegaskan bahwa interaksi biawak dengan manusia sering berubah seiring penurunan predator alami atau melimpahnya makanan di sekitar pemukiman. 

“Di beberapa perumahan, biawak bahkan memangsa anak kucing. Fenomena ini pernah kami teliti di kawasan urban,” tambahnya.

Menurutnya, perdagangan biawak di Indonesia masih dalam batas aman. Dari sisi regulasi, biawak air tidak termasuk satwa dilindungi, sesuai Peraturan Menteri LHK P.106/2018. Akan tetapi, perdagangan internasionalnya dikontrol melalui mekanisme CITES Appendix II. 

“Artinya, perdagangan biawak diperbolehkan dengan syarat ada kuota, izin ekspor, dan kajian non-detriment findings (NDF),”katanya.

Prof Mirza menegaskan bahwa meskipun status biawak di International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List masih ‘Least Concern’, pemerintah tetap perlu menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan konservasi. Pengawasan ketat dan kebijakan berbasis sains penting agar tidak berdampak pada keberlanjutan ekosistem.

“Kuota harus berbasis sains, pemasok ekspor harus legal dan memiliki traceability, serta pemburu lokal harus mendapat harga yang adil. Itu kunci agar perdagangan biawak tetap berkelanjutan,”tutupnya. (H-2)

Read Entire Article
Global Food