Pakar: Penanggulangan Terorisme Harus Kombinasikan Soft dan Hard Approach

4 hours ago 3
 Penanggulangan Terorisme Harus Kombinasikan Soft dan Hard Approach Densus 88 mengamankan rumah terduga teroris di Sulawesi Tengah.(Dok. MI)

PAKAR terorisme Solahudin menyebut Indonesia saat ini berada di era terbaik dalam penanganan terorisme berkat strategi kolaboratif antara soft approach dan hard approach yang dijalankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Antiteror Polri. Ia mengatakan upaya penanggulangan terorisme di Indonesia memasuki babak baru yang dinilai paling efektif sepanjang sejarah.

“Saya merasa bahwa ini adalah era terbaik dalam penanggulangan terorisme Indonesia. Kenapa saya bilang ini era terbaik? Karena program soft approach menurut saya sangat berhasil,” kata Solahudin, melalui keterangannya, Rabu (9/7).

Keberhasilan soft approach, kata ia, tampak dari bubarnya organisasi Jemaah Islamiah (JI) yang selama ini dikenal sebagai kelompok paling berbahaya di kawasan. Solahudin menyatakan bahwa pembubaran JI bukan terjadi secara alami dari internal kelompok, melainkan merupakan hasil dari strategi deradikalisasi yang dijalankan oleh aparat.

“Jemaah Islamiah sebagai organisasi terorisme paling mematikan membubarkan diri. Membubarkan diri memang bisa sendiri? Tidak. Membubarkan diri itu hasil dari intervensi deradikalisasi yang dilakukan oleh Densus 88,” jelasnya.

Solahudin menyatakan strategi hard approach tetap dijalankan secara ketat oleh Densus 88, terutama dalam hal penindakan dan penegakan hukum terhadap jaringan teror yang masih aktif. Namun, keberlanjutan keamanan nasional dinilai sangat ditopang oleh upaya soft approach yang dilakukan oleh BNPT dan Densus 88 AT Polri beserta Kementerian Lembaga Terkait seperti pendampingan mantan narapidana terorisme (napiter), rehabilitasi psikososial, hingga reintegrasi ke masyarakat.

Solahudin memaparkan data bahwa dari sekitar 2.000 eks napiter yang telah menyelesaikan masa hukumannya, sekitar 69% kini sudah meninggalkan ideologi radikal dan bersikap kooperatif terhadap program pembinaan.

“Jadi kalau misalkan Anda katakan, ada harapan? Harapan sangat besar,” pungkasnya.

Sentuh Kelompok Radikal

Selain menyasar para napiter, soft approach juga menyentuh kelompok-kelompok yang rentan terpapar paham ekstrem atau radikalisme, khususnya perempuan. BNPT secara aktif melibatkan perempuan dalam program pencegahan, mengingat meningkatnya peran perempuan dalam jaringan teror, baik sebagai simpatisan, pelaku, hingga fasilitator ideologi radikal dalam lingkup keluarga.

Melalui edukasi, pelatihan keterampilan, dan pendekatan berbasis komunitas, BNPT memberikan ruang bagi perempuan untuk menjadi agen perdamaian di lingkungannya. Pendekatan ini tidak hanya bersifat preventif, tetapi juga bertujuan untuk memutus rantai regenerasi ideologi kekerasan sejak dari lingkungan rumah.

Langkah ini sejalan dengan riset yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam membentengi keluarga dari pengaruh radikalisme, sekaligus menjadi target utama dalam propaganda kelompok ekstrem. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kelompok ini menjadi pilar penting dalam strategi pencegahan jangka panjang.

"Dengan perpaduan pendekatan keras dan lunak yang semakin matang, serta perluasan sasaran deradikalisasi terhadap kelompok rentan seperti perempuan, Indonesia menunjukkan bahwa penanggulangan terorisme tidak hanya soal keamanan, tetapi juga soal kemanusiaan dan ketahanan sosial. Kolaborasi BNPT dan Densus 88 kini menjadi contoh konkret bagaimana strategi keamanan modern dijalankan dengan keseimbangan antara ketegasan dan empati," pungkasnya.  (H-3)
 

Read Entire Article
Global Food