INDONESIA merupakan negara yang rawan gempa karena terletak di sepanjang Cincin Api Pasifik, di mana tiga lempeng tektonik dunia bertemu. Bencana gempa yang terjadi di Indonesia sering kali mengakibatkan korban jiwa yang banyak serta kerugian material yang besar. Lalu, muncul pertanyaan: apakah ada solusi untuk mengurangi dampak tersebut? Mengapa kita masih mengalami kerugian besar saat bencana melanda?
Seiring dengan kemajuan zaman, teknologi kini memainkan peran penting dalam kemajuan suatu negara. Salah satu perkembangan menarik adalah penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi kerentanan bangunan terhadap gempa. Inovasi ini memberikan solusi yang cepat dan ramah biaya. Inovasi ini berhasil dikembangkan oleh Prasanti Widyasih Sarli, Ph.D., salah satu pemenang L'Oréal-UNESCO For Women in Science (FWIS) 2024.
Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini telah mengembangkan teknologi AI untuk mengidentifikasi kerentanan bangunan perkotaan terhadap gempa. Inovasi ini bertujuan membantu pemerintah merancang bangunan tahan bencana dan mengurangi risiko korban jiwa.
Penyebab Utama Kerugian Akibat Bencana
Tahukah Anda bahwa bencana gempa bukanlah penyebab utama kematian yang terjadi? Justru, ada faktor lain yang lebih besar dalam menyebabkan korban jiwa. Asih (sapaan akrab Prasanti) menjelaskan kerugian besar dan banyaknya korban jiwa justru terjadi di negara-negara miskin dan berkembang.
“Sebanyak 90% kematian akibat bencana terjadi di negara-negara miskin dan berkembang. Jadi, kemungkinan kita meninggal akibat bencana di negara dengan kondisi lingkungan yang serupa lima kali lebih besar jika kita tinggal di negara miskin dan berkembang dibandingkan dengan negara kaya,” ujar Asih.
Lalu, apa yang menyebabkan perbedaan risiko antara negara maju dan negara berkembang?
Asih menjelaskan bahwa negara maju memiliki perencanaan dan desain bangunan yang baik, didukung oleh sumber daya yang memadai. Sebaliknya, negara-negara miskin dan berkembang sering kali tidak memiliki infrastruktur dan perencanaan yang memadai, yang menyebabkan kerentanannya terhadap bencana semakin besar.
Tantangan terbesar bagi negara-negara ini adalah keterbatasan data dan sumber daya, yang menghambat alokasi anggaran untuk membangun bangunan yang lebih aman.
Tantangan di Indonesia
Indonesia sendiri masih menghadapi tantangan besar dalam hal ini. Sebagian besar bangunan di Indonesia, terutama di kota-kota besar, merupakan bangunan residensial yang mungkin dibangun tanpa mengikuti standar konstruksi yang memadai. Hal ini membuat sulit untuk mengukur sejauh mana bangunan-bangunan tersebut rentan terhadap bencana gempa.
Di Indonesia, estimasinya sekitar 80% dari semua bangunan yang ada di suatu kota biasanya adalah bangunan residensial, yang mungkin dibangun tanpa atau kurang mengikuti standar tertentu, atau bahkan mungkin dilakukan dengan swakelola, sehingga agak sulit untuk mengukur seberapa rentan populasi bangunan di dalam kota-kota kita."
Untuk mengetahui kerentanannya, tentu dibutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Namun, Asih dan timnya berhasil mengembangkan solusi yang inovatif: sebuah teknologi kecerdasan buatan (AI) yang dapat mengidentifikasi kerentanannya hanya dengan menggunakan foto bangunan.
Inovasi AI untuk Deteksi Kerentanan Bangunan
Inovasi ini memungkinkan identifikasi bangunan melalui foto, yang akan diproses oleh sistem AI untuk menganalisis kerentanannya. Asih menjelaskan, "Di sini, yang kami bangun adalah sebuah AI di mana, hanya dengan menggunakan foto sebuah bangunan, kami dapat melakukan estimasi dan mengidentifikasi bangunan tersebut."
Asih juga menjelaskan lebih lanjut tentang pendekatan multidisipliner yang digunakan agar hal ini dapat tercapai: "Hal ini dapat tercapai dengan menggunakan pendekatan multidisiplin, di mana kita harus menggabungkan disiplin ilmu dari social engineering, system information engineering, dan math science engineering."
"Di langkah pertama, kami akan mengumpulkan database dan membersihkan data yang diperlukan. Lalu, di langkah kedua, kami akan menggunakan model untuk masing-masing disiplin ini. Pada akhirnya, kami akan melakukan mitigasi dan mengintegrasikan semuanya menjadi satu sistem yang membantu kami memeriksa kerentanan di area yang ingin kami tinjau." (NA)