Mahkamah Agung AS Uji Legalitas Kebijakan Tarif Global Trump

3 hours ago 1
Mahkamah Agung AS Uji Legalitas Kebijakan Tarif Global Trump Donald Trump.(Al Jazeera)

SEJUMLAH hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat dari berbagai spektrum ideologi, baik konservatif maupun liberal, pada Rabu (5/11) mempertanyakan keabsahan kebijakan tarif dagang agresif yang diterapkan Presiden Donald Trump terhadap sebagian besar negara di dunia.

Dalam sidang yang berlangsung lebih dari dua jam setengah, para hakim menyoroti apakah langkah Trump telah melampaui kewenangan eksekutif dan melanggar hak konstitusional Kongres dalam hal perpajakan. Kasus ini berfokus pada kebijakan tarif timbal balik terhadap banyak mitra dagang serta tambahan bea masuk untuk produk asal Kanada, Tiongkok, dan Meksiko yang disebut tarif fentanil.

Dua pengadilan federal sebelumnya memutuskan bahwa presiden tidak memiliki dasar hukum untuk menggunakan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) dalam menetapkan tarif semacam itu.

Jaksa Agung D. John Sauer, yang mewakili pemerintahan Trump, membela kebijakan tersebut dengan menyebut tarif itu sebagai kebijakan regulasi bukan pajak. 

"Ini tarif regulasi, bukan tarif yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan," kata Sauer dikutip dari CNBC, Kamis (6/11).

"Fakta bahwa tarif ini menghasilkan pendapatan hanyalah dampak sampingan," sebutnya.

Pernyataan tersebut langsung ditanggapi tajam oleh Hakim Sonia Sotomayor. "Anda mengatakan tarif bukan pajak, tetapi kenyataannya tarif ini menghasilkan uang dari warga negara Amerika, ini jelas merupakan pendapatan," sebutnya.

Dia juga mengingatkan bahwa tidak ada presiden sebelumnya yang pernah menggunakan IEEPA untuk mengenakan tarif sejak undang-undang itu disahkan pada 1977.

Hakim konservatif Neil Gorsuch turut menyoroti potensi penyalahgunaan kekuasaan eksekutif. "Bagaimana jika presiden memveto undang-undang yang ingin menarik kembali kekuasaan ini?" tanyanya.

"Secara praktis, Kongres tidak bisa mendapatkan kembali kekuasaan setelah memberikannya kepada presiden. Ini seperti jalan satu arah yang perlahan menggeser kekuasaan dari wakil rakyat ke eksekutif," katanya.

Beberapa hakim konservatif lainnya, termasuk John Roberts, Amy Coney Barrett, Brett Kavanaugh dan Samuel Alito, juga menekan argumen pemerintah.

Kebijakan tarif Trump dimulai dari 10% untuk banyak negara dan dapat meningkat hingga 50% bagi India dan Brasil. Menurut Committee for a Responsible Federal Budget, kebijakan ini berpotensi menambah pendapatan AS sekitar US$3 triliun hingga 2035. 

Pemerintah dilaporkan telah mengumpulkan sekitar US$151 miliar dari bea masuk pada paruh kedua tahun fiskal 2025, naik hampir 300% dibandingkan tahun sebelumnya.

Neal Katyal, pengacara pihak penggugat, menegaskan bahwa apapun istilahnya, tarif pada dasarnya adalah pajak. "Para pendiri bangsa memberikan kekuasaan memungut pajak hanya kepada Kongres," ujarnya. 

Dia juga menilai penggunaan dalih defisit perdagangan tidak konsisten dengan mencontohkan tarif 39% terhadap impor dari Swiss. Padahal AS justru memiliki surplus perdagangan dengan negara tersebut.

Mahkamah Agung belum mengumumkan jadwal putusan, namun pemerintahan Trump meminta proses dipercepat. Menteri Keuangan Scott Bessent memperingatkan bahwa jika Mahkamah memutuskan tarif tersebut ilegal, AS mungkin harus mengembalikan lebih dari US$750 miliar kepada perusahaan dan importir yang terdampak.

Bessent menulis di platform X bahwa argumen Sauer kuat dan meyakinkan, sementara pihak penggugat dianggap salah memahami tujuan ekonomi kebijakan tarif Trump. Dia menuding para penentang kebijakan itu menunjukkan ketidaktahuan ekonomi karena beranggapan embargo atau kuota tidak berdampak pada pendapatan negara. (I-2)

Read Entire Article
Global Food