
MILITER Israel mengumumkan bahwa bantuan akan mulai dikirim melalui udara ke Gaza, atas permintaan dari negara tetangga, Yordania. Namun, lembaga PBB menilai langkah tersebut tidak efektif.
Seorang pejabat Yordania menyatakan bahwa bantuan itu terutama akan berisi makanan dan susu formula.
Uni Emirat Arab mengonfirmasi bahwa misi udara akan segera dimulai, sementara Inggris menyatakan siap berkolaborasi untuk pengiriman bantuan dan evakuasi anak-anak yang membutuhkan perawatan medis.
Namun, Kepala UNRWA Philippe Lazzarini mengingatkan bahwa pengiriman bantuan melalui udara mahal, tidak efisien dan bahkan bisa membahayakan warga sipil yang kelaparan. UNRWA ialah United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East atau Badan PBB untuk Pengungsi Palestina.
Dia menyebut bahwa metode ini tidak cukup untuk mengatasi krisis kelaparan yang kian memburuk dan tidak dapat mencegah penyalahgunaan bantuan.
Meski militer Israel menyatakan tidak ada batasan jumlah truk bantuan yang bisa masuk Gaza, PBB menegaskan bahwa akses tetap terhambat oleh kendala militer dan aksi penjarahan.
Hamas sebelumnya menyediakan pengamanan untuk konvoi bantuan, namun kini kesulitan beroperasi karena menjadi sasaran serangan udara.
Israel melaporkan bahwa lebih dari 250 truk bantuan telah masuk selama minggu ini, jauh lebih sedikit dibandingkan masa gencatan senjata terakhir di bulan Maret, ketika sekitar 600 truk masuk per hari.
Tekanan global meningkat
Tekanan global terhadap Israel pun terus meningkat. Lebih dari dua puluh negara pendukung Barat dan lebih dari seratus organisasi amal dan HAM menyerukan diakhirinya perang dan mengecam keras blokade serta sistem distribusi bantuan baru yang dianggap bermasalah.
Menurut kantor HAM PBB, lebih dari seribu warga Palestina terbunuh sejak Mei saat mencoba memperoleh makanan, sebagian besar di lokasi distribusi bantuan yang dikelola Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), organisasi yang berbasis di AS.
Lembaga kemanusiaan pun mengaku kesulitan mendapatkan cukup bahan pangan bagi staf mereka.
Kondisi di lapangan memburuk. Anak-anak yang sebelumnya sehat mulai meninggal akibat kelaparan.
"Kami hanya ingin makanan yang cukup untuk menghilangkan rasa lapar,” kata Wael Shaaban di dapur umum Gaza yang mencoba memberi makan enam anggota keluarganya.
Sementara itu, sebuah kapal bantuan bernama Handala yang mencoba memasuki wilayah Gaza dicegat pasukan Israel pada tengah malam. Rekaman video insiden tersebut disiarkan langsung, namun belum ada tanggapan dari pemerintah Israel.
Perundingan alami kebuntuan
Upaya diplomatik untuk menghentikan perang juga mengalami kebuntuan. Amerika Serikat dan Israel menarik delegasi mereka dari meja perundingan pada Kamis lalu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengisyaratkan bahwa pemerintahnya tengah mempertimbangkan alternatif lain.
Namun seorang perwakilan Hamas menyatakan pembicaraan akan kembali dilanjutkan dalam waktu dekat dan menyebut penarikan delegasi sebagai taktik tekanan.
Mediator bersama AS
Mesir dan Qatar yang menjadi mediator bersama AS, belum menentukan jadwal pasti dimulainya kembali perundingan.
“Orang-orang yang kami cintai tidak punya waktu untuk menunggu putaran negosiasi berikutnya,” kata Zahiro Shahar Mor, keponakan salah satu sandera Israel, dalam sebuah unjuk rasa di Tel Aviv seperti dikutip NPR, Minggu (27/7).
Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 59.700 warga Palestina telah tewas selama konflik. Meskipun data ini tidak membedakan antara warga sipil dan militan, lebih dari separuh korban disebut terdiri dari perempuan dan anak-anak.
PBB dan lembaga internasional lainnya masih mengandalkan data ini sebagai sumber paling kredibel. (NPR/Fer/I-1)