
PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam dugaan pemecatan secara sewenang-wenang terhadap Novi Citra Indriyani, guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT) Mutiara, Kabupaten Banjarnegara. Novi merupakan vokalis band Sukatani yang tengah menjadi perhatian publik.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri menyebut ada potensi pelanggaran terhadap perlindungan guru.
“Bagi kami, yang dialami Ibu Novi merupakan tindakan diskriminatif. Berpotensi melanggar UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP Nomor 19 tahun 2017 tentang Guru, serta Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan," katanya dalam keterangan resmi, Minggu.
Pemecatan Novi diduga berkaitan dengan viralnya salah satu lagu Sukatani berjudul Bayar, Bayar, Bayar dari yang liriknya mengkritik polisi.
“Kami tentu sebagai organisasi profesi guru, berdasarkan UU Guru dan Dosen, memiliki kewajiban mengadvokasi guru. Sebagaimana dalam pasal 42 UU Nomor 14 tahun 2005. Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan memberi bantuan hukum kepada guru dan memberikan perlindungan profesi guru," ungkap guru madrasah ini.
Rekomendasi P2G
Terkait ini, P2G merekomendasikan empat hal. Pertama, P2G mengecam keputusan pihak sekolah yang memecat guru tersebut. Sebagaimana diberitakan bahwa sekolah beralasan ada pelanggaran kode etik yang berkaitan syariat Islam oleh guru Novi.
“Nah, kalau kita lihat realita di sekolah-sekolah, ketika guru diduga melanggar aturan atau kode etik yang ditetapkan sekolah, biasanya ada surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga, baru ada sanksi berat yang dikeluarkan," lanjutnya.
Menurut info yang beredar, Novi berstatus guru tetap yayasan (GTY). Menurut Iman, sekolah harus memenuhi tahapan dalam pemberian sanksi.
"Namun, dugaannya sekolah atau yayasan langsung saja memecat Bu Novi, pasti ada alasan khusus," ungkanya.
P2G mengkhawatirkan adanya tekanan dan keterlibatan dari institusi lain yang bersifat memaksa sekolah/yayasan.
Kedua, berdasarkan pasal 2 ayat 2, Permendikbud Nomor 10 tahun 2017, guru memiliki 4 jenis pelindungan, yakni pelindungan profesi, pelindungan hukum, pelindungan kesehatan, keselamatan kerja, serta, pelindungan hak kekayaan intelektual.
Menurut Iman, guru Novi adalah sosok guru yang kreatif, memiliki aktivitas yang produktif di luar sekolah, ketika menjadi vokalis band progresif bergenre punk. “Ini harusnya diapresiasi, bukan malah diintimidasi atau didiskriminasi,” lanjut Iman.
Menurutnya ketika guru memproduksi karya-karya kreatif di dunia seni, seperti lagu, tentu karyanya tidak boleh dihilangkan paksa. Sebab ini merupakan hak atas kekayaan intelektualnya sebagaimana disebut dalam pasal 14 ayat 1 UU Guru dan Dosen. Bahkan dijelaskan secara rinci dalam Permendikbud 10 tahun 2017, bahwa kekayaan intelektual ini berkaitan hak cipta dan hak kekayaan industri.
“Maka jika lagu berjudul 'Bayar-Bayar-Bayar' dihapus dari semua platform pemutar musik, ini berpotensi menjadi pelanggaran terhadap hak intelektual guru, yang semestinya dilindungi," jelas Iman.
Pemecatan oleh sekolah dan penghapusan lagu karya seorang guru merupakan tindakan diskriminasi ganda sekaligus.
“Sudah lagunya dihapus, dipecat pula dari pekerjaan. Pihak-pihak yang terlibat harus bertanggung jawab karena melanggar UU," kata Iman.
Rekomendasi ketiga, P2G mendesak Kemdikdasmen memanggil pihak sekolah, untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi persoalan ini.
“Harus dijelaskan, terang-benderang ke publik. Perlu diingat, setelah kasus ibu Supriani di Konawe Selatan, Kemdikdasmen sudah membuat MOU dengan Mabes Polri mengenai perlindungan guru. Saya kira kasus semacam ini harus jadi perhatian khusus dalam MOU,” tambah Iman.
P2G juga mendesak Kementerian Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mendalami isu ini, apakah ada potensi pelanggaran HAM terhadap guru, baik yang dilakukan oleh pihak sekolah maupun institusi lainnya.
“Komnas HAM memiliki kewajiban, dalam rangka mengawasi bagaimana penegakan hak asasi manusia di dunia pendidikan,” ungkap Iman.
Keempat, P2G berharap kasus semacam ini tidak terjadi lagi ke depan. Iman menyebut peristiwa serupa pernah juga terjadi menimpa guru Sabil di Cirebon yang dipecat yayasan karena mengkritik Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di media sosial.
“Waktu itu Pak Sabil kami advokasi karena kebetulan dia Ketua P2G Cirebon. Kalau diperhatikan, polanya sama, pihak ketiga yang dikritik berhasil menekan sekolah," ucap Iman.
Tidak diskriminatif
Iman berharap ini menjadi pembelajaran bagi sekolah, yayasan, dan pemerintah, untuk tidak diskriminatif, tidak bertindak sewenang-wenang kepada profesi guru. Guru berhak dilindungi dan merasa aman dalam menjalankan tugas profesi yang mulia sesuai UU Guru dan Dosen, PP Guru dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru.
Dalam penelusuran P2G, guru Novi semula terdaftar dalam Dapodik dengan status sebagai Guru Tetap Yayasan (GTY), lalu diberhentikan. Mestinya dia diberhentikan dengan mekanisme dan proses yang ditentukan oleh UU Guru dan Dosen.
P2G berharap guru-guru yang mengalami tindakan diskriminatif dari yayasan, birokrat, pemerintah, atau masyarakat, bersuara kepada publik agar menjadi perhatian bersama. Semua lapisan masyarakat termasuk negara betul-betul harus memartabatkan profesi guru sebagai profesi yang sangat mulia dan terhormat (officium nobile).
P2G juga menyatakan apresiasi atas dukungan masyarakat terhadap guru Novi. Hal ini merupakan wujud nyata perlindungan guru yang tertuang dalam pasal 39 ayat 1 UU Guru dan Dosen.
"P2G juga mengapresiasi Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan Polri tidak antikritik. Pernyataan ini harapannya menjadi panduan pada jajaran di bawahnya," ungkapnya.
Namun dalam kasus ini, Iman belum melihat adanya upaya perlindungan profesi guru yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan. (H-2)