Ilmuwan Ingin Hidupkan Kembali Manusia Purba Neanderthal, Begini Penjelasannya

4 hours ago 1
Ilmuwan Ingin Hidupkan Kembali Manusia Purba Neanderthal, Begini Penjelasannya Ilustrasi(freepik)

KEMAJUAN pesat teknologi membuat gagasan menghidupkan kembali spesies manusia purba, seperti Neanderthal menjadi mungkin. Meski terdengar menarik secara ilmiah, para ahli memperingatkan bahwa gagasan tersebut penuh dengan persoalan etis, hukum, dan ilmiah yang kompleks.

Sejak genom Neanderthal berhasil diteliti secara lengkap pada 2010, para ilmuwan menemukan 4 persen DNA manusia modern merupakan warisan dari Neanderthal. Penemuan ini memicu pertanyaan berani, mungkinkah manusia menghidupkan kembali kerabat terdekatnya yang telah punah?

Pertanyaan itu dijawab oleh George Church, profesor genetika dari Harvard University. Ia menjelaskan, metode rekonstruksi genom Neanderthal melalui integrasi fragmen DNA ke dalam sel punca manusia, yang kemudian dapat dikembangkan dalam rahim seorang perempuan adalah ide yang ia sebut membutuhkan wanita yang sangat berani. 

Church kini memimpin Colossal Biosciences, perusahaan yang dikenal karena proyek de-ekstinksi (menciptakan Kembali) mamut berbulu. Namun, upaya menciptakan kembali spesies hominin seperti Neanderthal jauh lebih rumit dan menimbulkan perdebatan moral yang tajam.

Menurut antropolog biologi Jennifer Raff dari Universitas Kansas, percobaan semacam itu merupakan salah satu tindakan paling tidak etis yang bisa dibayangkan. Ia menilai bahwa menghidupkan kembali Neanderthal berarti menciptakan makhluk yang tidak memiliki tempat di dunia modern, terisolasi dari konteks sosial, budaya, dan sejarahnya sendiri.

Dari sisi ilmiah, tantangannya pun tidak kalah besar. Meskipun teknologi seperti CRISPR telah memungkinkan pengeditan gen dalam jumlah terbatas, para ahli menilai kemampuan untuk sepenuhnya membangun kembali genom Neanderthal masih jauh dari jangkauan. 

Hank Greely, direktur Pusat Hukum dan Biosains Universitas Stanford, menyebut bahwa kloning bukan solusi, karena tidak ada sel hidup Neanderthal yang bisa dijadikan bahan dasar. Ia memperkirakan, secara teknis, mungkin saja dalam 20 tahun mendatang manusia mampu menciptakan bayi dengan genom Neanderthal penuh. Namun, ia tetap menegaskan bahwa langkah tersebut sebaiknya tidak dilakukan karena alasan etis dan hukum.

Selain dilema moral, muncul pula persoalan hukum dan pengawasan ilmiah. Di Amerika Serikat dan sebagian besar negara Eropa, pengeditan genom embrio manusia sangat dibatasi. Namun, celah hukum di beberapa negara lain berpotensi dimanfaatkan oleh pihak swasta. 

“Secara teoritis, jika seseorang cukup kaya dan mendirikan laboratorium di wilayah tanpa regulasi ketat, proyek semacam ini bisa saja dilakukan,” kata Greely. Para peneliti khawatir, jika pengembangan de-ekstinksi dibiarkan di tangan perusahaan bioteknologi tertutup yang berorientasi keuntungan, risikonya bisa tak terkendali. 

Arkeolog Rebecca Wragg Sykes menambahkan, kebangkitan Neanderthal pun tidak akan memberikan pemahaman berarti tentang budaya dan kehidupan mereka yang sebenarnya. “Neanderthal hidup dalam populasi yang beragam dengan kebudayaan, kebiasaan, dan mungkin bahasa yang berbeda-beda. Membangkitkan satu individu hasil rekayasa genetik tidak akan membawa kita lebih dekat untuk memahami mereka,” ujarnya.

Dengan segala kemajuan teknologi yang kini tersedia, kemampuan menghidupkan kembali Neanderthal memang mulai tampak mungkin. Namun, di balik peluang ilmiah tersebut, tersimpan peringatan keras bahwa tidak semua yang bisa dilakukan manusia, seharusnya dilakukan.

Sumber: livescience.com, indiandefencereview.com

Read Entire Article
Global Food