KLHK Minta Pemprov DKI Serius Atasi Krisis Sampah Bantar Gebang

4 hours ago 1
KLHK Minta Pemprov DKI Serius Atasi Krisis Sampah Bantar Gebang Alat berat memindahkan sampah di kawasan Refuse Derived Fuel (RDF) Plant, TPST Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberi kritik tajam terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dinilai belum serius mengatasi persoalan sampah. Ia menegaskan, timbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang sudah menjadi ancaman nyata bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

“Bantar Gebang telah mencemari lingkungan kita cukup besar,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Dr. Hanif Faisol Nuroqif pada Selasa (28/10). Ia menilai, penanganan sampah Jakarta masih jauh dari kata tuntas, dan ia mendesak Pemprov DKI untuk mengambil langkah nyata, bukan sekadar wacana. 

Jakarta belum serius: 8.000 ton sampah per hari

Hanif menyampaikan, hingga kini Jakarta masih membuang sekitar 8.000 ton sampah per hari ke Bantar Gebang. Volume besar itu tentunya memperparah tekanan terhadap lahan seluas 142 hektar yang sudah menampung sampah Ibu Kota selama lebih dari tiga dekade.

Dampaknya, kata Menteri, sudah terasa pada pencemaran air tanah dan udara di sekitar kawasan. Ia menyebut, air lindi dari timbunan sampah berpotensi mencemari air tanah hingga radius 500 meter dari lokasi.

“Air tanah dangkal, akuifer dalam, di radius 500 meter dari Bantar Gebang, mestinya sudah tercemar. Coba hitung kelilingnya, berapa biaya yang harus kita pulihkan?” ujarnya tegas dalam acara Penguatan Implementasi Kewajiban Pengurangan Sampah di Jakarta.

Hanif menyatakan kekecewaannya terhadap minimnya keseriusan Pemprov DKI dalam mengelola sampah. Ia menegaskan Jakarta belum serius, hingga kini belum ada terobosan signifikan yang mampu menekan jumlah sampah harian yang masuk ke Bantar Gebang.

Bahkan, fasilitas pengolahan sampah modern seperti Refuse-Derived Fuel (RDF) di Pluit dan Rorotan belum dapat dioperasikan optimal. “Masalahnya sederhana, sampah kita masih tercampur. Akibatnya, saat diangkut menimbulkan gas metana dan bau, masyarakat pun menolak,” katanya.

Ia merasa prihatin karena proyek RDF yang memiliki kapasitas 2.500 ton per hari belum bisa dijalankan hanya karena kendala pemilahan sampah dari sumbernya. Padahal, potensi pengurangan timbunan sampah bisa sangat besar bila sistem itu berjalan dengan optimal.

Jakarta Utara jadi prioritas

Untuk mempercepat penanganan, Menteri mendorong agar Pemprov DKI memfokuskan penanganan pada wilayah Jakarta Utara sebagai pilot project. Menurutnya, wilayah ini menjadi kawasan paling krusial dengan produksi 1.400 ton sampah per hari, yang sebagian besarnya belum tertangani secara memadai.

“Saya ingin fokus saja. Selesaikan dulu satu kecamatan di Jakarta Utara. Jangan bicara muluk-muluk se-Indonesia. Kalau satu kecamatan bisa selesai, itu sudah bisa mereduksi 400 ton sampah per hari,” ujarnya.

Langkah tersebut dinilainya lebih realistis dibanding terus memperluas program tanpa hasil nyata. Ia tegas menyatakan, Jakarta Utara bisa menjadi simbol keberhasilan pengelolaan sampah perkotaan jika ditangani serius.

Kritik untuk pemerintah daerah

Dalam kesempatan yang sama, Menteri juga menyoroti lemahnya kinerja pemerintah daerah dalam menangani sampah nasional. Ia menyebut, hingga kini belum ada satu pun kabupaten/kota di Indonesia yang benar-benar tuntas mengelola sampahnya. Bahkan, kota-kota besar di sekitar Jakarta disebut masih jauh dari kategori bersih.

“Pemerintahnya belum becus menangani sampah nasional. Potensial kota bersih atau Adipura mungkin cuma satu atau dua. Bogor masih jauh, Kabupaten Tangerang paling kotor, Jakarta makin parah, tegasnya. 

Hanif merasa hal ini penting untuk disampaikan, “Menteri Lingkungan Hidup basisnya adalah Ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan boleh salah, tapi tidak boleh bohong,” ujarnya. KLHK menyerukan agar semua pihak tidak lagi menunda-nunda penanganan sampah. Ia menggambarkan perjuangan lingkungan sebagai upaya yang memerlukan keringat, darah, dan air mata.

“Keringat, iya. Berdarah-darah, iya. Menangis-nangis, iya. Tapi wajib kita lakukan demi kedaulatan bangsa kita, demi perubahan kultur budaya kita” ucap Hanif dengan sangat tegas. Ia menegaskan bahwa penanganan sampah adalah tanggung jawab bersama, dan tidak boleh lagi dianggap sebagai urusan kecil atau pinggiran.

Read Entire Article
Global Food