
UPAYA Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan para hakim di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis (20/2) menuai kritik. Lembaga Kajian & Advokasi Independensi Peradilan (Leip) menilai kegiatan tersebut merupakan bentuk intervensi pemerintah sebagai lembaga eksekutif terhadap lembaga yudikatif.
Direktur Eksekutif Leip, Muhammad Tanziel Aziezi berpendapat, arahan yang diberikan Prabowo kepada para hakim mengancam independensi kelembagaan maupun personal hakim itu sendiri. Apalagi, terungkap bahwa dalam pertemuan tersebut Presiden meminta 'back-up' terkait penegakan hukum.
"Sekilas pertemuan ini terkesan menunjukkan itikad baik pemerintah dalam mendukung penegakan hukum. Namun, undangan ini justru mengindikasikan upaya intervensi pemerintah terhadap independensi peradilan, baik independensi kelembagaan maupun independensi personal," terangnya kepada Media Indonesia, Sabtu (22/2).
Menurut Aziezi, arahan Prabowo kepada para hakim untuk memberikan 'back-up' ke pemerintah merupakan bentuk intervensi langsung yang mencederai prinsip check and balances. Ia mengatakan, pemanggilan hakim oleh presiden bukan hanya keliru, tapi juga menunjukkan ancaman nyata terhadap prinsip mendasar ihwal kekuasaan kehakiman yang dijamin oleh UUD 1945.
"Konstitusi telah menggariskan bahwa kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karenanya tidak boleh tunduk pada tekanan politik dan eksekutif," jelas Aziezi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan dukungan pemerintah terhadap independensi peradilan dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang menjamin peningkatan kesejahteraan hakim dan operasional pengadilan yang memadai. Namun, ia juga menekankan bahwa dukungan tersebut tidak boleh dianggap sebagai hadiah atau janji politik.
"Karena itu, komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan hakim harus tetap dijalankan tanpa syarat atau kepentingan tertentu dari pemerintah," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan, Presiden Prabowo menyadari betul bahwa yudikatif merupakan lembaga independen yang tidak dapat diintervensi oleh siapa pun.
Menurutnya, pertemuan tersebut ditujukan untuk meyakinkan para hakim bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah mengacu dan berpedoman pada konstitusi.
"Kita menyelenggarakan negara, kata Pak Presiden, berangkat dari sumber hukum tertinggi, yaitu konstitusi yang dipatuhi oleh semua, oleh yudikatif, eksekutif, maupun legislatif," ucap Yusril.
Di hadapan para hakim, Yusril menyebut bahwa Presiden meminta mereka menjaga integritas dan menegakkan hukum dengan benar. Salah satu kebijakan pemerintah yang dipaparkan kepada para hakim terkait kewajiban eksportir untuk menyimpan 100% devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam di bank-bank dalam negeri. "Pak Presiden mengatakan, 'Saya mohon para hakim back up langkah saya'." (Tri/P-2)