
MUHAMMADIYAH menggelar premier film Djuanda: Pemersatu Laut Indonesia di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (22/2). Film ini mengangkat kisah hidup Djuanda sedari anak-anak hingga akhir hayat.
Sosok Djuanda selama ini dikenal dengan Deklarasi Djuanda pada 1957. Deklarasi tersEbut menyatakan bahwa seluruh perairan di sekitar Indonesia adalah bagian dari wilayah negara Indonesia.
“Deklarasi Djuanda benar – benar sangat berarti untuk Indonesia. Kita tidak bisa membayangkan apa yang terjadi apabila Ir. H. Djuanda tidak mengeluarkan deklarasi tersebut," terang Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. Irwan Akib, M.Pd dalam acara Launching Film “Djuanda: Pemersatu Laut Indonesia”.
Ketika tidak ada deklarasi ini, kata dia, pulau di Indonesia akan terpecah belah bahkan batas wilayah pun tidak ada. Hal itu dapat dipastikan Sumber Daya Alam (SDA) bisa dieksploitasi secara liar.
Deklarasi Djuanda menjadi cikal bakal terwujudnya kedaulatan maritim yang saat ini sangat penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Ir. H. Djuanda Kartawidjaja lah yang menjadi tonggak sejarah dalam perjuangan kedaulatan Indonesia atas wilayah perairan dan kelautannya.
Film ini diproduksi oleh Lembaga Seni Budaya Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LSB PP Muhammadiyah) bersama MIXPRO. Peluncuran film tersebut menjadi momentum penting untuk mengenang perjuangan sang pahlawan kemaritiman dalam menjaga laut yang menjadi jantung Indonesia, sebagai negara dengan kepulauan terbesar di dunia.
Guru SMA
Naskah film ini Bimo Suryojati mengangkat kisah perjalanan Ir. H. Djuanda Kartawidjaja. Film ini menggambarkan sosok Djuanda melalui penceritaan guru sejarah di sekolah menengah atas. Dengan energik, sang guru memaparkan satu per satu perjalanan Djuanda.
Sejak usia sekolah, Djuanda dikenal sebagai anak yang pintar dan kritis. Ia diajari ayahnya untuk selalu tampil rapi untuk menghargai orang lain.
Dengan nilainya yang terbaik, Djuanda kemudian melanjutkan pendidikan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng yang sekarang dikenal ITB. Sempat menjadi guru di sekolah Muhammadiyah, karir Djuanda kemudian melesat menduduki berbagai jabatan tinggi, dari Kepala Jawatan Kereta Api hingga Perdana Menteri.
Dikisahkan Djuanda yang sempat menduduki 17 jabatan menteri dalam kabinet kepresidenan Soekarno. Ia memiliki minat tinggi pada dunia pendidikan, hingga membawanya pada posisi penting bahkan bergabung di setiap perjanjian penting bagi sejarah Indonesia.
“Djuanda adalah sosok yang lahir dalam keluarga yang terdidik dan mendapatkan akses edukasi yang baik di masa penjajahan itu. Maka dari itu Djuanda terus memperjuangkan bangsa ini dari apa yang ia bisa,” terang Bimo.
Dalam sambutannya, Ismeth Wibowo, cucu pertama Ir. H. Djuanda Kartawidjaja, berharap generasi muda Indonesia dapat terus mengapresiasi dan meneruskan perjuangan kakeknya itu. Generasi muda memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga kedaulatan wilayah lautnya dan terus mengembangkan potensi ekonomi maritim demi kesejahteraan rakyat.
Film ini tidak hanya sebagai sarana untuk mengenang perjuangan Ir. H. Djuanda, tetapi juga bisa menginspirasi generasi muda dalam mengejar cita-cita, baik dalam dunia ekonomi, pendidikan, pemerintahan, maupun politik.
“Dari film ini, saya benar – benar berharap muda – mudi Indonesia dapat melanjutkan perjuangannya sesuai dengan bidangnya masing – masing. Sehingga akan memberikan dampak positif bagi kemajuan negeri ini,” tutup Ismet.