Pekerja memeriksa instalasi pipa hydrant di area tangki BBM di Kilang Pertamina Balongan, Indramayu.(Dok. Antara)
SEJUMLAH akademisi menilai kenaikan lifting minyak nasional yang tembus 608 ribu barel per hari melampaui target APBN 2025 sebesar 605 barel per hari menjadi sinyal awal keberhasilan pemerintah Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka dalam memperkuat ketahanan energi nasional. Pakar energi dari Universitas Nusa Cendana Fredrik L. Benu menyatakan tren peningkatan lifting ini penting dalam upaya menekan ketergantungan impor minyak Indonesia yang saat ini masih cukup tinggi.
“Kita naik dari sekitar 600 ribu jadi hampir 700 ribu barel. Itu antara lain dengan memaksimalkan sumur-sumur yang sudah ada dan juga sumur-sumur baru,” ujar Fredrik, melalui keterangannya, Kamis (6/11).
Menurut Fredrik, kenaikan itu salah satunya dipicu dari upaya optimalisasi sumur-sumur minyak dan penataan sumur rakyat yang tengah dijalankan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Ia optimistis lifting minyak akan naik hingga menyentuh angka 1 juta barel per hari, jika pemerintah konsisten dalam mendata sumur rakyat serta melakukan eksplorasi sumur baru. Ia yakin potensi ladang minyak baru di Indonesia masih sangat luas dan dapat dieksplorasi lebih lanjut.
"Jadi kita lihat saja pemerintah ke depan. Di samping kebijakan bauran energi, kita minta penambahan eksplorasi karena potensinya masih besar," ungkapnya.
Sementara itu, Pakar ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang Frits Fanggidae mengatakan, capaian lifting saat ini memberikan sinyal positif untuk prospek pertumbuhan ekonomi ke depan. Namun, peningkatan produksi harus diiringi dengan penguatan kapasitas industri energi nasional agar cadangan dalam negeri dapat dimanfaatkan secara maksimal.
“Lifting itu mencerminkan kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi. Jadi harus ada kapasitas produksi yang naik agar manfaat lifting tinggi itu bisa dirasakan,” ujar Frits.
Ia mengatakan peningkatan lifting harus berjalan paralel dengan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) agar Indonesia mencapai kemandirian energi secara menyeluruh. “Kalau lifting naik tapi produksi nasional tidak naik, impor tetap besar. Jadi lifting naik harus dibarengi peningkatan kapasitas produksi,” kata dia.
Sementara itu, pakar kebijakan publik David B. W. Pandie menilai strategi energi pemerintah Prabowo–Gibran telah berada di arah yang benar. Ia menyebut agenda swasembada energi merupakan kebutuhan strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional dalam jangka panjang.
“Energi adalah fondasi kehidupan. Ketika terjadi kelangkaan energi, dampaknya bukan hanya ekonomi, tapi juga bisa mengguncang stabilitas pemerintahan,” kata Prof David.
Menurut dia, peningkatan lifting yang dibarengi program transisi energi menunjukkan pendekatan berimbang pemerintah dalam menjaga pasokan energi sambil tetap bergerak menuju target emisi rendah. “Dua-duanya harus jalan bersamaan. Kalau hanya mengandalkan energi fosil, tidak baik. Tapi transisi energi juga butuh waktu dan teknologi,” ujarnya. (H-3)

5 hours ago
2
















































