Dalam Konferensi Umum UNESCO (The 43rd Session of the UNESCO General Conference), di Samarkand, Uzbekistan, Selasa (4/11/2025), Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyampaikan pidato (National Statement) dalam bahasa Indonesia.(MI/Abdul Kohar)
MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menjadi penanda sejarah untuk pertama kalinya bahasa Indonesia menjadi bahasa yang digunakan di sidang-sidang UNESCO. Dalam Konferensi Umum UNESCO (The 43rd Session of the UNESCO General Conference), di Samarkand, Uzbekistan, Selasa (4/11/2025) Abdul Mu'ti menyampaikan pidato (National Statement) dalam bahasa Indonesia.
Inilah untuk pertama kalinya bahasa Indonesia resmi disampaikan dalam sebuah pidato di sidang UNESCO. Bahasa Indonesia resmi menjadi salah satu bahasa resmi di sidang UNESCO sejak 20 November 2023. Namun, baru digunakan secara resmi dalam sidang umum mulai Selasa, 4 November 2025, yang ditandai dengan pidato Mendikdasmen Abdul Mu'ti.
Dalam pidatonya, Abdul Mu'ti memulai dan menutup pernyataannya dengan tradisi lisan yang sangat populer di Indonesia, yakni pantun: Bunga selasih mekar di taman. Petik setangkai buat ramuan. Terima kasih saya ucapkan, atas kesempatan menyampaikan pernyataan.
Mendikdasmen Abdul Mu'ti yang mendapatkan kesempatan berpidato di urutan keempat (setelah Djibouti) menyatakan, Indonesia percaya bahwa solusi atas tantangan global tidak semata-mata terletak pada kekuasaan atau ekonomi, tetapi pada manusia yang tercerahkan melalui pendidikan, sains, kebudayaan, serta komunikasi dan informasi yang membebaskan. Nilai-nilai mendasar ini, paparnya, yang membawa Indonesia pada penegasan bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap anak, dan tidak boleh ada satu pun yang tertinggal.
"Di Indonesia, Angka Partisipasi Sekolah anak usia 7-12 tahun dan 13-5 tahun masing-masing telah mencapai 99,19% dan 96,17%. Kami baru saja mengeluarkan kebijakan 'Pendidikan Bermutu untuk Semua' sebagai perwujudan amanat Konstitusi, Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan jalan menuju kemanusiaan yang adil dan beradab," papar Abdul Mu'ti.
Gerakan Semesta dan Digitalisasi Pendidikan
Indonesia, lanjut Mu'ti, juga meluncurkan gerakan semesta untuk mempercepat pencapaian Tujuan ke-4 Pembangunan Berkelanjutan yang memprioritaskan pembelajaran mendalam yang menekankan praktik pembelajaran yang lebih berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Selain itu, juga pengenalan kecerdasan artifisial, koding, serta penguatan pendidikan karakter.
Selain itu, peningkatan kapasitas dan kesejahteraan guru sebagai agen pembelajaran dan agen peradaban; pemenuhan gizi anak sekolah, ibu hamil, dan menyusui; serta pengembangan Sekolah Rakyat bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk memutus rantai kemiskinan.
Selain itu, juga diluncurkan program Digitalisasi Pendidikan dan Rumah Pendidikan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan serta menjangkau dan melayani pendidikan anak-anak di daerah terpencil, tertinggal, dan terluar.
Terkait dengan dunia yang memasuki era AI dan digital, Mu'ti menyampaikan bahwa Indonesia terus mengembangkan kebijakan open science, dan mendukung upaya UNESCO dalam penerapan etika kecerdasan artifisial dan kesalihan digital, agar transformasi digital tetap berpihak pada manusia dan menghormati martabatnya.
Kebudayaan sebagai Fondasi Perdamaian
Indonesia juga meyakini bahwa kebudayaan adalah jiwa kemanusiaan dan fondasi perdamaian. "Kami berkomitmen untuk terus melindungi dan memajukan keberagaman melalui program pelestarian berbasis masyarakat dan pendidikan warisan budaya. Kami juga berkomitmen menjadikan kebudayaan sebagai penggerak pembangunan berkelanjutan," papar Mu'ti.
Indonesia juga mendukung penuh mandat UNESCO di bidang komunikasi dan informasi. Indonesia berkomitmen memperkuat perlindungan bagi keselamatan jurnalis, serta memperluas literasi media dan informasi, khususnya bagi kaum muda dan pelajar dengan mengintegrasikan program literasi digital di sekolah-sekolah.
Indonesia, urainya, berdiri bersama seluruh negara anggota untuk memperkuat UNESCO sebagai ruang kolaborasi global, yang berlandaskan saling percaya, saling belajar, dan saling menghormati. "Mari kita pastikan bahwa pendidikan menerangi, sains memberdayakan, kebudayaan menyatukan, dan informasi memerdekakan umat manusia," tandas Mu'ti.
Samarkand, tukas Mendikdasmen, menjadi pengingat bahwa peradaban tumbuh ketika manusia saling berbagi pengetahuan dan menghormati perbedaan.
Mu'ti menutup pidato selama 6 menit itu dengan pantun, Dari Jakarta ke Samarkand, kota bersejarah nan menawan. Jika manusia bergandeng tangan, dunia kan indah penuh kedamaian. (Abdul Kohar/Laporan dari Samarkand, Uzbekistan/I-1)
















































