Ilustrasi jet pribadi(Dok: Metro TV)
PUTUSAN Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang hanya memberikan sanksi berupa peringatan keras kepada Ketua dan empat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI atas kasus penyewaan jet pribadi dinilai tidak akan memberi efek jera. Pengamat Politik Citra Institute, Yusak Farchan, menilai keputusan DKPP terlalu lunak dan berpotensi membuat pemborosan serupa terulang di masa depan.
“Sanksi DKPP terkait sewa private jet KPU menurut saya terlalu lunak. Tidak akan ada efek jera kalau sanksinya hanya peringatan keras,” ujar Yusak saat dikonfirmasi, Selasa (28/10).
Menurutnya, tindakan penyewaan private jet oleh pejabat KPU merupakan bentuk pemborosan anggaran yang tidak pantas dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu. “Gaya hidup mewah pejabat KPU sangat tidak tepat di tengah ruang fiskal negara yang sempit. KPU seharusnya menjadi teladan dalam penggunaan dana pemilu secara efektif dan efisien,” ungkapnya.
Yusak menilai, sikap KPU mencerminkan mentalitas ‘aji mumpung’ yang bisa berdampak buruk bagi pengelolaan keuangan negara. “Jika polanya aji mumpung, ya repot ke depan, berapapun anggaran pemilu akan habis,” ucapnya.
Ia menambahkan, keputusan DKPP yang dianggap lunak itu juga mengecewakan masyarakat karena tidak mencerminkan keadilan hukum. DKPP, lanjut Yusak, seperti masuk angin dalam menegakkan akuntabilitas moral dan etik penyelenggara pemilu.
KPK Diminta Turun Tangan
Lebih lanjut, Yusak mengingatkan bahwa dengan hanya memberikan peringatan keras, potensi pemborosan anggaran bisa berulang di masa mendatang bahkan bisa menjalar hingga tingkat kabupaten/kota. Ia berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menelusuri dugaan penyimpangan anggaran dalam kasus sewa private jet tersebut.
“Dengan putusan DKPP yang cukup lunak, masyarakat berharap agar KPK bisa membongkar dugaan mark up pengadaan private jet yang diduga bermasalah,” ujarnya.
Yusak juga menilai sanksi moral bagi para anggota KPU yang terlibat adalah dengan tidak memilih mereka kembali pada periode berikutnya.
“Sebaiknya kelima anggota KPU tersebut tidak maju lagi ke depan karena perilakunya yang hedon dan bermewah-mewahan sangat merugikan keuangan negara serta mencederai rasa keadilan masyarakat,” tuturnya.
Sebelumnya, DKPP telah menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU RI dan empat anggota komisioner lainnya atas penggunaan jet pribadi. Mereka adalah Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. Sanksi serupa juga diberikan kepada Sekretaris Jenderal KPU RI, Bernard Darmawan. Anggota Majelis DKPP Ratna Dewi saat membacakan putusannya menyatakan bahwa para teradu telah terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
“Tindakan teradu I sampai dengan teradu V dan teradu VII dalam penggunaan private jet tidak dibenarkan menurut etika penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Ia menambahkan, jenis pesawat yang digunakan jajaran KPU juga termasuk kategori eksklusif dan mewah, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap integritas lembaga penyelenggara pemilu. Lebih lanjut, Ratna menjelaskan penggunaan jet pribadi tersebut tidak sesuai dengan tujuan awal, yakni untuk memantau distribusi logistik pemilu ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Penggunaan private jet tidak sesuai dengan perencanaan awal untuk monitoring distribusi logistik di daerah 3T. Dari 59 kali perjalanan menggunakan private jet, tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik,” tuturnya.(M-2)

4 hours ago
1
















































