Komika Pandji Pragiwaksono.(Instagram @pandji.pragiwaksono)
KOMIKA Pandji Pragiwaksono merilis permintaan maafnya usai muncul tuntutan dan laporan hukum oleh Aliansi Pemuda Toraja. Sebelumnya, Aliansi Pemuda Toraja menilai materi lawakan Pandji yang ada pada pertunjukan Mesakke Bangsaku pada tahun 2013 mengandung ujaran bernuansa SARA dan melanggar tindak pidana penghinaan.
Pandji pun mengungkapkan dalam beberapa hari terakhir ia menerima banyak protes dan kemarahan dari masyarakat Toraja terkait candaan tersebut. Merespons hal tersebut, Pandji pun kemudian berdiskusi dengan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi.
“Dalam pembicaraan kami lewat telepon, Ibu Rukka menceritakan dengan sangat indah tentang budaya Toraja tentang maknanya, nilainya, dan kedalamannya. Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant, dan untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang tersinggung dan merasa dilukai,” tulis Pandji dalam unggahan Instagramnya, Selasa, (4/11).
Kini, Pandji pun harus menghadapi dua proses, yakni tindak lanjut dari laporan ke kepolisian dan menanti hukum adat masyarakat Toraja. “Berdasarkan pembicaraan dengan Ibu Rukka, penyelesaian secara adat hanya dapat dilakukan di Toraja.”
Untuk menjalankan hukum adat, Pandji mengungkapkan akan dibantu oleh Rukka sebagai fasilitator. Pandji akan bertemu dengan perwakilan dari 32 wilayah adat Toraja.
“Saya akan berusaha mengambil langkah itu. Namun bila secara waktu tidak memungkinkan, saya akan menghormati dan menjalani proses hukum negara yang berlaku,” ujar pria yang juga sutradara dan aktor itu.
Pandji pun mengaku belajar dari kejadian tersebut. Ia berharap kejadian itu tidak membuat para komika berhenti mengangkat nilai dan budaya dalam karya mereka. Ia berharap dirinya bisa menjadi pelawak yang lebih baik, peka, cermat, dan peduli.
“Menurut saya, anggapan bahwa pelawak tidak boleh membicarakan SARA kurang tepat. Indonesia adalah negara dengan keragaman luar biasa: suku, agama, ras, dan antargolongan adalah bagian dari jati diri bangsa ini.”
“Yang penting bukan berhenti membicarakan SARA, tapi bagaimana membicarakannya tanpa merendahkan atau menjelek-jelekkan. Semoga para komika di Indonesia terus bercerita tentang adat dan tradisi bangsa ini dengan cara yang lebih baik, lebih bijak, dan lebih menghormati,” tutup pria 46 tahun itu. (M-1)

5 hours ago
4
















































