
MUSIK mengalun dinamis di LOT 69 eRKa Bandung, Rabu (22/10). Malam itu, Marisza Cardoba Foundation menggelar event bertajuk Jazz Night : A Tribute to Autoimmune Survivors in Indonesia.
Musik dipilih karena kerap menjadi bahasa universal untuk menyampaikan banyak hal, termasuk empati dan semangat hidup.
Malam itu menampilkan kolaborasi istimewa dari The Jazz Traveller yang diisi Musisi Rio Sidik (trumpet), Rudy Zulkarnain (bass), Agam Hamzah (gitar), Nadine (piano), dan Shayna (vokal).
Pendiri MCF dan Autoimun.id, Marisza Cardoba menjelaskan acara ini ialah salah satu kegiatan yang merupakan rangkaian dari Bulan Peduli Autoimun Nasional yang jatuh pada September.
Penyakit autoimun merupakan kondisi ketika sistem kekebalan tubuh keliru menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Hingga kini, telah teridentifikasi lebih dari 80 jenis penyakit autoimun, di antaranya lupus (Systemic Lupus Erythematosus), rheumatoid arthritis, psoriasis, dan scleroderma.
Prevalensi lupus di Indonesia diperkirakan mencapai 0,5–1,7% populasi, atau lebih dari 1,3 juta orang, dengan mayoritas penderita adalah wanita usia produktif (15–45 tahun). Secara umum, penyakit autoimun diperkirakan menyerang 5–10% populasi di Indonesia, setara dengan 12–25 juta orang.
Pasca pandemi Covid-19, beberapa penelitian juga menunjukkan peningkatan kasus autoimun di berbagai daerah.
Edukasi masyarakat
Marisza mengaku ingin terus memberikan dukungan bagi para penyintas autoimun di Indonesia. Dia juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memahami penyakit autoimun, kondisi yang sering kali masih disalahartikan dan butuh mendapat perhatian publik.
"Pesan inti dari kegiatan ini adalah kami ingin lebih menggaungkan lagi perihal autoimun supaya masyarakat di seluruh Indonesia sadar bahwa autoimun itu ada di sekeliling kita. Tidak perlu ditakuti, tapi juga tidak bisa dianggap sepele,” tandasnya.
Marisza menyebut, di Amerika Serikat, autoimun diumumkan sebagai peringkat ketiga penyakit mematikan yang menyerang 15,5% dari total penduduknya. Berdasarkan hal itu, masyarakat Indonesia juga perlu waspada karena autoimun sendiri telah menjadi epidemi di berbagai belahan dunia.
“Kami berharap kesadaran masyarakat tentang autoimun akan semakin berkembang. Banyak dari penyintas autoimun, sekitar 90% adalah perempuan usia produktif yang kehilangan waktu produktifnya,” tambahnya.
"Saya seorang penyintas yang dulu hanya bisa aktif 4 sampai 5 jam saja. Tapi dengan kesempatan dan dukungan yang diberikan, juga menjalani pengobatan medis yang intens, ditambah perubahan perilaku, pola hidup sehat, dan pola makan sehat, alhamdulillah saya sudah remisi. Remisi adalah kondisi saat tubuh seorang penyintas autoimun bisa bertahan tanpa obat-obatan. Tapi tentunya setelah menjalani rangkaian pola hidup sehat yang intens,” lanjut dia.
Pemkot Bandung mendukung
Di tempat yang sama, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyambut baik inisiatif edukasi yang menggabungkan unsur seni. Ia memastikan pemerintah akan memberikan dukungan komunitas yang fokus memberikan edukasi.
“Saya senang karena saya saya pikir ini tempat jazz club baru, ternyata orang-orang di sini orang yang peduli dan fokus mengedukasi serta menyosialisasikan tentang autoimun. Saya berbahagia,” terang dia.
“Kami akan memberikan support yang bersifat dorongan dan pesan bahwa kalian tidak sendiri. Kepada penyintas autoimun, yang terpenting adalah jangan pernah berhenti untuk berusaha dan megedukasi kita yang tidak tahu atau tidak banyak tahu. terima kasih sudah berjuang,” pungkasnya.
Autoimmune ID adalah sebuah media yang sejak 2012 aktif menyuarakan tentang autoimun. Selain itu, Autoimmune ID juga memiliki layanan pendampingan dan pemberdayaan penyintas. Autoimmune ID sendiri adalah wadah yang dibentuk oleh Yayasan Autoimmun bernama Marisza Cardoba Foundation (MCF).
Marisza mendirikan MCF dan Autoimun.id bersama Profesor Aru Sudoyo.
Selain sebagai pendiri, dia juga sekarang aktif sebagai Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia. Pada 2015 perjuangan mereka akhirnya membuahkan hasil karena autoimun diresmikan menjadi program nasional.