
KEMENTERIAN Kebudayaan (Kemenbud) bersama Cagar Budaya Museum Batik Indonesia resmi membuka pameran temporer bertajuk "Kukuruyuk!: Ragam Motif Ayam dalam Batik Indonesia" di Museum Batik, TMII, Jakarta. Pameran ini menyoroti kekayaan motif ayam dalam batik Nusantara sebagai simbol kehidupan, ketulusan, dan kebangkitan.
Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha hadir langsung dalam membuka acara tersebut. Dalam sambutannya, Giring menekankan bahwa setiap batik memiliki cerita dan makna yang mendalam, bukan sekadar kain bermotif, tetapi cerminan perjalanan budaya bangsa.
"Cuma izinkan saya bercerita dulu. Seperti batik, batik itu kan selalu ada ceritanya,” kata Giring di Museum Batik, TMII, Jakarta, Senin (20/10).
Ia juga menjelaskan filosofi dari beberapa motif batik klasik. Misalnya, motif parang yang melambangkan kekuatan, keberanian, dan semangat pantang menyerah, namun tidak boleh dikenakan sembarangan karena memiliki nilai kesakralan tersendiri. Sementara itu, motif kawung melambangkan kesucian dan pengendalian diri, serta motif megamendung yang menandakan kesabaran dan ketenangan hati.
"Setiap batik itu ada ceritanya. Megamendung melambangkan kesabaran dan ketenangan hati, sedangkan motif tutur menandakan cinta yang tumbuh kembali. Semua punya makna," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Giring juga berbagi kisah pribadi tentang batik yang disebutnya sebagai "batik keberuntungan". Ia mengenakan batik tersebut saat pertama kali mendapat kabar akan dipanggil Presiden pada 15 Oktober 2024, momen penting yang tak pernah ia lupakan.
"Batik yang saya pakai ini punya cerita. Waktu itu saya sedang makan siang di Plaza Indonesia, tiba-tiba ditelpon Pak Seskab. Saya langsung panik, beli batik ini, dan ternyata inilah batik yang saya pakai saat pertama kali mendapat arahan dari Bapak Presiden," ucapnya.
Giring menegaskan pentingnya tanggung jawab bangsa Indonesia dalam melestarikan batik setelah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia pada tahun 2009.
Ia juga menyoroti perjalanan batik Indonesia di panggung dunia, dari Paris hingga New York Fashion Week, sebagai bukti bahwa batik bukan sekadar tradisi lokal, melainkan karya global yang membawa nilai kemanusiaan dan kreativitas bangsa.
Lebih lanjut, dalam pameran “Kukuruyuk!”, Museum Batik menampilkan beragam koleksi batik bermotif ayam dari berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian tim museum, motif ayam ternyata menjadi salah satu motif paling sering ditemukan dalam batik tradisional.
Ia juga menambahkan bahwa penghargaan terhadap makhluk lain, termasuk yang direpresentasikan dalam motif batik, merupakan bentuk penghormatan terhadap kehidupan itu sendiri.
"Melestarikan budaya sejatinya adalah melestarikan kehidupan, menghargai makhluk lain, sesama manusia, dan hubungan kita dengan Tuhan," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kurator Museum Batik Indonesia, Swa Setyawan Adinegoro, memaparkan alasan di balik pemilihan motif ayam sebagai tema utama pameran kali ini. Menurutnya, ide ini muncul dari hasil eksplorasi koleksi museum yang menemukan banyak sekali ragam batik dengan unsur ayam.
"Kenapa kok ayam? Ini pada awalnya muncul ketika kami melakukan eksplorasi koleksi Museum Batik Indonesia. Kami ingin menggali hewan-hewan apa saja yang muncul dalam batik, dan ternyata justru ayam yang paling banyak," kata Adinegoro.
Ia menjelaskan, motif ayam hadir dalam berbagai gaya batik di Indonesia, mulai dari batik pedalaman seperti Yogyakarta dan Surakarta yang menggambarkan kasih sayang seorang ibu, hingga batik pesisir seperti Pekalongan dan Lasem yang memanfaatkan motif ayam sebagai simbol kemeriahan dan semangat hidup.
"Di batik pedalaman, ayam digunakan sebagai simbol kasih sayang seorang ibu dalam upacara mitoni. Di pesisir, ayam justru menjadi motif yang meriah dan penuh warna," tambahnya.
Lebih lanjut, Swa menjelaskan bahwa keunikan ayam sebagai motif batik terletak pada kelengkapan bentuknya, mulai dari kaki, bulu, hingga organ dalamnya dapat menjadi inspirasi pola.
Pameran “Kukuruyuk!” menampilkan 26 koleksi batik, terdiri dari 24 koleksi asli Museum Batik Indonesia dan 2 koleksi pinjaman dari lembaga mitra. Menurut Swa, penyusunan narasi dan tampilan pameran juga disesuaikan dengan karakter pengunjung Museum Batik yang berlokasi di TMII, yang banyak didatangi oleh keluarga dan anak-anak.
Ia menambahkan, makna ayam sebagai hewan yang sederhana namun penuh nilai kehidupan menjadi refleksi utama dari pameran ini.
"Ayam itu bukan hewan besar seperti gajah, bukan yang garang seperti harimau, dan bukan yang anggun seperti angsa. Tapi justru dengan kesederhanaannya itulah ayam bisa menginspirasi banyak orang dan menjadi sumber makna dalam batik," tuturnya. (H-3)